Konten dari Pengguna

Mengenal Norbertus Riantiarno, Pendiri "Teater Koma" Asal Kota Udang

Musdalifah Nur
Mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
9 Desember 2020 19:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Musdalifah Nur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Teater Koma adalah sebuah kelompok seni teater yang berdiri pada 1 maret 1977 di Jakarta. Reputasi Teater Koma sudah tidak lagi diragukan tercatat sudah 111 naskah drama (reprtoar) yang dimainkan, baik dipanggung konvensional maupun dilayar televisi. Teater Koma merupakan perkumpulan kesenian yang bersifat non-profit. Sekarang Kelompok teater ini didukung oleh 30 anggota tetap dan 50 orang anggota yang dapat bergabung dengan menyesuaikan waktu mereka, Mereka sering melaksanakan dan menjalankan kiprah kreatifnya diberbagai temapat seperti Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, TVRI, Gedung Kesenian Jakarta dan kota-kota lain diluar Jakarta. Menariknya, Teater Koma yakin bahwa teater bisa menjadi salah satu jembatan menuju suatu keseimbangan batik dan jalan bagi terciptanya kebahagiaan yang manusiawi. Pertanyaanya adalah, Siapa sih Pendiri Teater Koma?. Tokoh utama dalam pendiri Teater Koma adalah Norbertus Riantiarno atau yang biasa disebut N. Riantiarno. selain sebagai pimpinan ia lebih sering bertindak sebagai sutradara, dan penulis skenario. N. Riantiarno lahir di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 6 Juni 1949. Nano berteater sejak tahun 1965 di Kota kelahirannya, Cirebon. Setalah htamat dari SMA pada tahun 1967, ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia di Jakarta. Setelahnya pada tahun 1971 Nano melanjutkan masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya di Jakarta. setelah itu ia bergabung dengan Teguh Karya, salah seorang dramawan terkemuka di Indonesia dan ikut mendirikan Teater populer pada tahun 1968. dan pada tahun 1977 Nano kemudian membangun Teataer Koma yang disebutkan tadi bahwa ini termasuk teater yang paling produktif di Indonesia saat ini.
ADVERTISEMENT
sumber : Pinterest (dari 1001 Indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
sumber : Pinterest (dari 1001 Indonesia)
Karya-karya Nano berupa :
Selain karya Nano, Tetaer Koma juga memanggungkan beberapa karya penulis Dunia dibawah pimpinan Nano diantaranya :
Sumber : Pinterest (dari Obsession News | Berita Analisis, Terpercaya) "Nano Riantiarno Pantang Menyerah Besarkan Teater Koma"
Nano dalam kepenulisanya banyak sekali menulis skenario Film dan televisi dan banyak meraih sebuah penghargaan diantaranya yaitu : Jakarta Jakarta , yang meraih piala Citra pada festival Film Indonesia di Ujung Pandang, pada tahun 1978, karya Sinetronnya Karina meraih piala Vidia pada festival film Indonesia di Jakarta, pada tahun 1987. Nano juga turut Mendirikan majalah zaman pada tahun 1979 dan akhinya bekerja sebagai redaktur pada tahun 1979 hingga 1985. Tidak hanya itu ia juga pernah menjadi pimpinan redaksi pada tahun 2001 hingga pensiun sebagaia wartawan. kini ia hanya berkiprah sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar diprogram pasca sarjana pada sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Suarakarta. Tahun 1998 Nano kerap berkeliling mengamati teater rakyat dan kesenian tradisi baik itu di Indonesia sendiri maupun diluar Negeri seperti Jepang karena mendapat undangan Japan Foundation pada tahun 1987 dan juga pada tahun 1997. kemudian ditahun selanjutnya yaitu tahun 1978 Nano mengikuti Internasional Writing Program di Universitas Lowa, Lowa City, AS. Nano pernah membacakan makalah Tetaer Modern Indonesia di Universitas Conell, Ithaca, AS pada tahun 1990, dan juga dikampus-kampus Sydney, Monash-Melbourn, Adeleide, dan Perth pada tahun 1992. Nano juga pernah menjabat sebagai ketua komite Teater Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1985-1990. juga pernah menjadi anggota Komite artistik seni pentas untuk KIAS (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat) pada tahun 1991-1992. selain itu Nano juga Menulis dan Menyutradarai 4 pentas multi media kolosoal, Yaitu Rama-Shinta pada tahun 1994, Opera Mahabarata tahun 1996, Opera Anoman , dan Bende Ancol tahun 1999.
ADVERTISEMENT
Penghargaan lain yang didapatkan Nano yaitu: Meraih lima hadiah sayembara penulisan naskah Drama Dewan Kesenian Jakarta berturut-turut (1972-1973-1974-1975 dan 1998). juga merebut hadiah sayembara Nakah Drama Anak-anak dari departemen pendidikan dan kebudayaan dengan judul Jujur itu... pada tahun 1978. Novelnya Ranjang Bayi meraih hadiah sayembara Novelet majalah femina, dan novelnya Pecinta senja memenangkan sayembara novel Majalah Kartini pada tahun 1993, dianugerahi Hadiah Seni, piagam kesenian dan kebudayaan dari departemen P&K, atas nama pemeritah RI. karyanya yang paling fenomenal yaitu Sempek Engtay pada tahun 2004 masuk MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai karya pentas yang telah digelar selama 80 kali selama 16 tahun dan dengan 8 pemain serta 4 pemusik yang sama, dan banyak lagi prestasi lainnya yang memukau.
ADVERTISEMENT
Sumber : Pinterest (dari Obsession News | Berita Analisis, Terpercaya) "38 Tahun Teater Koma Tetap Eksis"
Dibalik sosoknya serta prestasinya yang hebat, tidak menutup kemungkinan perjalanan Nano di Dunia perteateran mulus-mulus saja. Nano juga pasti sering mendapati krikil-krikil yang membuat jalannya dalam dunia perteateran tidak semulus rencana. seperti saat Nano menghadapi interogasi, pencekalan dan pelarangan, kecurigaan serta ancama bom ketika akan mementaskan pertunjukannya, tetapi itu semua dihadapi. beberapa karyanya juga pernah batal pentas dengan pihak berwajib. tentu itu dilalui dengan berat hati karena akan mengubah rencana seperti pula saat rencana pementasan Opera Kecoa di 4 tempat di jepang harus gagal karena alasan yang sama.
Sumber: Wikipedia