Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Aborsi dalam Hukum dan Agama: Antara Nyawa yang Darurat dan Jiwa yang Selamat
10 April 2022 11:55 WIB
Tulisan dari NADHIRA HANINDHIYA PUTRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tidak sedikit yang menganggap bahwa aborsi merupakan pilihan terbaik sebagai jalan keluar satu-satunya dari kehamilan yang tidak direncanakan. Pelaksanaan aborsi masih sering dilakukan secara ilegal. Bukan hanya dokter, tetapi bisa juga bidan, dan dukun beranak yang melakukannya. Nyatanya, aborsi ilegal dapat mengancam nyawa, juga berisiko seseorang akan mengalami gangguan kecemasan jangka panjang. Berbagai pandangan muncul dari aspek hukum, agama, maupun kesehatan. Hukum aborsi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Dalam hukum tersebut, aborsi di Indonesia tidak diizinkan, kecuali untuk situasi darurat yang mengancam nyawa ibu maupun janin, serta bagi korban perkosaan. Menggugurkan kandungan dengan alasan keselamatan medis hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari ibu hamil dan pasangannya (kecuali bagi korban perkosaan) dan penyedia layanan kesehatan berwenang. Namun, pada praktiknya aborsi masih sering dilakukan secara ilegal.
ADVERTISEMENT
Seperti pada tahun 2016, kasus dokter membuka praktik aborsi klinik di kawasan Jakarta Pusat kian ramai diberitakan. Akhirnya dokter tersebut mendapatkan hukuman penjara selama tiga bulan. Tidak hanya itu, sekitar tahun 2012 ada seorang dokter yang telah menjalankan praktiknya selama kurang lebih 30 tahun dan mengaku telah melakukan praktik aborsi hingga tidak ingat jumlahnya.
Beralih ke pandangan agama, sebagian dari totoh-tokoh agama setuju bila aborsi dilakukan karena membahayakan nyawa perempuan. Banyak yang berpendapat bahwa nyawa sang ibu lebih penting dibanding nyawa fetus yang dikandungnya karena ibu diperlukan untuk merawat anak-anak lain dan keluarganya. Tokoh-tokoh agama Islam cenderung memiliki pandangan yang lebih toleran dibandingkan dengan tokoh-tokoh agama Kristen. Di antara tokoh agama Islam, pandangan mereka tentang aborsi berbeda tergantung aliran yang diikutinya. Aliran Imam Hanafi menyetujui dilakukannya aborsi sampai 120 hari setelah konsepsi, sementara aliran Syafii dan Hambali percaya bahwa aborsi hanya dapat dilakukan dalam kurun waktu sebelum usia 40 hari setelah masa konsepsi.
ADVERTISEMENT
Mengapa berbeda? Batas usia 40 hari ini muncul karena didasarkan pada keadaan manusia yang mulanya berada dalam rahim ibu selama 40 hari, kemudian menjadi alaqah dan mudgah selama masa yang sama. Lalu Tuhan mengutus seorang malaikat dan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya dan menetapkan rezeki, ajal, amal, bahagia atau sengsara. Sedangkan, pendapat yang membolehkan aborsi sebelum janin berusia 120 hari menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan selama janin masih dalam bentuk segumpal daging atau darah dan belum terbentuk anggota badan.
Pada akhirnya, aborsi masih menjadi pertentangan dalam pelaksanaannya. Sebagai calon orang tua juga tidak mudah untuk memutuskan aborsi dengan alasan apapun. Oleh karena itu, sebelum memutuskan aborsi harus ada diskusi antara dokter, pasien, dan suaminya (atau keluarga jika korban perkosaan), serta melihat dari kondisi medis yang mengancam jiwa atau sisi hukum yang memperbolehkan aborsi. Tidak lupa juga untuk meminta petunjuk kepada Tuhan, sang pemberi kehidupan, karena sejatinya aborsi adalah menghilangkan kehidupan seorang calon anak.
ADVERTISEMENT