Konten dari Pengguna

E-Health Wujud Dari Digital Literacy

Nabila Fara
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
20 Januari 2021 13:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nabila Fara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto : blueehr.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto : blueehr.com
ADVERTISEMENT
Selama 20 tahun terakhir, pertumbuhan digital terus meningkat dengan sangat pesat. Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi saat ini sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari seperti keterlibatan politik, manajemen keuangan, pendidikan, dan kesehatan. Perkembangan ini yang menjadi alasan munculnya inovasi-inovasi baru. Akan tetapi, dengan adanya perkembangan digital manusia saat ini harus selalu menghadapi banyak risiko. Oleh karena itu, masyarakat sangat membutuhkan kecerdasan digital. Menurut DQ Institute, kecerdasan digital atau Digital Intelligence Quotient (DQ) adalah seperangkat kompetensi teknis, kognitif, meta-kognitif, dan sosial-emosional yang komprehensif pada nilai moral universal dan kemungkinan individu untuk menghadapi tantangan serta memanfaatkan peluang dalam dunia digital. Kecerdasan yang harus kita miliki salah satunya adalah digital literacy dimana seseorang mampu untuk memanfaatkan, menemukan, dan membuat konten melalui platform digital. Dalam Global Information Society Watch (GISW) 2007, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuntut anggotanya untuk menerapkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembangunan infrastruktur yang terintegritas. Sistem informasi yang dikembangkan meliputi e-goverment, e-learning, e-business, e-health, e-employee, e-environment, e-agriculture, dan e-science (GISW Report, 2007).
ADVERTISEMENT
Tentunya teknologi dan informasi memiliki peran penting untuk menunjang kehidupan masyarakat, salah satunya dalam bidang kesehatan. Angka kesehatan masyarakat akan meningkat ketika pelayanan di rumah sakit juga semakin baik. Namun, saat ini rumah sakit selalu dihadapi oleh suatu permasalahan yaitu durasi waktu tunggu pasien yang cukup lama untuk mendapatkan layanan kesehatan. Hal tersebut bukan saja menjadi permasalahan bagi rumah sakit tetapi juga dengan pasiennya. Mengutip laman kompas.com, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh The Malay Mail (2017) terdapat 26 persen responden meninggalkan perawatan di rumah sakit karena pelayanan yang terlalu lama. Maka dari itu World Health Organization (WHO) menyarankan agar semua rumah sakit di dunia mulai memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Upaya peningkatan mutu pelayanan tersebut direalisasikan dengan menciptakan sistem layanan secara digital atau Electronic Health (E-health). Menurut WHO, e-health diartikan sebagai pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang mendukung berbagai kegiatan dalam bidang kesehatan. Tujuan utama dari e-health adalah mempermudah akses terhadap pelayanan kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan mengurangi biaya. Layanan kesehatan berbasis online memiliki beberapa jenis. Pertama, e-health untuk konsumen. E-health tersebut digunakan untuk memberi informasi kesehatan kepada masyarakat dan memfasilitasi konsultasi kepada dokter tanpa harus tatap muka. Kedua, e-health untuk penyedia layanan kesehatan. Pemanfaatannya untuk fasilitas kesehatan seperti perekapan rekam medis dan peresepan obat di rumah sakit. Ketiga, e-health untuk para akedemisi dan peneliti. E-health menjadi salah satu bagian dari sistem teknologi dan informasi yang dimanfaatkan untuk penyaluran, manajemen, dan pengolahan data kesehatan.
ADVERTISEMENT
Kemajuan teknologi saat ini membawa kesempatan bagi Indonesia untuk mendukung program digital health sebagai ujung tombak dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada April 2019 lalu melaporkan bahwa sebanyak 64,8 persen penduduk Indonesia sudah menggunakan internet. Bahkan, Indonesia menjadi negara ketiga dalam penggunaan smartphone di Asia-Pasifik. Berdasarkan hasil survei lapangan tersebut, tidak menjadi suatu hal yang mustahil bagi Indonesia untuk menerapkan layanan kesehatan dengan menggunakan digital. Terlihat beberapa tahun silam banyak rumah sakit yang sudah menerapkan e-health, seperti di Yogyakarta, Solo, Bandung, Surabaya, Jakarta, dan beberapa kota lainnya. Penggunaan layanan kesehatan secara digital ini membawa banyak keuntungan. Mulai dari pertukaran informasi yang jelas, memudahkan masyarakat mendapatkan layanan kesehatan dengan cepat, adanya edukasi, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan sistem e-health ini sangat bergantung kepada penerimaan dan penggunaan yang dilakukan oleh setiap individu. Berdasarkan Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) keberhasilan sistem e-health dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, performance expectancy yaitu tingkat kepercayaan seorang individu terhadap teknologi e-health. Dengan kepercayaan yang diberikan akan mendorong seorang individu untuk mencoba menggunakan e-health. Setelah menggunakan layanan tersebut mereka akan mengetahui apakah e-health membantu dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah atau tidak. Ketika mereka mendapatkan pelayanan yang memuaskan, maka tidak menutup kemungkinan e-health akan menjadi sebuah plihan untuk memperoleh layanan kesehatan di masa yang akan datang. Kedua, effort expectancy. Aspek kedua ini bergantung pada bagaimana rumah sakit atau suatu lembaga merancang sistem e-health. Sebaiknya fasilitas e-health dirancang semudah dan serinci mungkin, karena kemudahan akan mempengaruhi keputusan masyarakat dalam menggunakan teknologi tersebut. Ketiga, social influence. Aspek ketiga ini menjelaskan bahwa situasi yang sedang terjadi di rumah sakit. Antrian menunggu panggilan dokter yang begitu lama dapat mendorong seorang pasien untuk menggunakan e-health rumah sakit. Keempat, use behaviour dimana perilaku penggunaan sangat bergantung pada kesan pertama memakai electonic health.
ADVERTISEMENT
Namun, pada kenyataannya masih ada beberapa rumah sakit di Indonesia yang belum memanfaatkan teknologi digital dengan baik. Menurut Bank Data Departemen Kesehatan, sebanyak 625 rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah hanya beberapa saja yang menggunakan pelayanan digital sedangkan rumah sakit swasta sudah cukup banyak dalam pemanfaatan teknologi tersebut. Tentunya dalam proses pengembangan e-health terdapat faktor penghambat yang menyebabkan beberapa rumah sakit masih belum bisa menggunakan layanan kesehatan berbasis digital. Pertama, ketersediaan teknologi. Apabila suatu rumah sakit menerapkan sistem electronic health, otomatis akan merombak semua sistem pelayanan. Akan tetapi, masih banyak rumah sakit yang teknologinya belum bisa menunjang penggunaan e-health. Kedua, sumber daya manusia. Saat ini perkembangan teknologi terus meningkat tetapi hal ini tidak sebanding dengan kemampuan masyarakat Indonesia untuk mengikutinya. Sumber daya manusia industri kesehatan yang ada sampai saat ini belum menguasai teknologi secara keseluruhan. Ketiga, sulitnya akses jaringan pada daerah terpencil di Indonesia. Ketika suatu rumah sakit ingin menerapkan e-health, banyak adjustment yang perlu diterapkan. Sistem layanan tersebut membutuhkan infrastruktur informasi dan teknologi yang cukup, kecepatan dalam mengakses internet, dan koneksi serta integrasi dengan pihak rumah sakit. Oleh karena itu, pembangunan infrastuktur yang merata menjadi salah satu tugas besar untuk pemerintah. Nantinya ketika pembangunan infrastruktur sudah merata, sangat memungkinkan seluruh rumah sakit di Indonesia menggunakan e-health sebagai salah satu pemanfaatan teknologi. Keempat, budaya bekerja. Saat ini budaya rumah sakit dan pasien belum terbiasa dengan kehadiran teknologi dan informasi dalam bidang kesehatan. Contohnya, sampai saat ini seorang dokter masih menggunakan tulisan tangan untuk menulis resep obat. Penulisan resep secara manual memiliki kemungkinan yang cukup besar dalam kesalahan pembacaan tulisan dokter oleh apoteker. Apabila seorang dokter mau beradaptasi untuk menulis resep obat dengan cara digital, hal tersebut akan sangat meminimalisir kesalahan. Namun, hal tersebut belum bisa diaplikasikan karena sulitnya meninggalkan budaya bekerja yang sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Revolusi industri 4.0 yang kita hadapi saat ini menjadi satu kesatuan dalam kehidupan manusia. Tentunya teknologi saat ini sangat berpengaruh dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di seluruh dunia khususnya Indonesia. Pemanfaatan teknologi direalisasikan dengan terciptanya layanan kesehatan berbasis digital atau yang disebut dengan electronic health. E-health tidak hanya menguntungkan rumah sakit saja tetapi juga dengan pasiennya. Seorang pasien tidak perlu lagi menunggu lama di rumah sakit untuk mendapatkan layanan kesehatan. Dalam e-health sudah tertera nomor urut pasien dan update-an terbaru nomor yang sedang dipanggil. Dengan begitu pasien dapat memperkirakan waktu kedatangannya. Namun, masih ada banyak rumah sakit di Indonesia yang belum menerapkan layanan ini. Hal tersebut disebabkan oleh teknologi yang belum memadahi, rendahnya penguasaan teknologi, budaya lama yang sulit berubah, dan sulitnya akses jaringan di daerah terpencil.
ADVERTISEMENT