Konten dari Pengguna

Belajar dari Orang-orang Biasa

Munawar Khalil N
ASN Badan Pangan Nasional
9 September 2024 8:12 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Munawar Khalil N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi korupsi dan kehidupan masyarakat. Foto: chatpgt.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korupsi dan kehidupan masyarakat. Foto: chatpgt.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Orang-Orang Biasa (OOB) adalah salah satu novel karya penulis terkemuka Indonesia, Andrea Hirata. Novel ini menarik perhatian saya karena dominasi warna sampulnya yang kuning cerah. Jaminan bahwa novel ini harus dibaca adalah keterangan di bawah nama penulisnya: Author of International Best Seller The Rainbow Troops.
ADVERTISEMENT
Ya, siapa yang tidak kenal novel dan film Laskar Pelangi? Tidak saja di tanah air, Laskar Pelangi telah dialihbahasakan ke dalam 25 bahasa di dunia. Pencapaian seorang anak bangsa yang sangat membanggakan. Maka, meski novel OOB ini sudah relatif lama (terbit tahun 2019), saya kembali mengingat cerita di dalamnya ketika beberapa waktu lalu buku ini seolah menampakkan diri ketika saya sedang mencari sesuatu di rak buku.
Seperti judulnya, novel ini bercerita tentang orang-orang biasa di sebuah kota kecil bernama Belantik. Orang-orang yang hidup dengan kesederhanaan dan kejujuran. Debut, Tohirin, Rusip, Dinah, Junilah, Nihe, Honorun, Handai, Sobri, dan Salud adalah 10 orang yang berkawan sejak kecil hingga dewasa karena satu alasan: otak mereka dianggap tak cukup pandai memamah ilmu di sekolahan. Setelah dewasa mereka pun memiliki pekerjaan layaknya orang menengah ke bawah.
ADVERTISEMENT
Tengoklah pekerjaan mereka, sangat biasa. Debut si penjaga kios buku, Dinah si penjual mainan anak, Honorun si guru honorer. Mereka hidup dengan ekonomi yang pas-pasan. Namun kehidupan mereka itu tidak lantas menghilangkan nilai-nilai kebaikan yang tertanam di dalam diri.
Perubahan terjadi ketika anak Dinah bernama Aini tak disangka-sangka lulus tes masuk Fakultas Kedokteran. Dinah girang bukan main, sejak kecil Aini berusaha keras tak pernah menyerah belajar. Jauh lebih keras dari teman-temannya. Meski mereka mengatai bodoh, dia tak bergeming. Dia sadar punya orang tua dengan kemampuan otak pas-pasan, dan mungkin karena itu dia juga merasa mewarisi ketidakmampuan itu.
Akan tetapi, bayangan Ayahnya yang meninggal karena sakit terus berputar di kepalanya. Lalu satu kesadaran dari dalam jiwanya hadir. Ia harus menjadi dokter! Karena itu, Aini tak kenal lelah belajar. Bahkan Bu Desi Mal, guru matematika yang galak itu pun heran dengan kegigihan Aini. Sebab di kepala Bu Desi Mal, Aini adalah cerminan kebebalan otak ibunya yang juga pernah diajarnya.
ADVERTISEMENT
Tapi kegirangan Dinah seketika surut ketika mengetahui untuk masuk Fakultas Kedokteran harus membayar sejumlah uang yang sangat besar baginya. Akan tetapi, ia bertekad anaknya harus sekolah. Demi cinta dan masa depan anaknya, Dinah keluar masuk koperasi dan bank untuk meminjam uang.
Hari gini? Mana ada bank yang mau meminjamkan uang tanpa jaminan. Apalagi profil Dinah sangat jauh dari meyakinkan untuk melunasi pinjaman. Dinah nelangsa, Aini kecewa. Namun bagi orang biasa, takdir seperti itu harus ditelan pahit-pahit.
Ketika kawan-kawan Dinah mengetahui nasib Aini, euforia melanda. Pikiran kolektif mereka menganggap mustahil seorang anak yang cerdas lahir dari rahim orang bodoh dan miskin seperti mereka. Namun itulah kenyataan yang ada di hadapan mereka: sebuah anugerah dan keajaiban! Dan itu harus mereka perjuangkan.
ADVERTISEMENT
Lalu tercetuslah satu ide yang liar: mereka bersepakat untuk merampok bank demi memuluskan cita-cita Aini menjadi dokter. Dipimpin Debut, mereka merancang perampokan. Meski bodoh, mereka tak kehilangan mimpi dan imajinasi. Berbagai kisah diceritakan Andrea sepanjang merancang perampokan itu. Ada yang lucu, menggemaskan, mengharukan hingga mendebarkan.
Menurutku, OOB adalah novel tentang ironi, tentang ketidakadilan yang terpampang jelas, dan mengandung pesan-pesan ketidakadilan dan anti-korupsi. Seorang anak miskin tapi cerdas terpaksa terpinggirkan karena keluarganya tidak punya biaya melanjutkan sekolah. Ini pernah disuarakan Andrea Hirata dalam novel Laskar Pelangi. Mahar si anak jenius terpaksa berhenti sekolah karena terbelit kemiskinan. Berapa banyak anak-anak bangsa ini yang mengalami nasib yang sama hari ini?
OOB juga menguak satu kejahatan yang biasanya dilakukan oleh mereka yang punya koneksi kekuasaan dan uang. Tarib si birokrat, Jamin si politisi, dan Bastardin si pengusaha. Ketiganya adalah teman sekelas Debut cs sejak SD. Dengan memanfaatkan profesi dan koneksi yang mereka punya, ketiganya bahu membahu, bekerja sama dan melakukan money laundry di kota kecil Belantik yang aman dan damai. Uang haram disimpan di balik dinding rahasia toko batu permata milik Bastardin. Hampir tidak ada yang tahu hingga uang tersebut pada akhirnya berhasil direbut oleh sekelompok perampok amatir.
ADVERTISEMENT
Bagaimana ceritanya? Bacalah novelnya. Terlalu panjang jika saya ceritakan di sini. Namun penting untuk saya tuliskan bahwa bagi orang-orang yang punya kejujuran dan kebersihan jiwa bercampur dengan keluguan, nampaknya akan cukup sulit untuk melakukan kejahatan meski itu dengan tujuan yang mulia.
Andrea Hirata mungkin terlalu mendramatisir keluguan orang-orang biasa itu dalam kisah akhir yang tidak sesuai dengan harapan saya. Namun saya teringat dengan beberapa kisah nyata orang-orang biasa yang kadang "nyempil" di tengah lautan informasi. Seperti seorang pemulung di Yogyakarta mengembalikan uang 20 juta rupiah yang ditemukannya di jalan.
Ada juga seorang office boy di Bekasi mengembalikan uang yang ditemukannya di tong sampah. Cerita lainnya yang juga pernah viral, seorang petugas kebersihan di KRL mengembalikan kantong plastik berisi uang Rp 500 juta yang dia temukan di salah satu gerbong KRL Bogor. Orang-orang biasa itu mengajarkan kita makna kejujuran. Baju mereka mungkin kotor dan lusuh tapi jiwa mereka bersih dan terhormat.
ADVERTISEMENT
OOB bagi saya bukan sekadar bacaan hiburan pengisi waktu di perjalanan. Banyak makna hidup yang bisa dipetik, dari berbagai cerita hidup yang dikisahkan di dalamnya. Dan menurut saya tetap relevan dengan situasi dan kondisi kekinian.
Novel, cerita, dongeng atau sejenisnya tentang kepahlawanan, kejujuran, anti korupsi mungkin tidak serta merta bisa mengubah perilaku menjadi baik. Tapi setidaknya ini penting untuk menanamkan fondasi nilai kepada masyarakat khususnya generasi muda. Sudah banyak riset yang menyebutkan betapa pentingnya anak diajarkan untuk akrab dengan dunia literasi.
Mungkin karena itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan menerapkan sastra masuk Kurikulum Merdeka untuk jenjang SD hingga SMA. Jika selama ini kita mengenal pelajaran sastra hanya menjadi bagian dari pelajaran Bahasa Indonesia, maka melalui penerapan sastra di Kurikulum Merdeka ini, karya sastra bisa menjadi bahan ajar bagi semua mata pelajaran. Ini menjadi kesempatan baik untuk menginternalisasikan nilai-nilai kejujuran dan kebaikan yang terkandung dalam karya sastra kepada generasi muda.
ADVERTISEMENT
Pada saat yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga terus melakukan tiga strategi pemberantasan korupsi yaitu strategi penindakan yang dapat membuat orang takut atau jera untuk melakukan korupsi. Kedua strategi pencegahan dengan menutup potensi atau celah terjadinya korupsi. Dan yang ketiga strategi pendidikan yang memungkinkan seseorang tidak mau dan tidak memiliki niat untuk melakukan korupsi.
Kita berharap, gerakan struktural melalui peran KPK sebagai institusi terdepan terus memberikan kekuatan berlipat dalam perang melawan korupsi. Demikian juga melalui peran Kemendikbudristek sebagai institusi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yang mencetak generasi muda dengan kapasitas intelektual yang memadai dan kualitas akhlak yang mumpuni.
Pada saat yang sama, gerakan-gerakan kultural melalui internalisasi nilai-nilai kejujuran dan kebaikan oleh komunitas dan kelompok masyarakat perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Dan yang juga tidak kalah penting unit terkecil masyarakat yaitu keluarga menjadi fondasi penting dalam pembentukan karakter.
ADVERTISEMENT