Konten dari Pengguna

NFT dan Optimisme Menghalau Pembajakan Karya Seni Digital

Muntasir Ridwan
Mahasiswa Ilmu Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh
25 Februari 2022 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muntasir Ridwan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : www.shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : www.shutterstock.com
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Karya seni sebenarnya memiliki beragam definisi. Walaupun begitu, karya seni secara universal dapat dipahami sebagai hasil aktivitas kontemplasi mendalam; refleksi yang berasal dari pengamalan-pengalaman paradoksal hidup individu (seniman) yang direpresentasikan dan mengisi sebuah entitas bernama karya.
Penciptaan sebuah karya seni tentu melewati banyak tahap melelahkan dan proses yang cukup panjang. Walaupun begitu, tahapan dan proses penciptaan karya seni di era ini tidak semelelahkan dahulu. Perkembangan dan kemajuan teknologi menjadi penyebabnya. Teknologi menghadirkan efisiensi yang sangat membantu para kreator seni sehingga mereka dapat memangkas durasi dalam proses produksi karyanya.
Senada dengan hal itu, kemajuan teknologi juga ikut mengubah medium yang digunakan dalam penyajian karya seni. Jika dahulu karya seni hanya dapat dinikmati lewat medium fisik, kini karya seni bisa dinikmati melalui medium digital.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, penggunaan medium digital guna menyajikan karya seni amat rentan terhadap pembajakan. Proses kreatif dan melelahkan tersebut seringkali berakhir kecewa. Kekecewaan ini pun wajar, karena bagi para kreator penciptaan sebuah karya seni tidak akan pernah menjadi mudah.
NFT Quantum. Sumber: www.shutterstock.com
Baru pada 3 Mei 2014, Kevin McCoy, seorang kreator seni grafis, untuk pertama kalinya berhasil memadukan konsep seni dan NFT. Perpaduan ini lalu menghasilkan sebuah inovasi baru yang disebut crypto art atau seni digital berbasis kripto. Karya bernama “NFT Quantum” itu kemudian terjual dengan harga 14 juta USD dalam lelang yang diselenggarakan oleh Rumah Lelang Sotherby pada tahun 2021.
Inovasi ini lantas memicu timbulnya optimisme baru para kreator seni digital. Inovasi yang diyakini akan menuntun mereka menuju apa yang selama ini didambakan; terhindar dari praktik pembajakan.
ADVERTISEMENT

NFT dan Blockchain

Dalam buku "NFT & Metaverse: Blockchain, Dunia Virtual & Regulasi", Alexander Sugiharto, Dkk, menerangkan bahwa NFT (Non-Fungible Token) adalah sertifikat aset digital berupa token yang memiliki kode identifikasi unik dan berbeda satu sama lain. Dengan kata lain, NFT adalah sertifikat aset digital yang mewakili hak kepemilikan atas suatu barang, khususnya karya seni digital.
Blockchain adalah teknologi yang digunakan sebagai sistem penyimpanan atau bank data digital dengan konsep keamanan kriptografi. Blockhain juga menjadi fondasi desain arsitektur cyptocurrency Bitcoin yang diciptakan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2008.
Ilustrasi blockchain. Sumber: www.shutterstock.com
Mengutip Ade Chandra Nugraha, dalam artikel jurnal bertajuk "Penerapan Teknologi Blockchain Dalam Lingkungan Pendidikan", blockchain didefinisikan sebagai sebuah sistem penyimpanan data digital yang terdiri dari banyak server.
ADVERTISEMENT
Dalam blokchain, data yang dibuat oleh satu server bisa direplikasi dan diverifikasi oleh server lain. Informasi yang tercatat dalam blockchain dapat berupa transaksi, kontrak, aset, identitas, dan lain sebagainya. Informasi yang tersimpan oleh blokchain bersifat permanen dan transparan.
Blockchain menyimpan seluruh catatan transaksi asal dan pengalihan kepemilikan suatu aset. Struktur protokol blockchain memfasilitasi tidak hanya transfer mata uang digital, tetapi juga aset digital lainnya. Aset yang di maksud dapat berwujud (rumah, mobil, uang tunai, tanah) atau tidak berwujud (kekayaan intelektual, seperti paten, hak cipta, atau merek).
NFT yang menjadi tanda keabsahan kepemilikan serta terenkripsinya karya seni digital oleh blockchain jelas membuat para kreator optimis dengan keampuhan NFT menghalau pembajakan. Namun, anggapan ini sepertinya perlu ditelaah kembali.
ADVERTISEMENT

Optimisme Semu dan Celah Eksploitasi

Merujuk laporan teknovidia.com (14/2/2022), OpenSea, marketplace NFT terbesar di dunia, mewartakan bahwa mereka kini telah membatasi fitur "free minting tool" karena hampir 80% karya seni digital NFT yang dicetak secara gratis menggunakan fitur tersebut di platform mereka merupakan hasil plagiasi, duplikasi, koleksi palsu dan spam
Sementara itu, kumparan.com (14/2/2022) mengabarkan bahwa Cent, marketplace yang menjual NFT kicauan Twitter Jack Dorsey, untuk sementara waktu terpaksa menghentikan sebagian besar transaksi jual-beli seni digital NFT. Ini disebabkan oleh banyaknya karya seni digital yang teridentifikasi plagiat. Adapun, pemberhentian transaksi dalam platform ini telah berjalan sejak 6 Februari 2021.
Karya seni NFT, selain mengandung token sertifikat aset digital, juga mempunyai file digital berupa format-format tertentu. Format-format tersebut berfungsi sebagai medium dari sebuah karya seni digital biasanya berupa jpeg, png, gif, svg, psd, dan lain sebagainya. Format file digital ini hanya tersimpan dalam database komputer saja. Sedangkan, blockchain hanya menyimpan NFT (token sertifikat aset digital) dan catatan transaksi.
ADVERTISEMENT
Keberadaan file digital dari karya seni NFT yang saat ini belum mampu di-cover oleh blockchain menjadi alasan utama mengapa karya digital walau sudah mengandung NFT masih berpotensi untuk di bajak.
Sumber : www.shutterstock.com
Dalam hal ini, database marketplace tidak tertaut dengan jaringan blockchain. Sedangkan NFT, yang merupakan sertifikat aset digital tertaut dan tersimpan dalam jaringan blockchain. Dengan begitu, walau karya sudah mengandung NFT, file digitalnya dapat dengan mudah disalin lalu NFT dimasukkan lagi ke dalam file yang sudah disalin itu, lantas dijual pada marketplace lain.
Memang tindakan itu dapat dicegah apabila semua marketplace NFT menggunakan sistem peer-to-peer Interplanetary File Systems (IPFS) yang mana server database berbasis IPFS ini akan secara otomatis menolak file digital serupa.
ADVERTISEMENT
Tetapi, tidak semua marketplace NFT menggunakan server database berbasis IPFS ini. Sehingga file digital apapun yang berhasil disalin dari suatu marketplace NFT, bisa dicetak dan dijual ke marketplace NFT lainnya, tulis Panca Saujana dalam artikel bertajuk "Menyoal Duplikasi File NFT “Proklamasi”, Copas dan Jual di Toko Lain."
Maka tak heran akhir-akhir ini banyak marketplace NFT yang diberitakan mulai melakukan pengecekan ulang terhadap karya seni NFT yang dijual dalam platformnya. Sebab, apabila marketplace-marketplace itu membiarkan perkara ini, bukan tidak mungkin harga dan nilai dari karya seni NFT menurun drastis. Para kreator seni NFT dan kolektor pun akan menjadi korban yang paling terimbas karenanya.
Asumsi bahwa NFT dapat menjadi solusi atas pembajakan karya seni digital ternyata tidak seperti yang diharapkan. Ironi adalah kata yang paling tepat menggambarkan kenyataan ini. Teknologi NFT dan seluruh optimisme yang hadir karenanya ternyata hanya utopia.
ADVERTISEMENT