Konten dari Pengguna

Nurturing Indonesia's Linguistic Heritage: Generasi Muda di Era Slang

Naila Nabila
Seorang Mahasiswi Kesehatan Masyarakat yang memiliki minat besar dalam bidang kesehatan, sastra, dan isu-isu sosial. Saya gemar menulis dan berbagi pandangan serta pengetahuan tentang berbagai topik.
3 Januari 2025 15:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naila Nabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Balai Bahasa Provinsi Maluku
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Balai Bahasa Provinsi Maluku
ADVERTISEMENT
Bahasa Indonesia adalah simbol identitas bangsa yang merekatkan persatuan dan mencerminkan kekayaan budaya nasional. Namun, di era digital ini, eksistensinya menghadapi tantangan besar. Pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telah memunculkan fenomena bahasa gaul atau slang, yang semakin populer di kalangan generasi muda. Penggunaan bahasa slang, seperti "santuy," "mager," ataupun “kepo,” kini mendominasi percakapan sehari-hari, bahkan menggantikan bahasa formal. Meski bahasa gaul dapat memperkaya ekspresi budaya populer, penggunaannya yang berlebihan dapat melemahkan kesadaran terhadap kekayaan kosakata dan struktur bahasa Indonesia. Dalam jangka panjang, ini berpotensi merusak identitas budaya bangsa.
ADVERTISEMENT
Tantangan ini perlu segera diatasi untuk menjaga keberlanjutan bahasa Indonesia. Salah satu solusi inovatif adalah penerapan teknologi Augmented Reality (AR). Teknologi ini memungkinkan integrasi antara dunia nyata dan virtual, menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan interaktif. Melalui AR, generasi muda dapat diajak untuk mengenal dan mencintai bahasa Indonesia dengan cara yang menyenangkan. Contoh penerapan AR yang potensial adalah aplikasi edukasi yang menghadirkan kosakata bahasa Indonesia dalam bentuk visual interaktif. Selain itu, permainan berbasis AR dapat dirancang untuk memperkenalkan tata bahasa dan ekspresi formal dengan cara yang menarik bagi anak muda. Teknologi ini juga bisa digunakan dalam media sosial untuk mempopulerkan bahasa baku melalui filter kreatif atau efek visual.
Tidak hanya teknologi, peran sastrawan juga sangat penting dalam menjaga relevansi bahasa Indonesia. Dengan mengadaptasi karya sastra ke dalam format digital, mereka dapat menghadirkan konten yang relevan bagi generasi muda. Karya interaktif ini dapat memperkenalkan nilai-nilai luhur bahasa Indonesia dengan cara yang lebih modern dan mudah diakses. Pelestarian bahasa Indonesia tidak hanya penting dari segi budaya, tetapi juga sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Dalam konteks ini, penggunaan teknologi seperti AR mendukung Tujuan 4 (pendidikan berkualitas) dan Tujuan 11 (kota dan komunitas berkelanjutan). Dengan mengintegrasikan bahasa dan sastra Indonesia dalam teknologi, kita dapat memastikan keberlangsungan budaya lokal.
Sumber Foto: Naila Nabila
Untuk mewujudkan hal ini, kolaborasi antara sastrawan, pengembang teknologi, akademisi, dan pemerintah sangat diperlukan. Sastrawan dapat menciptakan konten yang inspiratif, sementara pengembang teknologi menyajikannya dalam format interaktif. Pemerintah dan institusi pendidikan juga berperan penting dalam mendukung akses luas terhadap program ini. Selain itu, partisipasi aktif generasi muda sangat penting. Dengan memahami dan mengapresiasi bahasa Indonesia melalui media yang relevan bagi mereka, generasi ini dapat menjadi agen pelestarian bahasa yang efektif. Edukasi melalui platform digital yang mereka gemari dapat menjadi kunci dalam membangun kesadaran ini. Dengan kombinasi teknologi, kreativitas, dan dukungan kolaboratif, bahasa Indonesia dapat terus berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. Melalui inovasi seperti AR dan keterlibatan generasi muda, kita dapat memastikan bahwa bahasa Indonesia tetap relevan di era modern sekaligus menjadi kebanggaan bersama.
ADVERTISEMENT