Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pro dan Kontra Kebijakan Analog Switch Off bagi Masyarakat Gresik, Jawa Timur
24 Desember 2022 16:20 WIB
Tulisan dari Muhammad Ilham Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia mulai memberlakukan kebijakan ASO (Analog Switch Off) sejak 30 April 2022. Kebijakan ini menghentikan siaran televisi analog dan siaran dialihkan ke televisi digital. Untuk menikmati siaran, diperlukan Set Top Box (STB ) untuk memudahkan pemilik TV analog mengakses siaran digital. Kebijakan ini nantinya akan dilakukan secara bertahap, dan di wilayah Jawa Timur sendiri dibagi menjadi 3 tahap, tahap pertama pada tanggal 30 April 2022, tahap kedua pada tanggal 25 Agustus 2022 dan tahap ketiga pada 02 November 2022.
ADVERTISEMENT
Tentu saja kebijakan ini menuai berbagai pendapat. Siaran televisi yang senantiasa menjadi sarana masyarakat untuk mencari hiburan akan dihentikan dan jika ingin tetap dapat menikmati siaran televisi harus menggunakan alat bantu tambahan yaitu STB . Hal tersebut tentunya menjadi kekhawatiran masyarakat di mana nanti mereka akan bingung mencari hiburan ke mana karena sumber hiburan mereka telah hilang. Selain itu harga STB yang mahal membuat masyarakat rentan dan tidak mampu tidak dapat memilikinya. Kita tidak akan tahu jika tidak menanyakan langsung kepada mereka yang terdampak. Oleh karena itu, saya telah melakukan wawancara pada warga desa Tenaru, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik. Berikut rangkuman pendapat dari para responden. Munandar (50) selaku pemilik warung di daerah Tenaru, memberikan tanggapannya terkait kebijakan Analog Switch Off yang dilakukan pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Menurut saya jika nanti semuanya akan dimatikan (siaran TV analog) saya jadi tidak bisa nonton TV sama sekali dan harga Set Top Box bisa melonjak karena kebutuhan banyak, orang-orang akan berebut membeli STB yang mengakibatkan penjual-penjual memahalkan harganya. Di sini juga rata-rata masih pakai TV lama (analog) jadi jika dimatikan masyarakat akan kehilangan hiburan”, ujarnya.
Selain harga STB yang mahal, dia juga menambahkan bahwa penggunaan TV digital memerlukan sinyal internet yang stabil sedangkan akses kepada sinyal internet masih belum merata di Indonesia.
“Kalau TV digital itu kan perlu sinyal, kalau tidak ada sinyal tidak bisa, sedangkan masih banyak daerah yang jauh dari pemancar sinyal”, tambahnya.
Kebijakan ini memang merupakan sebuah terobosan yang tepat agar semua masyarakat dapat menikmati siaran yang lebih jernih dan lebih beragam, tetapi hal tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan karakteristik-karakteristik daerah guna mengetahui daerah mana saja yang bisa terjangkau sinyal dan mana yang belum terjangkau. Tingginya permintaan akan STB juga menyebabkan lonjakan harga yang signifikan yang mengakibatkan masyarakat semakin sulit mendapatkannya.
ADVERTISEMENT
Kenaikan harga BBM serta bahan pokok cukup mempersulit masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat akan merasa semakin resah dengan adanya kebijakan ini, karena di tengah-tengah banyaknya kenaikan harga terdapat kebutuhan STB yang diperlukan untuk menonton siaran televisi. Harga bahan pokok naik, harga bahan bakar naik, lalu sekarang untuk mencari hiburan di TV saja harus membeli STB yang mahal. Sri Wahyuni (63) juga memberikan pendapatnya.
"Masa mau nonton TV saja dipersulit begini, mau cari hiburan ke mana lagi saya? Seharusnya pemerintah kalau memang mau begitu, berilah subsidi untuk Set Top Box agar tetap bisa nonton TV soalnya semua warga di sini juga masih pakai TV analog" ujarnya.
Pemberlakuan kebijakan ini harus diiringi dengan pengadaan subsidi bagi masyarakat rentan dan tidak mampu agar mereka tetap bisa menikmati tayangan televisi. Siaran TV telah menjadi sumber hiburan bagi masyarakat sehingga jika masyarakat tiba-tiba tidak bisa menonton TV, maka akan timbul keresahan dan mereka merasa hiburan mereka diambil. Ketepatan sasaran subsidi juga harus dibenahi lagi karena melihat dari penyaluran-penyaluran subsidi BBM yang lalu masih banyak yang belum tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Sementara, dukungan juga diberikan oleh Wulyo Hadi (56), yang telah menikmati tayangan TV analog dengan menggunakan Set Top Box selama satu tahun.
“Setelah mendengar kabar (kebijakan Analog Switch Off), tahun lalu saya langsung beli STB. Saya tidak begitu takut waktu pertama dengar beritanya (kebijakan Analog Switch Off), karena kalau pakai Set Top Box bisa jadi lebih jernih juga TV-nya. Kalau pakai STB juga nanti ada saluran baru yang menayangkan acara menarik, oleh karena itu sejak TV saya pakai Set Top Box saya jadi sering tidur malam gara-gara nonton film di TV”, ujarnya.
Meskipun begitu, sebagian masyarakat merasa tidak masalah untuk mengeluarkan biaya tambahan demi membeli STB karena keuntungan yang didapat memang sangat banyak yakni siaran TV menjadi lebih jernih lalu terdapat saluran-saluran baru bahkan saluran dari luar negeri juga dapat diakses menggunakan STB. Hal ini dapat membuka wawasan masyarakat kita lebih luas lagi karena mereka dapat menikmati siaran televisi dari saluran-saluran internasional.
ADVERTISEMENT
Tidak bisa dipungkiri kebijakan ini memang membuat sebagian masyarakat kehilangan hiburannya. Harga Set Top Box yang dinilai mahal juga menjadi permasalahan bagi masyarakat yang ingin menikmati tayangan televisi. Meskipun TV digital memberikan kualitas tayangan yang lebih jernih dan lebih beragam, tetapi syarat-syarat yang dibutuhkan untuk memiliki TV digital di rumah cukup sulit mereka penuhi. Sebaiknya pemberlakuan kebijakan ini diiringi dengan pemberian subsidi bagi masyarakat rentan dan tidak mampu agar mereka juga bisa menikmati tayangan-tayangan yang berkualitas dan sumber hiburan mereka tidak terampas. Pemerintah juga perlu memperhatikan daerah-daerah yang belum terjangkau sinyal serta lonjakan harga yang dapat berujung pada masalah baru.