Konten dari Pengguna

Humor seksual pada iklan: Lucu atau Terlalu Berlebihan?

Nadhifa Nada Nisrina
Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Brawijaya dan Pemagang di Institut Humor Indonesia Kini
26 November 2024 14:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadhifa Nada Nisrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi menonton iklan. Foto: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menonton iklan. Foto: pexels.com
ADVERTISEMENT
Apa jadinya jika iklan yang dirancang untuk menghibur justru menimbulkan kontroversi? Wild Willies, merek produk perawatan pria, menjadi viral dengan humor seksual yang kontroversial dan “berani.” Maksudnya mungkin untuk membuat orang tertawa, tetapi banyak yang justru merasa tidak nyaman. Wild Willies adalah merek yang menawarkan produk perawatan pria, seperti produk untuk janggut, kumis, dan rambut. Pada tahun 2024, mereka meluncurkan sebuah iklan di televisi yang menggambarkan bagaimana pria yang memakai produk mereka dapat menarik perhatian wanita hanya dengan melintas di depan mereka. Humor seksual digunakan untuk menunjukkan "daya tarik" luar biasa dari produk tersebut.
Ilustrasi pakaian dalam. Foto: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pakaian dalam. Foto: pexels.com
Akibatnya, muncul adegan dalam iklan yang menunjukkan reaksi wanita hingga digambarkan dengan istilah panty dropper atau "perosot celana dalam." Humor ini dimaksudkan untuk menggambarkan efek luar biasa produk tersebut, tetapi justru dianggap terlalu vulgar oleh banyak audiens. Pendekatan seperti ini menuai kritik karena dianggap tidak pantas oleh sebagian besar penonton. Dalam dunia pemasaran, humor adalah pedang bermata dua. Jika berhasil, ia dapat memperkuat citra merek, tetapi jika gagal, bisa menjadi bumerang yang merusak reputasi perusahaan. Wild Willies mengambil pendekatan dengan teknik exaggeration (berlebihan) untuk menarik perhatian. Teknik ini melibatkan penggambaran manfaat secara hiperbolis agar pesan "efek luar biasa" dapat disampaikan dengan cepat dan mudah diingat oleh audiens.
ADVERTISEMENT
Namun, humor yang tidak relevan atau berlebihan berisiko menyinggung perasaan audiens. Gulas (2006) dalam bukunya Humor in Advertising menjelaskan bahwa humor dalam pemasaran akan efektif jika sesuai dengan nilai-nilai dan preferensi audiens. Ketika iklan seperti Wild Willies menyimpang dari norma sosial, risikonya adalah munculnya respons negatif yang justru dapat merusak citra merek. Humor sebenarnya memiliki potensi untuk memperkuat hubungan emosional dengan konsumen. Misalnya, humor yang relevan dan tidak ofensif dapat menciptakan kesan positif yang bertahan lama, membuat konsumen lebih mudah mengingat merek tersebut.
Selain itu, teori Audience Reception dari Stuart Hall juga menjelaskan bahwa latar belakang budaya dan nilai-nilai sosial audiens berperan besar dalam cara mereka menafsirkan sebuah pesan humor. Dalam kasus Wild Willies, sebagian orang mungkin menganggap iklan ini "kreatif" dan "segar," sementara yang lain merasa risih karena pesan seksualnya dianggap melanggar norma sosial. Perbedaan interpretasi ini menyoroti pentingnya memahami audiens sebelum merancang sebuah kampanye pemasaran.
ADVERTISEMENT
Beda tipis antara "kreatif" dan "berlebihan" sering kali tergantung pada cara pesan seksual disampaikan. Di Barat, iklan dengan elemen seksual kadang dianggap cerdas jika menggunakan humor yang subtil atau menyisipkan simbolisme yang halus. Namun, jika terlalu eksplisit seperti iklan Wild Willies, audiens bisa menganggapnya vulgar karena pesan seksualnya terlalu terang-terangan, bahkan menyasar area sensitif. Ini menjadi lebih bermasalah ketika iklan ditayangkan di televisi komersial, yang memiliki audiens luas dengan latar belakang yang beragam. Sebagai perbandingan, beberapa merek seperti parfum sukses menggunakan simbol-simbol sugestif tanpa melampaui batas, sehingga dianggap elegan dan cerdas.
Di era media sosial, respons audiens terhadap iklan seperti ini menyebar lebih cepat dan lebih luas. Dalam kasus Wild Willies, banyak penonton yang mengungkapkan perasaan tidak nyaman mereka secara terbuka di platform seperti Twitter dan Instagram. Reaksi negatif yang viral ini menunjukkan bahwa strategi humor seksual memiliki risiko tinggi, terutama jika kontennya tidak disesuaikan dengan audiens.
ADVERTISEMENT
Melihat respons beragam terhadap iklan Wild Willies, pertanyaannya adalah, apakah risiko dari strategi seperti ini sepadan dengan hasilnya? Humor yang relevan dan lebih ramah audiens mungkin dapat menghasilkan efek yang sama tanpa menciptakan kontroversi. Banyak merek lain yang berhasil menggunakan humor tanpa menyinggung, membuktikan bahwa pendekatan ini tetap dapat menjangkau audiens secara luas. Humor yang cerdas dan menghormati nilai-nilai sosial mampu menarik perhatian sekaligus membangun hubungan positif dengan konsumen.
Kesimpulannya, humor dalam pemasaran memang menarik perhatian, tetapi harus dikelola dengan hati-hati. Riset terhadap audiens dan konteks budaya menjadi sangat penting untuk memastikan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Humor, pada dasarnya, adalah eksperimen kreatif yang hasilnya bisa berbeda-beda. Jika berhasil, humor mampu menciptakan ikatan emosional yang positif dan membuat merek lebih diingat. Namun, jika gagal, dampaknya bisa fatal bagi reputasi perusahaan.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menurut Anda? Apakah humor yang menimbulkan kontroversi seperti ini benar-benar efektif dalam mempromosikan sebuah produk? Atau justru sebaiknya merek berfokus pada pendekatan yang lebih aman tetapi tetap kreatif?