Konten dari Pengguna

Sapardi Djoko Damono, Mulai Karya Syair Hingga Sihir

Muhammad Zidan Ramdani
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam. Manusia yang menulis
11 Oktober 2023 7:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Zidan Ramdani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Foto: Pexels/Suzy Hazelwood
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Foto: Pexels/Suzy Hazelwood
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jika kalian adalah satu penikmat sajak maupun syair, kurang lengkap rasanya kalau belum mengenal Eyang Sapardi. Dengan nama lengkap Sapardi Djoko Damono, beliau terkenal sebagai penyair yang senantiasa khidmat membuat karya-karya harmonis dan romantis. Lahir sebagai anak pertama pasangan Sadyoko dan Saparian di Solo, Jawa Tengah, tepat pada tanggal 20 Maret 1940.
ADVERTISEMENT
Pendidikan yang dijalaninya adalah SR (Sekolah Rakyat) Kraton “Kasatriyan”, Baluwarti, Solo. Setelah tamat di sana, ia melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Solo. Saat lulus dari pendidikan sekolah menengah atas, ia melanjutkan studi perguruan tinggi di Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Jurusan Sastra Inggris. Selain menyelam di lingkup sastra, beliau pun juga memperdalam pengetahuan tentang humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat pada tahun 1970-1971.
Tahun 1989 tepatnya, Eyang Sapardi memperolah gelar doktor dalam ilmu sastra dengan disertasi yang berjudul “Novel Jawa Tahun 1950-an: Telaah Fungsi, Isi, dan Struktur”. Enam tahun kemudian, ia dikukuhkan sebagai guru besar di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Selain itu, pada tahun 1996-1999 Eyang Sapardi menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.
Ilustrasi. Foto: Pexels/Talha Riaz
Guna menyokong pengembangan kariernya sebagai seorang sastrawan, Eyang Sapardi kerap menghadiri berbagai pertemuan internasional. Untuk lebih lengkapnya sebagai berikut,
ADVERTISEMENT
Tahun 1971, menghadiri Translation Workshop dan Poetry International, di Rotterdam, negeri Belanda.
Tahun 1978, menghadiri Seminar on Literature anda Social Change in Asia di Australia National University, Camberra, sekaligus sebagai penulid dalam Festival Seni di Adelaide. Di tahun ini juga, ia menjabat sebagai Country Editor majalah Tenggara Journal of Southeast Asian Literature, Kuala Lumpur.
Tahun 1982, Eyang Sapardi tercatat menjadi anggota penyusun Anthropology of Asean Literature, COCI, ASEAN.
Tahun 1988, dalam rangka Kanita Asia, Eyang Sapardi menjadi penulis dalam Discussion dan sebagai anggota Komite Pendiri Asean Poetry Centre di Bharat, Bhavan, Bhopal, India.
Perjalanan dan peranan Eyang Sapardi dalam kehidupan sastra Indonesia sangat penting. A. Teeuw dalam karyanya Sastra Indonesia Modern II (1989) menyatakan bahwa Sapardi adalah seorang cendekiawan muda yang mulai menulis sekitar tahun 1960. Ada perkembangan yang konkret dalam susunan formal puisi-puisinya. Oleh sebab itu, sangat diperlukan untuk mengikuti jejak Sapardi, terutama pada tahun-tahun mendatang.
ADVERTISEMENT
Puisinya pun juga dikagumi oleh seorang sastrawan dan ahli filsafat Indonesia, Abdul Hadi W. M. dengan alasan bahwa puisi karya Eyang Sapardi banyak kesamaan dengan yang ada dalam persajakan Barat sejak akhir abad ke-19 yang disebut simbolisme. Sebagai pakar sastra, ia juga menulis beberapa buku yang sangat penting, di antaranya,
Dari banyak karya yang telah ia ciptakan, beberapa penghargaan dan hadiah sastra telah melengkapi perjalanan sastra Eyang Sapardi Djoko Damono. Tahun 1983 misalnya, ia memperoleh hadiah Anugerah Puisi-Puisi Putera 2 untuk bukunya Sihir Hujan dari Malaysia. Terlalu banyak sebetulnya jika penulis ingin jabarkan satu demi satu penghargaannya.
ADVERTISEMENT
Kini, Eyang Sapardi telah tiada saat Sang Khaliq memanggil pada 19 Juli 2020 silam. Meski begitu, karya-karya Eyang Sapardi akan tetap membumi dan abadi pada hati siapapun yang jatuh cinta pada syair maupun sastra. Semangat juangnya sekarang, patut diteladani oleh generasi mendatang. Selamat jalan, Eyang. Karyamu terukir, pada lubuk dan bilik jiwa kami.