Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Multi Bencana Informasi di Masa Pandemi
29 Mei 2020 9:34 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Muhammad Saiful Aziz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dulu kita selalu membayangkan bahwa menjadi masyarakat informasi, membuat kita dapat dengan mudah mengakses informasi sehingga menjadi hal positif yang dapat kita tuai di kemudian hari. Sebagai masyarakat informasi, tentu saja membuat kita menjadi kerap kali memproduksi atau sekadar mereproduksi informasi. Akses informasi kini dapat dengan mudah kita dapatkan baik melalu media konvensional seperti televisi, radio, koran, atau bahkan melalui percakapan langsung sehari-hari, maupun melalui media baru seperti media sosial, blog, website, berita daring, dan berbagai macam platform lainnya.
ADVERTISEMENT
Tentu saja hadirnya berbagai platform informasi tersebut membuat kita kini menjadi sangat mudah dalam mengakses berbagai informasi. Melalui layar smartphone kita misalkan, kini akses informasi sangat mudah kita dapatkan serta dengan frekuensi yang tinggi. Sebagai contoh dalam masa pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) ini, dengan berbagai kemudahan akses informasi di berbagai platform, membuat kita dapat dengan mudah mengetahui berbagai informasi di penjuru dunia terkait perkembangan Covid-19 serta berbagai update yang ada.
Namun kerap kali kita terbuai dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam berbagai platform informasi tersebut sehingga kita kerap kali tak menyadari tantangan yang mengiringi dalam setiap klik akses informasi yang kita dapatkan. Tantangan yang muncul kerap kali tidak kita sadari dalam setiap akses informasi yang kita dapat, seperti contoh bahwa kita seringkali terjebak dalam informasi yang salah yang kita terima secara terus menerus sehingga terkonstruksi sebagai sebuah kebenaran. Pernahkah kita berpikir bahwa apakah semua informasi yang kita dapatkan adalah sebuah kebenaran nyata? Atau jangan-jangan merupakan kebenaran semu yang diproduksi secara terus menerus sehingga kita yakini sebagai sebuah kebenaran?
ADVERTISEMENT
Multi Bencana Informasi
Maka sejatinya kita sedang menghadapi tantangan multi bencana informasi yang nyata muncul di hadapan kita. Tantangan pertama adalah tanpa kita sadari, kita kerap kali berada dalam echo chambers effect. Dalam echo chambers effect ini, kita kerap kali berkelompok dan kemudian menciptakan “ruang gema” yang memperkuat perspektif yang ada dan memupuk bias konfirmasi.
Efek ini kerap kali membuat kita hanya menerima suatu informasi yang seragam secara terus menerus baik melalui media informasi ataupun kelompok yang memiliki satu perspektif dengan kita sehingga kita akan menutup seluruh informasi lain yang bertentangan dengan yang kita setujui. Pada akhirnya dengan adanya efek ini, kita akan terjebak dalam ruang gema kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Echo chambers effect ini dalam praktiknya kerap kali menjadi semakin parah karena dalam iklim media sosial, kita kerap kali terjebak dalam algoritma filter bubble yang semakin menjebak kita dalam satu informasi yang seragam. Algoritma ini menjebak kita dengan memunculkan informasi-informasi yang seragam dengan berbagai konten yang kita klik di media sosial sehingga menutup kita terhadap akses informasi dalam perspektif yang lain.
Belum selesai di situ, utamanya dalam masa krisis pandemi ini kita juga sejatinya sedang menghadapi bencana informasi lainnya yakni infodemi. Dalam masa pandemi ini, World Health Organization (WHO) bahkan mengatakan selain persebaran virus Covid-19, terjadi pula infodemi yang menyebar lebih cepat daripada virus Covid-19. Adapun WHO menjelaskan bahwa infodemi merupakan gelombang informasi berlebihan tentang suatu masalah yang kemudian menyulitkan identifikasi solusi.
ADVERTISEMENT
Sayangnya masih belum selesai di situ, kini kita juga menghadapi bencana informasi yang lain. Kerap kali kita tidak menyadari bahwa kini kita berada dalam sebuah era yang dinamakan dengan post truth atau pasca kebenaran. Kamus Oxford mendefinisikan post truth sebagai keadaan di mana orang merespon lebih banyak perasaan dan keyakinan daripada fakta. Konon post truth inilah yang kemudian menyebabkan kita semakin sulit mengidentifikasi sebuah hal sebagai kebenaran atau bukan kebenaran. Kata post truth sendiri bahkan dinobatkan sebagai “word of the year” pada tahun 2016 karena penggunaannya merebak pada masa referendum Brexit dan pemilihan Presiden Amerika Serikat yang memenangkan Donald Trump.
Dampak Multi Bencana Informasi di Masa Pandemi
Multi bencana informasi tersebut pada akhirnya menjelaskan berbagai problem informasi yang ada pada masyarakat belakangan. Sebagai contoh apabila kita menilik dari munculnya berbagai teori konspirasi yang beredar selama masa pandemi Covid-19 ini, sejatinya kita dapat mendasarkan analisis kita pada berbagai bencana informasi tersebut. Apabila seseorang telah meyakini berbagai teori konspirasi yang beredar sebagai sebuah kebenaran, maka ia akan berada pada satu komunitas informasi yang seragam dan ia akan menutup segala informasi yang bertentangan sehingga ia akan terjebak pada "ruang gema" komunitas informasi yang ia miliki. Selanjutnya ia juga akan terjebak dalam algoritma filter bubble pada media sosialnya sehingga ia akan merasa argumen yang ia miliki sebagai argumen mayoritas dan berbagai informasi yang bertentangan juga akan tertutup.
ADVERTISEMENT
Lalu apabila ditinjau dari sudut pandang infodemi dan juga post truth, ia dapat cenderung menerima gelombang informasi yang besar dalam masa pandemi ini. Dalam gelombang informasi tersebut, juga marak beredar berbagai gelombang informasi terkait teori konspirasi yang terkait dengan pandemi Covid-19. Adapun apabila seseorang menerima gelombang informasi terkait teori konspirasi dalam volume yang besar, maka menyebabkan identifikasi solusi yang semakin bias sehingga informasi terkait teori konspitasi yang beredar berpotensi diterima sebagai sebuah realitas. Selanjutnya apabila informasi tersebut telah diterima sebagai sebuah realitas kebenaran, ia akan merespon lebih banyak perasaan dan keyakinan daripada fakta terutama dalam setiap informasi yang bertentangan.
Maka menjadi perlu bagi kita untuk dapat meliterasi diri di tengah multi bencana informasi tersebut. Kita perlu untuk benar-benar terbuka terhadap akses ilmu pengetahuan sebagai upaya melakukan verifikasi kebenaran dalam setiap informasi yang kita terima serta mendasarkan berbagai fakta pada pihak-pihak yang memiliki landasan keilmuan terkait.
ADVERTISEMENT