Konten dari Pengguna

Simone de Beauvoir Menjawab: Selain Donatur Dilarang Ngatur

Nabilah Ayu
Nabilah Ayu, mahasiswi Sastra Inggris Universitas Gunadarma. Menulis sejak SMA, mulai dari cerpen, puisi, novel, hingga kini menekuni artikel.
8 Juni 2025 15:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari Nabilah Ayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Dok. Pribadi, Nabilah Ayu
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Dok. Pribadi, Nabilah Ayu
ADVERTISEMENT
Salah satu pernyataan yang sempat viral ‘Selain donatur dilarang ngatur’ viral menjadi perdebatan dari beberapa waktu lalu di salah satu platform media sosial memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Ada yang menanggapi sebagai sebuah candaan alias tidak dibawa serius, namun ada juga yang menganggap bahwa sebenarnya pernyataan tersebut merupakan bentuk kontrol terselubung terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya sih, perdebatan semacam ini wajar-wajar saja, karena setiap pernyataan publik, apalagi yang menyangkut dengan isu gender selalu mengundang pro dan kontra. Namun, penting juga untuk menelaahnya lebih dalam, terutama dalam perspektif seperti feminisme.
Memahami Relasi ‘Donatur-Yang Ngatur’
Secara definisi, kata ‘donatur’ menurut KBBI adalah orang yang memberikan sumbangan berupa uang kepada suatu perkumpulan dan sebagainya secara tetap, dan kata ‘Ngatur’ yang diambil dari kata ‘Mengatur’ menurut KBBI adalah membuat atau menyusun sesuatu menjadi teratur.
Dalam konteks ini kata ‘Donatur’ diasosiasikan dengan lelaki yang memberikan uang secara rutin kepada pasangannya (perempuan) dan ‘Ngatur’ diartikan sebagai mengambil kendali atau kuasa atas keputusan dalam hubungan tersebut. Artinya, hanya pihak yang memberi (donatur) yang dianggap memiliki hak untuk mengatur, sedangkan yang menerima, yaitu perempuan, berada dalam posisi dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Jika kita telaah melalui pandangan Simone de Beauvoir, seorang filsuf dan feminis modern asal Prancis, ungkapan ini menyiratkan masalah struktural yang lebih dalam. Beauvoir cukup terkenal dengan pernyataannya yang berbunyi ‘One is not born, but rather becomes a woman’ yang berarti seseorang tidak dilahirkan sebagai perempuan, melainkan menjadi perempuan.
Maksudnya gimana sih? Jadi maksud dari pernyataannya si Beauvoir barusan, adalah bahwa menjadi perempuan bukan hanya berdasar kodrat biologis semata, namun juga dibentuk dari proses sosial untuk menyesuaikan diri dari harapan-harapan masyarakat.
Selain itu, Beauvoir mengeluarkan pernyataan tersebut untuk melawan diskriminasi gender terhadap perempuan dan menentang tesis dari kelompok esensialis yang mengatakan bahwa perempuan terlahir feminin pada eranya.
ADVERTISEMENT
Kata feminin di sini merujuk kepada kata yang diciptakan dari konstruksi sosial tentang perempuan yang diharuskan untuk bersifat lembut, cantik, emosional, pasif, dan penyayang.
Simone de Beauvoir: Perempuan di Masyarakat Sebagai ‘Liyan’
Lalu apa sih hubungannya dengan pernyataan ‘Selain donatur dilarang ngatur’? Tentu saja hal tersebut berkaitan dengan hal yang justru merujuk kepada masalah utama di abad ke-20. Sehingga, Beauvoir merasa perlu mengutarakan isi pikirannya yang kemudian dituliskan dengan judul Le Deuxieme Sexe (The Second Sex) yang pertama kali terbit pada tahun 1949.
Dalam pernyataan ‘Selain donatur dilarang ngatur’ secara tidak langsung berusaha menjadikan para perempuan untuk tetap bersikap pasif dan menggantungkan dirinya kepada pasangannya. Membiarkan lelaki untuk memegang kontrol atau kendali dalam suatu hubungan. Dalam kacamata Simone de Beauvoir, hal tersebut disebut the one, subjek, pemegang kendali. Sedangkan yang lain, yaitu perempuan, disebut liyan, objek, yang hanya ‘ada’ karena definisi pihak lain.
ADVERTISEMENT
Tentu saja hal seperti ini membatasi ruang perempuan untuk bergerak, dan juga membuat perempuan kerap kali dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena perempuan hanya dianggap sebagai objek pasif di sini.
Menjadi Subjek: Solusi dari Beauvoir
Lalu adakah solusi dari permasalahan ini? Tak perlu khawatir, Beauvoir juga memberikan solusi kok! Beliau menawarkan setidaknya ada tiga hal yang dapat perempuan lakukan untuk menjadi subjek atau the one, salah satunya adalah dorongan agar perempuan bekerja dan mandiri secara ekonomi. Dengan cara ini, perempuan bisa menjadi subjek bagi dirinya sendiri, yang memiliki kendali atas tubuh, pilihan, dan hidupnya, tanpa bergantung pada kontrol pasangan.
Jika digunakan dalam konteks yang sedang dibahas kali ini ternyata ada benarnya juga loh! Dengan demikian, perempuan dapat terhindar dari perilaku ‘mengontrol’ yang dilakukan oleh lelaki atau pasangan mereka, yang dapat membatasi serta mengikis ruang kebebasan mereka.
ADVERTISEMENT
Para perempuan harus menjadi subjek atau sesuatu yang memegang kendali atas dirinya sendiri berdasarkan apa yang mereka ingin lakukan dan sebagainya, tanpa harus menggantungkan hal-hal tersebut terhadap keputusan dari para lelaki. Sehingga, mencegah para perempuan untuk diperlakukan semena-mena atau dipandang sebelah mata.
Perempuan Bukan Properti
Para perempuan bukan objek pasif dalam relasi. Mereka memiliki kendali penuh atas diri mereka sendiri, tentang bagaimana cara mereka bersikap ataupun berperilaku, tanpa intervensi pihak lain termasuk pasangannya.
Perempuan bukanlah barang atau properti yang bisa ‘diatur’ hanya karena ada hubungan finansial. Mereka adalah individu utuh yang layak dihargai dan didengar. Kini saatnya perempuan mendefinisikan dirinya sendiri, bukan oleh donatur, bukan oleh konstruksi sosial, tetapi oleh dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT