Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Lebih Dekat Syekh Yusuf al-Makassari
23 Maret 2021 12:31 WIB
Tulisan dari Muhammad Yusuf Aminullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mengenal Lebih Dekat Syekh Yusuf al-Makassari - Muhammad Yusuf atau yang biasa dikenal dengan sebutan Syekh Yusuf al-Makassari, biasa disebut juga dengan nama Syekh Yusuf Abu Mahasin Hadiyatullah Taj al-Khalawati al-Makassari atau dikenal juga dengan sebutan Tuanta Salamaka ri Gowa yang berarti (guru kami yang Agung dari Gowa) adalah seorang ulama, sufi dan pejuang bangsa Indonesia. Syekh Yusuf lahir pada tanggal 3 Juli tahun 1626 yang bertepatan dengan 8 Syawal 1036 Hijriyah di daerah Gowa, Sulawesi Selatan. Dikutip dari Lontarak Riwayakna Tuanta Salamaka Ri Gowa, ibu Syekh Yusuf bernama Aminah puteri Gallarang Monconglowe. Sedangkan dalam buku Buya Hamka yang berjudul Sejarah Umat Islam pada jilid 4 disebutkan bahwa Ayah Syekh Yusuf bernama Abdullah, seorang yang dikenal sebagai orang suci dan konon katanya memiliki banyak karomah.
ADVERTISEMENT
Saat kelahiran Syekh Yusuf, masyarakat digemparkan dengan cahaya terang benderang yang muncul dari langit hingga menyinari daerah Gowa. Fenomena tersebut diyakini terjadi karena sebagai penyambutan alam atas lahirnya calon ulama besar yang tak lain adalah Syekh Yusuf al-Makassari. Syekh Yusuf lahir dalam suasana keagamaan yang berada dalam masa transisi, sehingga agama islam masih tercampur baur dengan kepercayaan sekitar. Pada saat itu situasi lingkup masyarakat juga masih kompleks dan dipenuhi dengan dinamika, selain itu juga sedang terjadi peperangan antara kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan, dan terjadi pula persaingan dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda yang disibukkan dengan perebutan jalur perdagangan.
Setelah 40 hari kelahiran Syekh Yusuf, ibunya diceraikan oleh ayahnya yang kemudian dipersunting oleh Raja Gowa. Syekh Yusuf diangkat oleh Sultan Alaudin dan kemudian dibesarkan di Istana Sultan. Beliau dibesarkan dalam kehidupan dunia islami, dan berhasil menghatamkan al-Qur’an di usianya yang masih dini dengan bimbingan gurunya yang bernama Daeng ri Tasammang, kemudian dilanjutkan dengan menimba ilmu nahwu, sharaf, mantik dan beberapa kitab dari guru beliau Syekh Ba’ Alwi bin Abdullah al-Allamah Thahir di daerah Bontoala. Hingga dengan waktu yang singkat Syekh Yusuf yang masih belia sudah menguasai kitab-kitab Tauhid dan Fiqih.
ADVERTISEMENT
Pada saat usia 15 tahun, Syekh Yusuf berguru kepada Syekh Jalaludin al-Aidit di daerah Cikoang, Sulawesi Selatan. Kemudian tepat pada tanggal 22 September 1645, di usianya yang ke 19 tahun Syekh Yusuf mulai pergi meninggalkan kota Gowa guna menuntut ilmu ke luar negeri. Perjalanan awalnya dimulai dengan menumpangnya Syekh Yusuf pada kapal Portugis. Di tengah perjalanan setelah beberapa hari di lautan, kapal yang ditumpangi Syekh Yusuf singgah di Banten. Kemudian di sana Syekh Yusuf bersahabat dengan Pangeran Surya, seorang putera mahkota Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir. Setelah beberapa waktu di Banten, Syekh Yusuf meneruskan perjalanannya menuju Aceh untuk berguru kepada Syekh Nuruddin Hasanji bin Muhammad Hamid al-Quraisyi Raniri hingga beliau menerima ijazah tarekat Qadiriyah. Setelah mendapat ijazah tarekat tersebut, Syekh Yusuf meneruskan perjalanannya kembali untuk menuntut ilmu di Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Yaman, adalah negeri pertama yang dikunjungi Syekh Yusuf di Timur Tengah. Di negeri ini Syekh Yusuf berguru kepada Sayyid Syekh Abi Abdullah Muhammad Abdul Baqi bin Syekh al-Kabir Mazja al-Yamani Zaidi al-Naqsyabandi, hingga pada akhirnya Syekh Yusuf menerima ijazah tarekat Naqsyabandi. Selain itu Syekh Yusuf juga berguru kepada Syekh Maulana Sayed Ali dan menerima satu ijazah lagi yaitu tarekat al-Ba’lawiyyah. Kemudian Syekh Yusuf kembali meneruskan perjalanannya menuntut ilmu ke wilayah Madinah untuk mendapatkan ijazah tarekat Syattariyah dari seorang guru yang ditemuinya bernama Syekh Ibrahim Hasan bin Syihabuddin al-Kurdi al-Kaurani. Setelah itu tujuan terakhirnya sebelum pulang ke kampung halaman, Syekh Yusuf pergi ke Damaskus untuk menemui Syekh Abu al-Barkat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub al-Khalawati al-Quraisyi guna menuntut ilmu yang hingga pada akhirnya Syekh Yusuf kembali menerima ijazah yaitu tarekat Khalawatiyah. Setelah itupun Syekh Yusuf bergelar Tajul Khalawati Hidayatullah.
ADVERTISEMENT
Akhirnya setelah beberapa waktu, tepatnya pada tahun 1665M Syekh Yusuf kembali ke Gowa dan menjadi seorang guru besar. Namun beliau merasa kecewa dengan kondisi daerahnya itu yang sudah mengalami perubahan di mana syariat-syariat islam mulai ditinggalkan hingga maksiat merajalela. Hingga pada akhirnya Syekh Yusuf memutuskan pergi dari Gowa menuju Banten. Kondisi daerah Banten saat itupun juga mengalami perubahan, sahabatnya yang dulu Pangeran Surya sudah menjadi seorang Sultan yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Dan pada saat itu Syekh Yusuf sudah didaulatkan sebagai ulama tasawuf dan tarekat. Syekh Yusuf menerima mandat untuk mendidik anak-anak para Sultan dalam bidang agama islam, selain itu beliau juga memiliki peran lain yaitu sebagai guru tarekat, mufti, dan penasihat kerajaan. Syekh Yusuf juga menulis beberapa karya terkait ajaran tasawufnya di Banten.
ADVERTISEMENT
Syekh Yusuf selain dikenal sebagai seorang sufi, beliau juga merupakan seorang pejuang. Hal ini dibuktikan pada saat tertangkapnya Sultan Ageng oleh Belanda yang telah menghasut putera mahkota Pangeran Gusti untuk memberontak pada ayahnya sendiri. Kala itu Syekh Yusuf memimpin 5000 pasukan untuk bergerilya melintasi daerah Jawa Barat hingga ke Karang Dekat Tasikmalaya. Namun pada tanggal 14 Desember 1683 Belanda berhasil menangkap Syekh Yusuf di Sukapura dengan memanfaatkan puterinya (Asma) yang sudah tertangkap terlebih dahulu oleh pihak Belanda. Syekh Yusuf pun dimasukkan penjara yang lokasinya sering berpindah-pindah dari Cirebon hingga ke Batavia. Setelah kurang lebih 6 bulan lamanya, Syekh Yusuf dipindahkan bersama keluarga dan beberapa orang lainnya ke daerah Seylon (Sri Lanka) untuk diasingkan.
ADVERTISEMENT
Di Sri Lanka Syekh Yusuf tatap meneruskan perjuangannya untuk menyebarkan agama islam. Di daerah ini juga beliau banyak bertemu dengan para ulama dari berbagai negara islam, bahkan salah satu ulama dari India juga meminta kepada Syekh Yusuf untuk menulis buku tantang ilmu tasawufnya, dan buku ini pun berjudul Kafiyyat al-Tasawwuf. Setelah 9 tahun Syekh Yusuf berada di Sri Lanka, karena kagigihan beliau dalam menyebarkan agama islam Belanda pun mulai mencurigainya dengan tuduhan menghasut pemberontakan rakyat di Hindia. Hingga pada akhirnya pada bulan Juli tahun 1693 Belanda memutuskan untuk mengasingkan Syekh Yusuf dan beberapa pengikutnya ke tempat yang lebih jauh lagi yaitu di Cape Town, Afrika Selatan. Mereka diberangkatkan menggunakan kapal De Voetboong kemudian ditempatkan di Zandvliet (Madagaskar). Kedatangan Syekh Yusuf di Afrika Selatan disambut baik oleh Gubernur Willem Adriaan.
ADVERTISEMENT
Kondisi penyebaran agama islam di Afrika kala itu tengah berkembang, Imam Abdullah Ibnu Kudi Abdus Salam merupakan seorang pelopor penyebaran islam di negara tersebut. Dalam waktu yang singkat Syekh Yusuf sudah banyak mengumpulkan pengikut di wilayah itu. Dari hal tersebut akhirnya mereka mendirikan komunitas muslim di Cape Town yang hingga pada saat ini orang yang memeluk agama islam mencapai 600 ribu orang. Kemudian tepat 6 tahun Syekh Yusuf berada di wilayah Cape Town, pada tanggal 23 Mei tahun 1699 tepat pada usianya yang ke-72 Syekh Yusuf meninggal dunia.
Berkat dedikasinya selama melakukan penyebaran dan pengajaran agama islam di Cape Town yang pada akhirnya memberikan pengaruh sangat besar dalam dunia islam di Afrika Selatan hingga saat ini. Nelson Mandela (mantan Presiden Afrika Selatan) menyebut bahwa Syekh Yusuf adalah seorang putera Afrika terbaik. Sedangkan, pemerintah Indonesia menetapkan Syekh Yusuf sebagai seorang pahlawan di tahun 1995. Jenazah Syekh Yusuf dibawa ke Gowa oleh Belanda, hal ini dilakukan karena diminta langsung oleh Sultan Abdul Jalil. Pada bulan April 1705, keranda jenazah Syekh Yusuf telah datang di Gowa dan akan dikebumikan di Lakiung esok harinya. Menurut sejarawan Profesor Anhar Gonggong di antara beberapa banyak makam Syekh Yusuf, makam asli Syekh Yusuf ada di wilayah Lakiung Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT