International Women's Day: Ibu Rumah Tangga Saja Sudah Berdaya

Nasha UJ
Lulusan MSDM. Mantan Kreatif. Memproses Sustainable Motherhood // @salamnasha
Konten dari Pengguna
8 Maret 2023 5:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nasha UJ tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ibu rumah tangga. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu rumah tangga. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Perkembangan dunia secara luas telah membawa banyak batas menuju tingkatan yang lebih tinggi, peran perempuan salah satunya. Perjuangan Kartini untuk negeri, juga para tokoh lain yang mendedikasikan diri untuk emansipasi perempuan nampaknya sudah semakin terang.
ADVERTISEMENT
Angka partisipasi perempuan dalam pekerjaan naik dari tahun ke tahun, meskipun masih banyak PR sana-sini yang perlu diperbaiki. Bidang pekerjaan, tanggung jawab yang dibebankan, kesempatan untuk memimpin, peluang untuk terus berkarier, keseimbangan peran lain, dukungan masyarakat, dan masih banyak lagi.
Di satu sisi ini hal baik, namun di sisi lain, ada tekanan tambahan yang dihadapi seorang perempuan berstatus ibu rumah tangga, yang memilih untuk fokus mengurus keluarga.
Sayangnya, banyak anggapan yang mendiskreditkan jenis pekerjaan ini tidak bisa menghasilkan, tidak produktif, juga tidak berdaya. Masih saja ada pemahaman bahwa ibu di rumah tidak melakukan apa-apa, kegiatannya itu-itu saja, tidak menambah pemasukan, menjadi manusia yang tidak berkembang. Padahal berkembang atau tidak, adalah perkara personal yang sangat bergantung pada individu masing-masing.
ADVERTISEMENT

Bekerja untuk Apa

Ilustrasi ibu rumah tangga kelelahan. Foto: StoryTime Studio/shutterstock
Semakin banyaknya dukungan untuk ibu bekerja selain mengurus rumah tangga, juga banyak yang menjadi dorongan bahkan tekanan, hingga kalimat ibu semacam harus tetap berdaya walau jadi ibu rumah tangga. Apakah itu artinya, ibu rumah tangga dianggap tidak berdaya?
Fokus pada anggapan ibu rumah tangga tidak berdaya ternyata bersumber dari tidak adanya reward uang yang didapat. Mengurus suami, anak, juga rumah tanpa gaji dianggap sebagai kegiatan yang tidak produktif. Ternyata kita memang masih menilai seseorang dari rupiah yang dihasilkan.
"Tapi kan kita harus punya uang untuk melanjutkan hidup."
Itulah point-nya. Kita perlu bekerja menghasilkan uang untuk salah satunya bisa bertahan hidup. Jika seseorang bisa hidup tanpa perlu menghasilkan uang, apakah itu salah?
ADVERTISEMENT
Seseorang perlu tujuan hidup, punya sesuatu yang mengisi hidupnya, untuk memberi nilai pada kehadirannya, untuk bisa menebar manfaat pada sekitarnya. Bukan hanya bagi orang lain, namun juga bagi diri sendiri. Perlu untuk memperbaiki kualitas hidup, menambah kapasitas diri, menggunakan waktu dengan lebih baik lagi. Keseluruhan hal itu, apakah berarti harus menghasilkan uang?
Sepertinya tidak.
Ilustrasi ibu hamil dan keluarga. Foto: Shutterstock
Jika seorang perempuan, menikah, memiliki anak, lalu memilih untuk bekerja penuh waktu mengurus rumah juga para penghuninya tanpa punya keinginan untuk mengerjakan hal lain lagi di rumah, harusnya sah saja.
Untuk mengurus anak saja, perlu waktu dan tenaga, mulai dari merawatnya saat belum bisa apa-apa, mendidik membentuk karakter, membangun kebiasaan baik, mempertimbangkan asupan gizinya, memperhatikan tumbuh kembangnya, memenuhi kebutuhan tiap usianya, memfasilitasi minat dan bakatnya, dan terus bergerak seiring dengan perkembangan anak.
ADVERTISEMENT
Mengurus pekerjaan rumah juga tidak ada habisnya. Belum lagi, ada hal-hal baru yang perlu dipelajari untuk kebaikan keluarga. Dari proses yang terlihat sederhana ini saja, seorang ibu bisa berkembang banyak, dengan catatan ia terus belajar.
Ilustrasi ibu rumah tangga. Foto: Shutterstock
Opini lain mengharuskan ibu juga menghasilkan adalah ketakutan akan masa depan. Padahal ketakutan akan masa depan, tidak bisa hanya fokus pada uang, bisa pada waktu yang tidak dengan baik digunakan, atau peran yang terlalu berat dibebankan pada seseorang. Segala risiko bisa terjadi di masa depan, itulah kita perlu hidup di masa sekarang, untuk memitigasi risiko.
Sekarang sebagai suami istri, sebagai tim, mulai dengan tenang bicarakan apa kemungkinan buruk yang bisa diupayakan sekarang agar dampaknya lebih bisa dihadapi jika terjadi di masa depan. Bisa dengan asuransi jiwa misalkan, belajar investasi, hingga membangun passive income. Atau kalau memang sudah cukup dari 'sananya' dan merasa akan aman dengan segala risiko di masa depan ya kenapa diperdebatkan?
ADVERTISEMENT
Artinya ibu rumah tangga boleh saja tidak menghasilkan uang, tapi hidup tetap harus punya tujuan.

Ibu Tidak 'Harus' Menambah Daya

Ilustrasi ibu dan anak. Foto: Hananeko_Studio/Shutterstock
Selain memiliki karier sebagai ibu rumah tangga, ibu boleh saja menambah pekerjaan lain, bekerja kantoran, buka usaha, bangun komunitas, dan sebagainya. Kurang tepatnya adalah jika pekerjaan lain itu menjadi keharusan, sehingga seorang perempuan yang 'hanya' menjadi ibu rumah tangga dianggap tidak berdaya.
Tulisan ini dikhususkan tentang ibu rumah tangga yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengurus rumah tangga saja. Berbeda lagi dengan ibu yang menjalankan tugas mengurus rumah tangga sekaligus berkarya di luar, boleh jadi memang harus karena belum berkecukupan atau memang karena murni keinginan.
Maka, kembali pada pemahaman umum bahwa setiap kita memulai dari titik yang berbeda, memiliki lintasan yang tidak sama, dan tujuan yang beraneka ragam pula. Sehingga pelajarannya adalah saling menghargai dan mendukung, bukan memaksakan. Koridornya adalah tidak perlu merendahkan atau malah terlalu mengglorifikasi satu jenis pekerjaan. Itu hanya pekerjaan, bagian dari perjalanan kita, bukan penentu kita berdaya atau tidak apalagi yang mendefinisikan siapa kita seutuhnya.
ADVERTISEMENT