Konten dari Pengguna

May Day: Kesadaran Kelas dan Ingatan yang Terlupakan

Muizsyandana Elgistazaman
Mahasiswa Universitas Amikom Purwokerto, Program Studi Ilmu Komunikasi
1 Mei 2025 15:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muizsyandana Elgistazaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di kalender, 1 Mei mungkin hanya tanggal merah. Sebuah hari libur, seperti Minggu yang datang berlalu begitu cepat. Tapi bagi mereka yang lahir dari peluh, debu, dan suara mesin yang tak pernah benar-benar berhenti, May Day adalah hari yang punya rasa pahit, getir, sekaligus penuh kemungkinan.
ADVERTISEMENT
Kita menyebutnya Hari Buruh. Tapi seperti nama-nama lain yang direduksi jadi seremoni, ia kerap kehilangan ruhnya. Spanduk dibentang, seruan dinaikkan ke langit, dan sesudahnya... kita kembali diam. Pabrik tetap berdetak, algoritma tetap menagih target. Upah tak naik, waktu makin sempit.
Lalu kita bertanya, apa yang salah?
Kesadaran kelas, ya, kesadaran kelas adalah hal yang aneh di negeri ini. Kesadaran kelas bak hantu yang dibicarakan diam-diam, dianggap usang, kadang dikaitkan dengan "masa lalu" yang harus dilupakan. Padahal, justru karena lupa, kita terus mengulang kepedihan yang sama. Diperas, dibungkam, dijanjikan masa depan yang tak pernah datang.
Kapitalisme telah belajar menyamar. Kapitalisme tak lagi datang dengan cambuk atau penjajah berseragam. Kapitalisme datang dengan aplikasi pengantar makanan, ruang kerja terbuka, dan jargon “fleksibilitas”. Tapi apa makna fleksibel jika upah tak cukup beli makan? Apa gunanya kerja dari mana saja jika tetap saja tidak punya waktu untuk hidup?
Karya ilustrasi "May Day" oleh Elgistazaman. Kamis, 1/5/2025.
Hari Buruh, di tengah dunia yang terlalu sibuk untuk peduli, harus kembali jadi tempat kita membaca luka. Bukan luka personal, tapi luka kelas. Luka yang dibagikan oleh jutaan orang yang tak saling kenal, tapi punya nasib yang serupa.
ADVERTISEMENT
Kesadaran kelas bukan soal iri pada yang kaya. Kesadaran kelas adalah soal memahami kenapa yang bekerja paling keras justru hidup paling susah? Kenapa yang menguasai tanah justru tak pernah menanam?
Dan jika pertanyaan-pertanyaan itu tak bisa dijawab dalam ruang-ruang formal, maka jawaban harus lahir di jalan. Di tenda-tenda mogok kerja. Di rapat malam hari. Di puisi yang dibacakan di pabrik kosong.
Tugas kita hari ini bukan hanya memperingati May Day. Tugas kita adalah membangkitkannya kembali. Membuatnya hidup. Mengisinya dengan isi kepala dan isi hati, bukan hanya orasi dan foto-foto.
Karena sejarah tidak berubah oleh mereka yang diam. Sejarah berubah oleh mereka yang berani menyebut penindasan sebagai penindasan.
Hari buruh tidak lahir dari aksi hura-hura. Tidak lahir dari kegiatan darmawisata apalagi gathering kantor. Hari Buruh lahir dari sebuah gerakan masif yang menuntut hak para pekerja.
ADVERTISEMENT
Dan kalau Hari Buruh tidak lagi membuat kita marah, atau setidaknya bertanya, maka mungkin, kita sudah terlalu nyaman dalam sangkar yang tak kita sadari.