Konten dari Pengguna

Menikah Sebelum Menikah

Moh dzaky Amrullah
sedang kuliah di STIBA AR-RAAYAH
23 Maret 2022 17:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Moh dzaky Amrullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
unsplash.com (gambaran orang sedang belajar di masjid)
zoom-in-whitePerbesar
unsplash.com (gambaran orang sedang belajar di masjid)
ADVERTISEMENT
Bangunan tinggi yang sudah berdiri kokoh dua puluh tahun lamanya itu kini dipenuhi nyanyian burung gereja. Pohon-pohon penyimak nyanyian burung gereja ikut berdendang bersama irama yang senada dengan suara dosen yang sedang duduk diatas kursi menyampaikan materi.
ADVERTISEMENT
Tak seperti hari-hari sebelumnya, hari ini cuaca sangat cerah, namun pemuda periang itu dadanya sedang dipenuhi mendung, hujannya belum turun, belum bisa menjadi cuaca cerah, masih mengepul dalam dada, dan ada sesuatu yang belum selesai.
Arman terlihat khusyuk mendengarkan dosen menjelaskan bab Talak. Khusyuk, seakan masjid yang digunakan sebagai ruang belajar adalah milik mereka berdua, Arman dan sang dosen. Sesekali dosen menunjuk salah satu mahasiswanya untuk menjawab pertanyaan yang ia lemparkan, sebagai tanda materi yang disampaikan sudah dipahami semua peserta kuliah.
Mata Arman masih kokoh menatap wajah dosen yang masih bersemangat menjelaskan materi. Sampai pada ketika Arman menjadi sasaran pertanyaan dosen. “Jadi apa kesimpulan pelajaran kali ini Man?,” tanya dosen. Arman yang saat itu masih dalam dunia khayalan terkejut bukan kepalang namanya disebut. Ia pun hanya bisa melihat ke arah teman di sampingnya, berusaha mendapat ilham dari teman di dekatnya.
ADVERTISEMENT
“Saya ingin nikah Ustadz,” jawab Arman disertai tawa teman sekelas. bagaimana mungkin semua teman-temannya tidak tertawa, sebab jawaban Arman jauh dari pertanyaan yang diajukan dosen. Pertanyaan dosen berkaitan dengan talak, Arman malah menjawab tentang bab nikah.
Dosen menyuruh semua peserta di ruangan itu untuk diam. Kelas belajar kembali hening, dosen pun kembali menerangkan bab talak pada Arman dan teman-temannya.
Wajah Arman sekarang ditujukan pada langit-langit masjid, ia menatapnya seperti sedang menatap dosen, namun ia sekarang menatap seakan sedang berharap. Berharap keajaiban datang menghapus mendung yang sedang bergemuruh di dadanya.
Kembali Arman memutar kaset dua bulan yang lalu, memikirkan materi dosen tentang bab nikah, tentang tujuan menikah, tentang siapa yang sudah siap menikah. Arman melihat dirinya di sana, ia melihat dirinya sedang berada dalam pelajaran yang telah berlalu dua bulan yang lalu. Bab nikah.
ADVERTISEMENT
Sudahkah Arman siap menjalani kehidupan pernikahan. Semua yang disampaikan dosen waktu itu seakan berbanding terbalik dengan apa yang telah dipersiapkan Arman. Arman berharap bisa menikah dengan anak kepala desa karena hartanya banyak, namun pelajaran yang didapat Arman adalah memilih perempuan karena perempuan itu memiliki pemahaman agama yang bagus.
Bagaimana mungkin Arman harus merelakan kehidupannya untuk wanita yang tidak paham agama. Arman takut akan terjerumus pada kemauannya yang ingin memiliki anak kepala desa sebab kecantikan dan hartanya. Sekarang pikiran Arman sedang berperang dengan hatinya. Hatinya mengatakan bahwa ia harus memilih perempuan yang paham agama, karena sang dosen mengajarkan begitulah harusnya memilih perempuan, paham agama.
Dosen sering kali menyampaikan bahwa menikah bukan hanya menyatukan dua insan, bukan hanya menyatukan antara dua hati yang berbeda. Namun antara dua keluarga, antara hari-hati yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Dosen sering menyampaikan jangan sampai tujuan menikah yang notabene adalah mengarungi kehidupan seumur hidup ini menjadi keinginan menikmati kehidupan satu malam pertama bersama istri yang cantik rupawan. Menikah lebih dari itu semua, menikah adalah saling menyempurnakan satu sama lain.
Arman masih menatap langit-langit masjid, membayangkan dirinya sedang berada dalam kehidupan pernikahan, sedang jam pelajaran sudah berakhir. Arman lupa, bahwa dia telah melewatkan sesuatu yang lebih penting dari sekadar mengkhayal. Yaitu mendengarkan pelajaran yang sulit untuk diulang kembali.