Konten dari Pengguna

Perjumpaan Saya dengan Buku dan Harapan di Masa Depan

Muthakin Al Maraky
Pendidik di Madrasah Al-Khairiyah Karangtengah Relawan di Komunitas Literasi Damar26
2 Juni 2022 15:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muthakin Al Maraky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Membaca Buku (Sumber gambar pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Membaca Buku (Sumber gambar pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Entah sejak kapan saya mengenal benda itu. Yang saya ingat sedikit, adalah ketika mamang mainan menjajakan barang dagangannya. Hampir satu atau tiga kali dalam seminggu, ia keliling kampung. Gambaran, mobil-mobilan, kelereng, gasing, yoyo, Bp-bpan (boneka dari kertas), gulali, berondong (popcorn), dan komik meramaikan kerinjing dagangan yang dipikulnya.
ADVERTISEMENT
Mamang penjual mainan ini sungguh menarik. Bagaimana tidak, manakala orang tua dan anak-anak tidak mempunyai uang, mamang pedagang mainan ini mempersilahkan kita untuk barter. Semisal, buku-buku bekas, kardus, botol, atum (benda-benda yang terbuat dari plastik) dan lain-lain. Sekiranya benda itu memiliki nilai jual, dan bisa dilebur, mamang itu akan menerimanya.
Saya biasa menukar berondong atau mainan dengan botol-botol bekas. Botol-botol bekas saya dapatkan dari warung Emak. Selain botol saus bekas, di warung juga banyak kardus-kardus yang tidak terpakai. Emak terkadang melarang saya menukarkan kardus-kardus bekas itu. “Kardus-kardus itu mau Emak tukarkan dengan bawang,” katanya.
Pernah suatu ketika saya bosan dengan mainan. Ini terjadi di akhir tahun 90-an. Waktu itu, saya tertarik dengan komik Petruk dan Gareng karya Tatang S yang terjepit di antara mainan. Kalau tidak salah, harga komik itu seribu sampai dua ribu rupiah.
ADVERTISEMENT
Betapa berharganya uang seribu pada tahun 90-an. Berhubung penasaran dengan komik tersebut, akhirnya saya mengumpulkan barang-barang bekas dari warung Emak untuk ditukarkan dengan komik. Jika tidak ada barang-barang bekas untuk ditukarkan, saya hanya bisa menangis. Saya memaksa Emak untuk membeli komik Petruk dan Gareng.
Ada yang hidup dari komik yang ditulis oleh Tatang S. Isinya tidak jauh dari cerita tentang misteri. Seperti pesugihan, kuntilanak, tuyul, dan azab kubur. Jujur, setelah membaca komik itu, entah kenapa iman saya bertambah. Apa lagi setelah membaca komik-komik yang menggambarkan siksa kubur dan siksa neraka, iman saya naik berpuluh-puluh kali lipat. Itulah sentuhan pertama kali saya dengan buku. Sebuah buku komik yang melegenda di zamannya.
ADVERTISEMENT
Hubungan antara saya dengan buku mulai tumbuh. Diam-diam saya mencintai buku. Di perpustakaan SD, saya lebih senang membaca buku-buku dongeng ketimbang buku pelajaran. Tapi sayang, di rak itu hanya ada beberapa buku dongeng. Salah satu buku yang sering saya baca yaitu buku dongeng tentang petualangan kancil terbitan balai pustaka.
Kecintaan saya terhadap buku meningkat setelah melihat dan memperhatikan Abah sering membaca buku agama. Buku-buku milik Abah tersimpan di kotak, lemari bagian atas. Kebanyakan kitab-kitab gundul peninggalan semasa sekolahnya dahulu. Selain kitab gundul, ada beberap kitab-kitab terjemahan seperti Bulughul Maram dan karya-karya Al-Ghazali. Ada juga buku ushul fiqh, fiqh, kumpulan hadits dan kumpulan khutbah jum’at.
Ketertarikan saya kepada buku semakin menggebu manakala Kakak juga mulai menyukai buku. Saya masih ingat salah satu buku koleksi beliau, yaitu buku Wawasan Al-Qur’an yang ditulis oleh Prof. Dr. Quraish Shihab, cendekiawan muslim yang sangat produktif.
ADVERTISEMENT
“Mas mu itu menyisihkan uang gajiannya setiap bulan khusus untuk membeli buku,” kata isteri kakakku.
Ternyata, kecintaan Kakak terhadap buku tidak sebatas hanya iseng. Sampai memiliki isteri, ia masih menyempatkan menyisihkan uang gajiannya untuk membeli buku. Saya cukup kaget ketika memasuki kamarnya, ada satu lemari yang dipenuhi buku-buku tebal tentang agama.
Sekitar tahun 2006/2007, saya mulai mengkoleksi buku, apa pun jenis buku itu saya kumpulkan. Tradisi mengkoleksi buku saya lanjutkan sampai ke jenjang perkuliahan. Di bangku kuliah, saya diperkenalkan dengan berbagai macam bacaan, dari mulai filsafat sampai sastra.
Setelah pulang kuliah, hampir satu minggu sekali saya mengunjungi toko buku. Bagaikan surga, aroma tumpukan kertas di toko buku membuat saya ketagihan untuk mengunjunginya. Berjejer berbagai macam jenis bacaan yang memanjakan mata. Tetap saja hatiku selalu tertarik ke rak sastra, sospol, atau rak budaya.
ADVERTISEMENT
Ketika teman-teman kampus bermain ke rumah, mereka bertanya, “dari mana mendapatkan uang untuk membeli buku-buku itu?” saya sulit untuk menjelaskannya. Tapi yang pasti, ketika saya menginginkan buku itu, saya rela menahan lapar. Saya sisihkan uang jajan sehari-hari demi mendapatkan buku-buku yang saya inginkan.
“Untuk apa buku sebanyak itu?”
“Dibaca tidak. Mubadzir.”
Begitulah komentar dan tanggapan itu berterbangan. Sebenarnya saya ingin menjawab komentar dan tanggapan itu. Saya ingin mengatakan bahwa buku-buku itu saya baca, namun lamban.
Harapan di Masa Depan
Dalam hal membaca saya memang lamban. Untuk mengkhatamkan satu novel saja saya membutuhkan beberapa hari. Apa lagi buku-buku berat seperti buku-buku filsafat, itu membuatku ngantuk. Tapi, ada ikatan yang cukup kuat antara saya dan buku. Ketika saya melihat dan menyentuhnya, ada rasa kebahagian yang muncul. Saya mengharapkan anak cucuku merasakan sensasi kebahagian itu. Benda itu, buku-buku itu harus sampai ke generasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Habibi memang manusia biasa, sama seperti kita. Tetapi Habibi memiliki kebiasaan yang luar biasa, yaitu membaca. Dalam sehari, beliau bisa menghabiskan 6 sampai 7 jam untuk membaca. Dan hasilnya, beliau menjadi manusia genius.
Jika orang lain mampu membaca, kenapa kita tidak. Buku adalah jendela ilmu. Buku adalah jendela dunia. Jika kalian enggan melangkah untuk menikmati kehidupan ini, membacalah!
Saya tak pernah berharap banyak pada tumpukan buku yang saya kumpulkan hari ini. Di akhir tulisan ini Saya hanya ingin mengatakan, saya ingin mewarisi kepada anak cucu saya, bahwa ada sebuah benda yang begitu amat mengasyikkan untuk dijadikan teman duduk. Benda yang sangat begitu berharga. Dan benda itu bernama buku.
ADVERTISEMENT