Surat Cinta Teruntukmu Pejabat Negeri

Muhdar Afandy
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Muhammadiyyah Jakarta
Konten dari Pengguna
27 Juli 2021 21:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhdar Afandy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://canva.me/eOnPlzZRXhb
zoom-in-whitePerbesar
https://canva.me/eOnPlzZRXhb
ADVERTISEMENT
(Muhdar, mahasiswa Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kader IMM Fisip UMJ)
ADVERTISEMENT
Teruntukmu wahai negeri (Indonesia), kegoyahan semakin terlihat tampak di siku-siku bumi Pertiwi. Penduduk setempat yang membuat ulah semua ini, tak terkecuali pejabat negeri yang membuatnya semakin parah. Reformasi dikorupsi, begitulah cuitan diberbagai dengungan suara yang sering digaungkan saat ini. Yang berkuasa semakin menindas, yang tak bertahta semakin sekarat dan melarat, mau dibawa ke mana negeri ini?
Praktik hukum di negeri hukum tak sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku, penguasa semakin berkuasa di atas tangisan masyarakat bangsa. Macam apa model pejabat bangsa ini. Yang beruang diberikan ruang untuk berteduh dari jeritan rakyat kecil yang menagih hak keadilannya di ruangan kotor (kantor hakim).
Peristiwa penderitaan silih berganti datang di negeri ini, banyak cerita-cerita yang berdatangan kebanyakan hanya sebuah keluhan dari banyak orang yang sedang meminta keadilan atas tindakan penindasan, intimidasi terhadap rakyat kecil yang hanya mempunyai cangkul, gerobak dan sekarung tumpukan sampah yang dibawa keliling ke sana kesini.
ADVERTISEMENT
Merdekakah negeri ini? 17 Agustus 1945 hari kemerdekaan bangsa benar itu adanya, namun itu hanya sebatas merdeka atas kolonialisme dan imperialisme yang tak beradab, tak berperikemanusiaan berada di muka bumi. Penindasan terhadap kaum yang lemah masih saja selalu beriringan dengan perkembangan zaman, meskipun praktik itu jauh sekali dari peradaban modern seperti saat ini.
Tak salah jika kata "hukum tumpul ke atas tajam ke bawah" diteriakkan di banyak tempat di negeri kita saat ini (Indonesia), karena memang kenyataannya sudah begitu parah. Tak habis pikir, para hakim di negeri ini malah yang tidak meng-enakan keadaan, posisi yang mereka tempati seharusnya menjunjung asas demokrasi karena memang berada di sistem itu, malah sering terpolarisasi oleh kebusukan para praktisi.
ADVERTISEMENT
Trias politika yang dipertunjukkan tidak begitu berfungsi, yang pada esensinya keadaan lembaga-lembaga negara itu duduk sejajar berdiri sama tinggi (saling mengawasi, saling mengimbangi) dan di situ lagi lagi terdoktrinasi oleh kekuasaan. DPR tak memikirkan nasib tragis ribuan banyak orang, hanya saja mengiyakan kepada pemerintah karena sistem perpolitikan yang terbelit-belit oleh kekuasaan, seperti halnya menteri-menteri yang berada di kabinet kebanyakan petinggi partai bahkan ketua partai, maka di situlah letak kelicikan para kaum kepentingan.
Peristiwa belakangan ini banyak menuai ketimpangan dalam mengambil kebijakan, kebijakan yang dijadikan sebuah undang-undang tak sesuai dengan asas kemanusiaan, karena yang diundangkannya banyak lapisan masyarakat yang dirugikan (rakyat kecil), hanya menguntungkan orang-orang yang beruang saja.
Misalnya, pengesahan RUU Omnibus Low inisiatif dari pemerintah (eksekutif). Demonstrasi yang dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat hanya memperoleh penindasan dari keamanan negeri ini, yang sejatinya tugas-tugasnya melindungi dan mengayomi, malah diserang mati-matian seperti halnya berperang dengan lawan.
ADVERTISEMENT
Parlemen (legislatif) yang mempunyai kewenangan membuat program legislasi nasional (Prolegnas), inisiatif dari parlemen sendiri maupun pemerintah yang mana sebelum mengesahkan sebuah undang-undang masih memerlukan proses panjang yang diperbincangkan dan memang begitu prosedurnya.
Teruntuk wakil rakyat, tuanmu (rakyat) jangan dibikin sekarat atas ulahmu yang semakin kesini semakin khianat. Legitimasimu karena pilihan dari tuan-tuanmu itu, jangan durhaka terhadap mereka apalagi mendustakan janji-janji manismu di atas permainan sandiwaramu. Jika tidak bisa menjadikan wakil dari tuan-tuanmu, jangan pernah berjanji untuk mereka, turunkanlah mahkota dikepalamu jika tidak bisa menjaga amanah tuan-tuanmu. Engkau sudah disumpah jabatan dengan mengatasnamakan Tuhan yang bisa saja memurtadkan.
Teruntuk KPK, awal-awal lahirmu sangat dibanggakan banyak orang karena banyak koruptor yang disidak karena perbuatan bejatnya. Terima kasih pernah sempat hadir meskipun saat ini ruh dan kekuatanmu dirusak para penghunimu disana. Orang-orang baik yang berada di dalamnya diusir dengan cara yang tidak masuk akal, tes wawancara kebangsaan (TWK) yang di dalamnya beruraian soal-soal menyesatkan. Entah siapa itu yang membuatnya.
ADVERTISEMENT
Teruntuk Bapak Presiden, engkau sebagai bapak dari semua masyarakat, tanggapilah aspirasi-aspirasi anak-anak mu itu, dan berpikirlah, lalu bergeraklah melakukan terobosan baru demi kebahagiaan mereka semua. Jangan pernah takut untuk berubah, kekuasaanmu lebih disukai jika diarahkan pada hal-hal kemajuan demi mencapai kesejahteraan tanpa perampasan, penindasan sedikitpun terhadap mereka. Sebaliknya terobosan kemajuan dengan cara perampasan, penindasan justru itu bisa jadi kekuasaanmu akan digoyahkan sebentar lagi.
Teruntuk wakil Presiden, engkau sebagai salah satu orang yang mempunyai kekuatan di negeri ini, jangan melulu bungkam, utarakan ide-idemu dan jadikan kebijakan hal-hal yang sesuai dengan kemanusiaan, banyak orang percaya bahwa engkau di antara orang yang mengerti tentang kemaslahatan, jangan sampai banyak orang kehilangan kepercayaannya atas ketiadaanmu sebagai orang-orang hebat di negeri ini. Banyak orang bangga atas keterpilihanmu sebagai Wakil Presiden supaya aspirasi-aspirasi umat dapat diakomodasi dengan bijak, namun ternyata engkau jarang memberikan sebuah berita (ngumpet) kemanakah selama ini? kami merindu.
ADVERTISEMENT