Konten dari Pengguna

Strategi Kontroversial Rabbani: Humor sebagai Pedang Bermata Dua?

Nadhifa Nada Nisrina
Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Brawijaya dan Pemagang di Institut Humor Indonesia Kini
17 Desember 2024 16:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadhifa Nada Nisrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Papan Iklan. Foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Papan Iklan. Foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Rabbani, merek busana muslim ternama di Indonesia, sering menjadi sorotan publik karena kampanye iklan yang memicu kontroversi. Beberapa billboard mereka berhasil mencuri perhatian, namun sering kali justru menuai kritik keras dari masyarakat. Sebagai contoh, iklan dengan slogan "Qurban itu ga wajib, yang wajib itu berhijab" menampilkan kambing berhijab, yang dianggap tidak peka terhadap nilai agama dan budaya. Tidak hanya itu, kampanye lain seperti slogan bernada sarkastik atau visual yang dianggap terlalu provokatif menunjukkan pola yang serupa.
ADVERTISEMENT
Apakah Ini Strategi Marketing?
Pertanyaan besar yang muncul adalah apakah Rabbani sengaja menggunakan pendekatan kontroversial ini sebagai strategi marketing. Dalam dunia periklanan, strategi semacam ini dikenal dengan istilah shock advertising, di mana unsur kejutan atau kontroversi digunakan untuk menarik perhatian besar dalam waktu singkat. Meski strategi ini berisiko, beberapa merek menggunakannya untuk menciptakan percakapan dan meningkatkan eksposur, terutama di era media sosial.
Dalam kasus Rabbani, kampanye mereka hampir selalu menjadi pembicaraan hangat. Namun, apakah dampak viral ini cukup untuk membangun loyalitas pelanggan, atau justru merusak citra merek? Studi Weinberger dan Gulas (1992) dalam Humor in Advertising menyebutkan bahwa humor atau elemen kontroversial hanya efektif jika sesuai dengan nilai dan ekspektasi audiens target.
ADVERTISEMENT
Analisis Humor dalam Iklan Rabbani
Humor memang menjadi elemen penting dalam banyak kampanye pemasaran. Menurut teori Incongruity yang dijelaskan oleh Kant dan dikembangkan lebih lanjut oleh Attardo, humor muncul dari ketidaksesuaian atau kejutan dalam konteks tertentu. Dalam iklan Rabbani, elemen kejutan hadir, namun sering kali melampaui batas yang bisa diterima masyarakat. Contoh kasus kambing berhijab menunjukkan ketidaksesuaian yang terlalu jauh sehingga lebih menimbulkan kebingungan daripada tawa.
Teori Incongruity-Resolution juga menegaskan bahwa humor hanya berhasil jika audiens dapat memproses ketidaksesuaian tersebut hingga menemukan resolusi yang menyenangkan. Dalam konteks ini, Rabbani tampaknya gagal memberikan resolusi yang memadai, sehingga pesan yang disampaikan justru dianggap menyinggung nilai-nilai agama.
Respons Publik terhadap Kontroversi
Media sosial menjadi platform utama bagi publik untuk menyuarakan opini mereka terhadap iklan Rabbani. Banyak yang mengkritik bahwa kampanye ini tidak menghormati esensi nilai budaya dan religius masyarakat Indonesia. Namun, di sisi lain, ada pula yang mengapresiasi keberanian merek ini dalam mengambil risiko untuk menyampaikan pesan berbeda.
ADVERTISEMENT
Menurut Humor Effectiveness Model, keberhasilan humor dalam iklan bergantung pada relevansi, penerimaan audiens, dan ketidaksesuaian yang tidak berlebihan. Iklan Rabbani sering kali gagal memenuhi aspek-aspek ini, sehingga menuai lebih banyak kritik daripada apresiasi.
Kasus Rabbani memberikan beberapa pelajaran penting bagi dunia periklanan:
Dengan belajar dari kritik yang diterima, Rabbani dan merek lain di industri serupa dapat lebih bijak dalam merancang kampanye yang tidak hanya menarik perhatian tetapi juga membangun hubungan positif dengan audiens mereka.
ADVERTISEMENT