Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Rayakan Lebaran dengan Balutan Tradisi Khas Cirebon
15 April 2024 10:03 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nadya Yasmine Khaerunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lebaran telah usai, namun beberapa masyarakat Cirebon masih melaksanakan ibadah puasa. Disaat beberapa masyarakat di daerah lain merayakan lebaran dengan menyantap berbagai hidangan khas hari raya, masyarakat Cirebon memilih untuk menahan rasa lapar. Masyarakat Cirebon kembali melaksanakan puasa selama 6 hari berturut-turut setelah pelaksanaan Lebaran.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan, “untuk apa masyarakat Cirebon kembali berpuasa sehari setelah lebaran?”
Ternyata, tepat pada tanggal 8 Syawal, seminggu setelah perayaan Lebaran, masyarakat Cirebon akan merayakan tradisi Grebeg Syawal.
Tradisi Grebeg Syawal merupakan tradisi ziarah turun temurun yang dilakukan oleh keluarga Keraton Kanoman , Cirebon. Keluarga Keraton Kanoman nantinya akan berkumpul dan melaksanakan tahlilan pada area Makam Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah. Area Makam Sunan Gunung Jati ini terletak di Jalan Alun-alun Ciledug No. 53, Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Biasanya, beberapa orang juga menyebut kawasan ini sebagai Komplek Makam Gunung Sembung.
Imron, Koordinator Juru Kunci Komplek Makam Sunan Gunung Jati, menerangkan bahwa tradisi Grebeg Syawal memang rutin dilaksanakan selama satu tahun sekali. “Prosesinya ya berziarah atau berdoa bersama. Bacaannya hanya tahlil saja. Tahlil lalu berdoa,” ungkap Imron, saat ditemui di kediamannya, Jumat (12/04/24).
ADVERTISEMENT
Imron menambahkan bahwa terdapat kurang lebih 13 hingga 14 kamar makam dengan 9 pintu dalam Komplek Makam Sunan Gunung Jati. Prosesi ziarah akan dimulai dari kamar makam yang terletak di paling atas. Kamar makam tersebut yang merupakan kamar yang berisi makam Sunan Gunung Jati.
Selanjutnya Keluarga Sultan Keraton Kanoman akan melaksanakan ziarah pada kamar makam lainnya sembari berjalan turun. Namun sayangnya, masyarakat hanya bisa mengikuti prosesi tahlilan dan doa di pintu Pasujudan yang merupakan pintu terluar. Pada pintu inilah, keluarga Keraton Kanoman akan disambut oleh masyarakat yang telah menunggu.
Perayaan Grebeg Syawal di tahun ini sudah mulai dipersiapkan. Imron berkata bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Polsek Gunung Jati untuk menertibkan lalu lintas selama keluarga Sultan Keraton Kanoman melakukan perjalanan. Selain pihak Polsek Gunungjati, Imron juga mengerahkan anggotanya untuk menjaga keberlangsungan acara.
ADVERTISEMENT
“Anggota saya sebagai ‘pagar betis’ dari pintu pertama sampai pintu terakhir. Sudah dibagi kelompok-kelompoknya,” ungkap Imron. Kelompok-kelompok pagar betis ini nantikan akan ditugaskan untuk mengamankan sembilan pintu di Komplek Makam Gunung Jati.
Antusiasme masyarakat dalam menyambut tradisi ini terasa pekat di udara. Bahkan, beberapa hari sebelum tradisi Grebeg Syawal dimulai, area Makam Sunan Gunung Jati sudah cukup ramai oleh pedangan dan masyarakat. Imron mengungkapkan bahwa tradisi Grebeg Syawal memang memberikan banyak berkah dan rezeki bagi pedagang dan masyarakat sekitar.
Mengais rezeki dalam tradisi
Setiap tradisi Grebeg Syawal diadakan, Nimah, salah seorang pedagang di kawasan Makam Sunan Gunung Jati akan mendorong gerobaknya mendekati area pelaksanaan acara. Begitu pula dengan pedagang lain yang datang dari berbagai wilayah Cirebon, berusaha mengais berkah dan rezeki.
ADVERTISEMENT
Tradisi Grebeg Syawal tidak berhenti setelah prosesi ziarah selesai. Setelah ziarah, Sultan Keraton Kanoman beserta keluarga besarnya akan melakukan saweran di sekitar kawasan Makam Sunan Gunung Jati. Tentunya, Nimas merupakan salah satu orang yang rela berdesak-desakan demi ikut meramaikan prosesi ini. “Kalau dapat saweran ya dipakai buat modal jualan, supaya berkah,” ungkap Nimah, Jumat (12/04/24).
Namun, berburu berkah tidak terhenti pada prosesi saweran. Setelah melakukan saweran, keluarga Keraton Kanoman akan menyantap makanan yang telah disediakan. Nimah bercerita, setelah makanan selesai disantap masyarakat akan berebut sisa dari makanan tersebut.
“Ada yang minta nasi, ada yang minta kue. Supaya berkah,” ucap Nimah. Sisa makanan tersebut dianggap layaknya makanan ajaib, dipercayai membawa berkah bagi yang memakannya. Kepercayaan ini tentunya amat melekat kuat pada masyarakat Cirebon.
ADVERTISEMENT
Dilakukan di kawasan lain
Tradisi Grebeg Syawal ternyata tidak hanya dilaksanakan di Komplek Makam Sunan Gunung Jati. Romy Arief Muslichudin Irsyad, Ketua Yayasan Pasarean Hadratus Syekh Buyut Kilayaman, Situs cagar budaya Cirebon, mengatakan bahwa Grebeg Syawal juga dilaksanakan di Pasarean Hadratus Syekh Buyut Kilayaman dan di daerah Trusmi.
“Grebeg itu berarti kita menghormati leluhur,” ujar Romy, Minggu (14/04/24).
Persiapan Grebeg Syawal yang dilakukan di Pasarean Hadratus Syekh Buyut Kilayaman sedikit berbeda dengan persiapan yang dilakukan di Komplek Makam Sunan Gunung Jati. Persiapan yang dilakukan Romy hanya sebatas membersihkan dan membetulkan area makam yang nantinya akan dikunjungi pihak keluarga.
Tentunya hal ini sangat berbeda dengan persiapan yang Imron lakukan di Komplek Makam Sunan Gunung Jati. Akan tetapi, persiapan yang berbeda tidak serta merta membuat rasa semangat dalam menjalankan tradisi ini ikut berbeda.
ADVERTISEMENT
Bagai istilah ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’, Romy mengatakan bahwa budaya memang merupakan salah satu ciri khas islam di Indonesia. Maka, tak heran apabila tradisi-tradisi islam dapat berkembang kuat di berbagai daerah di Indonesia. Sudah menjadi tugas masyarakat untuk selalu merawat dan melestarikan tradisi yang ada.
Tradisi Grebeg Syawal memang merupakan salah satu dari banyaknya tradisi lebaran di indonesia. Indonesia memiliki banyak daerah yang amat beragam. Setiap daerah tersebut unik dengan berbagai tradisi, adat, dan kepercayaannya tersendiri. Untuk itu, masyarakatlah yang harus bahu-membahu dalam melestarikan budaya tersebut. Percayalah bahwa, setiap tradisi itu unik dan setiap tradisi berhak untuk dipertahankan.