Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Kecerdasan Buatan dan Logika Ilmiah: Tantangan dan Peluang
4 April 2025 16:54 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari NADINE PRISCILLA ARDELIA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Seiring berkembangnya zaman, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak aspek kehidupan kita yang berpindah ke ranah digital. Pada masa ini kita hidup di era evolusi dari era society 4.0 yaitu era society 5.0, yang dimana banyak masyarakat yang lebih berpusat pada pemanfaat teknologi seperti IoT dan AI. Dalam era digital yang semakin maju, kecerdasan buatan atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan AI (Artificial Intelligence) telah menjadi topik yang tak terhindarkan dalam diskusi ilmiah dan filosofis. Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana teknologi ini berhubungan dengan logika ilmiah yang telah lama menjadi landasan pengetahuan manusia. Artikel ini akan mengeksplorasi tantangan dan peluang yang muncul dari pertemuan antara Al dan metode penyelidikan ilmiah. Kita akan meninjau bagaimana Al dapat mempengaruhi cara kita memahami dan menerapkan logika ilmiah, serta implikasinya terhadap fondasi filosofis pengetahuan kita. Mari kita telusuri bersama bagaimana revolusi Al ini dapat membentuk kembali lanskap pengetahuan ilmiah di masa depan.
ADVERTISEMENT
AI telah membuka cakrawala baru dalam penyelidikan ilmiah, menghadirkan tantangan sekaligus peluang yang menarik. Menurut penelitian Krenn et al. (2022), AI dapat berkontribusi pada pemahaman ilmiah melalui tiga dimensi utama, yaitu:
ADVERTISEMENT
Meskipun AI menawarkan potensi besar untuk memajukan pengetahuan ilmiah, penting untuk menjaga keseimbangan antara simulasi dan pemahaman. Tantangan ke depan dalam pengembangan sistem AI adalah menciptakan kemampuan untuk tidak hanya menghasilkan prediksi, namun juga mengenali konsekuensi kualitatif dari suatu teori tanpa harus melakukan perhitungan rinci.
FONDASI FILOSOFIS PENGETAHUAN ILMIAH
Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Fondasi filosofis pengetahuan ilmiah terdiri dari tiga pilar utama yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi berfokus pada sifat realitas yang dapat diobservasi dan diuji secara empiris. Epistemologi membahas asal-usul dan batasan pengetahuan, menekankan pentingnya observasi sistematis, eksperimen, dan penalaran logis. Aksiologi berkaitan dengan nilai dan tujuan penyelidikan ilmiah.
Metode Ilmiah dan Penalaran
Charles Sanders Peirce mengintegrasikan rasionalisme Cartesian dengan observasi empiris, mengusulkan tiga bentuk penalaran sebagai inti metodologi ilmiah yaitu induktif, deduktif, dan abduktif (Åsvoll, 2013). Penalaran abduktif digunakan untuk mencapai teori yang paling masuk akal. Peirce menekankan bahwa objek studi ilmiah adalah fenomena “nyata” yang ada terlepas dari persepsi manusia.
ADVERTISEMENT
HAKIKAT PENGETAHUAN ILMIAH DAN PENGETAHUAN NON-ILMIAH
Definisi dan Karakteristik
Pengetahuan ilmiah dicirikan oleh metode sistematis, rasional, dan dapat diverifikasi, sementara pengetahuan non-ilmiah mungkin tidak memiliki pendekatan yang ketat (Taufik Ridho Iano et al., 2024). Pengetahuan ilmiah memiliki tiga karakteristik utama, yakni keaslian, objektivitas, dan komunalitas. Keaslian mengacu pada sifat pengetahuan yang baru dan belum pernah diketahui sebelumnya. Objektivitas merujuk pada fakta bahwa pengetahuan ilmiah harus bebas dari bias pribadi dan didasarkan pada bukti empiris yang dapat diverifikasi. Sementara itu, komunalitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diakses dan dikritik oleh komunitas ilmiah untuk memastikan validitas dan keandalan temuan-temuannya. Manusia, sebagai penerima dan pengembangan pengetahuan, memiliki komponen fisik, intelektual, dan spiritual yang memungkinkan mereka untuk menyerap dan mengembangkan informasi (Fadhilah et al., 2023). Pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber, termasuk pengalaman, akal, lembaga pendidikan, dan wahyu ilahi (Fadhilah et al., 2023). Ilmu pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis berdasarkan teori-teori yang telah divalidasi melalui metode-metode ilmiah yang diakui dalam bidang kajian tertentu. Ilmu pengetahuan bukan hanya sekadar fakta melainkan pengujian serta pengembangan berkelanjutan terhadap pengetahuan.
ADVERTISEMENT
PELUANG DAN TANTANGAN KECERDASAN BUATAN DALAM LOGIKA ILMIAH
Potensi Transformatif AI dalam Penemuan Ilmiah
AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan penemuan ilmiah dengan cara yang revolusioner. Menurut laporan OECD, AI dapat mengotomatisasi tuga-tugas berulang dan meningkatkan skala serta kecepatan pemrosesan data dalam penelitian ilmiah. Hal ini memungkinkan para ilmuwan untuk fokus pada aspek-aspek yang lebih kreatif dan strategis dari pekerjaan mereka. Selain itu, AI juga berpotensi untuk mendemokratisasi akses ke alat dan teknik canggih, memberdayakan lebih banyak peneliti di seluruh dunia. Sehingga AI dapat meningkatkan kolaborasi antara manusia dengan mesin.
Tantangan dan Penerapan AI untuk Ilmu Pengetahuan
Meskipun AI terlihat sangat menjanjikan, AI dalam ilmu pengetahuan tetap menghadapi beberapa tantangan yang signifikan. Menurut laporan OECD, salah satu masalah utama adalah skalabilitas, di mana pendekatan pembelajaran mesin statistik saat ini membutuhkan data dalam jumlah besar yang seringkali tidak tersedia dalam banyak domain ilmiah. Selain itu, anotasi dan pelabelan dataset ilmiah yang besar memakan waktu banyak dan sulit karena variabilitas data yang tinggi. Selain itu juga, menurut studi OECD, sifat “kotak hitam” dari teknik AI saat ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pertama dan penjelasan kausal yang diperlukan dalam sains. Tantangan lain termasuk representasi data yang tepat dan kebutuhan akan pendekatan berbasis model yang lebih selaras dengan penalaran ilmiah.
ADVERTISEMENT
Implikasi Etis dan Kebijakan
Penggunaan AI dalam ranah ilmiah memunculkan sejumlah pertimbangan etis yang signifikan dan mendesak untuk diperhatikan. Masyarakat ilmiah dan para pemangku kepentingan terkait perlu mengkaji secara mendalam implikasi etis dari implementasi AI dalam aktivitas ilmiah, guna memastikan bahwa kemajuan dari alat bantu ini sejalan dengan prinsip-prinsip etika dan tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Meskipun AI memberikan banyak manfaat, seperti aksesibilitas dan kemudahan, ada kekhawatiran tentang potensi ketergantungan dan penurunan kemampuan berpikir kritis (Rusman et al., 2023). ada penelitian Salsabilla, Hadi, Pratiwi, & Mukarromah (2023) juga menyatakan bahwa ada dampak negatif seperti kekhawatiran akan keamanan data pribadi dan potensi persaingan kerja di masa depan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang proaktif untuk melatih ulang dan meningkatkan keterampilan para pekerja guna perubahan ini.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, kecerdasan buatan telah membuka banyak peluang baru sekaligus menimbulkan tantangan bagi logika ilmiah. Peneliti dan ilmuwan harus tetap kritis dalam mengevaluasi klaim dan hasil yang dihasilkan oleh AI. Meskipun AI dapat mempercepat proses penemuan, metode ilmiah tradisional tetap penting untuk memvalidasi penemuan. Keseimbangan antara inovasi teknologi dan prinsip-prinsip dasar penyelidikan ilmiah juga sangat diperlukan. Dengan pendekatan dan pemakaian yang bijaksana, AI dan logika ilmiah dapat saling melengkapi untuk memajukan pengetahuan manusia. Tantangan etis juga perlu untuk terus diatasi agar perkembangan AI tetap sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan ilmu pengetahuan di masa mendatang akan sangat bergantung pada kolaborasi yang sinergi antara kemampuan intelektual manusia dan kecerdasan buatan. Perpaduan harmonis antara kecerdasan alami manusia dan kecerdasan buatan yang diciptakan oleh teknologi akan menjadi faktor penentu dalam mengembangkan terobosan-terobosan baru berbagai bidang ilmu pengetahuan.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Åsvoll, H. (2013). Abduction, deduction and induction: Can these concepts be used for an understanding of methodological processes in interpretative case studies?. International Journal of Qualitative Studies in Education, 27(3), 289–307. https://doi.org/10.1080/09518398.2012.759296
Ansharullah. (2009). Pengantar Filsafat. Kuala: LPKU.
Dinata, S. (2021). Epistemologi kritisisme Immanuel Kant. KANZ PHILOSOPHIA, 7, 223. https://www.researchgate.net/publication/360679947_EPISTIMOLOGI_KRITISISME_IMMANUEL_KANT
Fadhilah, Yeni Erita, & Desyandri. (2022). Hakikat manusia sebagai penerima dan pengembang ilmu pengetahuan. Didaktik: Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas Mandiri, 8(2), 1–9. https://doi.org/10.36989/didaktik.v8i2.563
Krenn, M., Pollice, R., Guo, S. Y., Aldeghi, M., Cervera-Lierta, A., Friederich, P., Dos Passos Gomes, G., Häse, F., Jinich, A., Nigam, A., Yao, Z., & Aspuru-Guzik, A. (2022). On scientific understanding with artificial intelligence. Nature Reviews Physics, 4(12), 761–769. https://doi.org/10.1038/s42254-022-00518-3
ADVERTISEMENT
OECD. (2023). Artificial intelligence in science: Challenges, opportunities and the future of research. OECD Publishing, Paris. https://doi.org/10.1787/a8d820bd-en
Zahra Salsabilla, K. A., Tasya Diva Fortuna Hadi, Widya Pratiwi, & Siti Mukaromah. (2023). PENGARUH PENGGUNAAN KECERDASAN BUATAN TERHADAP MAHASISWA DI PERGURUAN TINGGI. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Dan Sistem Informasi, 3(1), 168-175. https://doi.org/10.33005/sitasi.v3i1.371
Rusman, I., Nurmala, Nurasti, Rahmadania, Wahyuni, & Qadrianti, L. (2024). Peran kecerdasan buatan dalam pembelajaran di era digital. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIM Sinjai, 3, 42–46. https://doi.org/10.47435/sentikjar.v3i0.3138
Taufik Ridho Iano, Sulastri, & Jasrial. (2024). Perbedaan penelitian ilmiah dan non-ilmiah dalam ranah filsafat ilmu. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 9, 1–11. https://doi.org/10.36418/syntax-literate.v9i6.16239