Konten dari Pengguna

Upaya Pengarusutamaan HAM di Tubuh Militer

NANANG SURYANA
Dosen Departemen Ilmu Politik FISIP Unpad
11 Februari 2025 5:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NANANG SURYANA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto dan Ketua Komnas HAM Dr. Atnike Nova Sigiro menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pemajuan dan Perlindungan HAM di Lingkungan TNI bertempat di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2024). Foto: Puspen TNI
zoom-in-whitePerbesar
Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto dan Ketua Komnas HAM Dr. Atnike Nova Sigiro menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pemajuan dan Perlindungan HAM di Lingkungan TNI bertempat di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2024). Foto: Puspen TNI
ADVERTISEMENT
Sebuah langkah maju telah ditorehkan militer Indonesia. Melalui penandatanganan nota kesepahaman terkait Hak Asasi Manusia (HAM) antara TNI dan Komnas HAM (2024), TNI telah menunjukan sebuah sikap yang profesional dan semakin terbuka. HAM tidak lagi dianggap sebagai barang “asing” bagi TNI. Sudah sepatutnya, HAM direkognisi menjadi nilai yang diadaptasi secara sadar oleh seluruh komponen negara, terutama dalam sebuah negara demokratis seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, praktik pelanggaran HAM adalah catatan kritis yang kerap dialamatkan pada institusi TNI. Personil militer, kerap dianggap terlibat dalam praktik kekerasan yang bertentangan dengan prinsip perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM.
Berbagai praktik kekerasan yang melibatkan personal militer, misalnya dicatat Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Menurut KontraS, selama kurun waktu Oktober 2023 hingga September 2024, terdapat 64 kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan personel TNI. 64 kasus tersebut terdiri dari 37 tindakan penganiayaan, 11 tindak penyiksaan, serta 9 kasus intimidasi. 64 peristiwa tersebut menyebabkan 75 orang luka-luka dan 18 orang tewas (KontraS, 2024).
Dengan terbangunnya kesadaran guna memajukan dan melindungi HAM di lingkungan TNI, kita tentu berharap prinsip-prinsip HAM dapat terinternalisasi secara lebih jauh, baik ke dalam kurikulum pendidikan calon prajurit di semua tingkatan, pelatihan kepada prajurit yang akan bertugas di wilayah konflik, maupun melalui penyuluhan HAM dalam rangka mendukung berbagai tugas prajurit di lapangan.
ADVERTISEMENT
Upaya penghormatan terhadap HAM, sejatinya adalah sesuatu yang sudah seharusnya melekat pada diri setiap prajurit yang setia pada sumpahnya. Komitmen untuk setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, adalah butir pertama dalam sumpah prajurit.
Konstitusi UUD 1945 mengatur perlindungan HAM warga negara secara tertulis. UUD 1945 menjamin bahwa setiap warga negara, memiliki hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa (Pasal 28I Ayat (1)). Oleh karenanya, praktik kekerasan seperti penyiksaan, adalah sebuah tindakan kriminal yang bukan hanya merupakan pelanggaran hukum, namun juga tindakan yang menciderai harga diri seorang prajurit sebagaimana tertulis dalam butir terakhir Sapta Marga: menepati janji serta Sumpah Prajurit.
Upaya untuk mengarusutamakan HAM ke dalam tubuh TNI, dapat dimulai dari dua langkah strategis yang selama ini sudah berjalan. Pertama, pengintegrasian prinsip-prinsip HAM ke dalam kurikulum pendidikan, harus mulai beranjak maju dari sekadar penyebarluasan wawasan HAM sebagai sebuah pengetahuan, menjadi sebuah pengalaman persentuhan TNI dengan komunitas pembela HAM secara lebih luas.
ADVERTISEMENT
Hal ini penting agar terbangun satu komunikasi di luar mekanisme formal negara, dimana TNI dan komponen masyarakat sipil dapat berinteraksi langsung guna membangun satu koneksi yang melampaui kebiasaan dan tradisi lama. Terlebih, dalam banyak kasus, berbagai advokasi dalam kasus pelanggaran HAM, dilakukan secara persisten oleh berbagai komponen masyarakat sipil. Keterbukaan untuk membangun komunikasi dengan komponen masyarakat sipil, adalah sebuah langkah lanjutan yang ditunggu.
Kedua, militer harus semakin terbuka dalam membuka pintu bagi kemungkinan munculnya pengaduan dari masyarakat. Tindakan ini diharapkan dapat meneguhkan komitmen militer untuk berpihak pada korban, dan secara tegas terlibat dalam upaya memutus rantai impunitas.
Jika langkah-langkah tersebut dapat terealisasi, harapan kita untuk dapat memiliki militer yang profesional akan semakin dekat. Tentu, bukan sesuatu yang mudah untuk merealisasikannya. Namun, kerja-kerja komunikasi untuk menjadi institusi yang kian terbuka, adalah hal yang dapat dilakukan guna mereduksi segala kecurigaan satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Tabik.