Konten dari Pengguna

Kuda Renggong: Antara Tradisi Budaya dan Isu Kesejahteraan Hewan

Natau Lasniroha Sinaga
Seorang mahasiswi Jurnalistik, fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran yang mencintai dunia kepenulisan.
13 Desember 2024 19:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Natau Lasniroha Sinaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Kuda Renggong Salah Satu Sanggar di Sumedang. Sumber: Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Kuda Renggong Salah Satu Sanggar di Sumedang. Sumber: Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
“Tuk-tik-tak-tik-tuk tik-tak suara s'patu kuda..” penggalan lirik terakhir lagu Delman Istimewa karya Ibu Sud ini menjadi pengantar yang baik. Sadar tidak sadar banyak kegiatan bahkan pekerjaan yang menggunakan kuda sebagai objek. Entah berbentuk hiburan, tenaga, dan lain-lain. Seperti delman yang mengakut penumpang tiap harinya atau pertunjukan Kuda Renggong.
ADVERTISEMENT
Kuda renggong merupakan kebudayaan Sunda atau Jawa Barat. Melalui website Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Sumedang (Sisemar). Sejarah kuda renggong dimulai dari seorang anak bernama Sipan. Pengamatannya terhadap berbagai gerakan kuda menciptakan sebuah kesenian kuda renggong.
Renggong sendiri memiliki arti kamonesan atau keterampilan, gerakan kuda yang dilatih mengikuti irama musik. Pertunjukan kuda renggong biasa ditampilkan pada acara khitanan, perayaan hari besar dan lain-lain. Website Sisemar mencatat Kuda Renggong sudah menjadi tradisi tahunan yang digelar setiap tanggal 29 September dari kepariwisataan sumedang.
Dalam perjalanannya zaman yang semakin berkembang membuat kebudayaan menjadi terlupakan. Jatinangor sendiri memiliki banyak kebudayaan, mulai dari karinding, oray liong, reak, tari cikeruhan, dan kuda renggong. Adanya pola pikir yang menganggap budaya barat adalah budaya modern, menjadi alasan menurunnya minat generasi muda untuk melestarikan budaya.
ADVERTISEMENT
Mengulik Lebih Dalam Kesenian Kuda Renggong
Dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id. Kuda renggong muncul dari Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang. Kuda renggong merupakan atraksi kuda yang menari dan silat sambil diiringi irama musik. Seiring perkembangan zaman, irama yang digunakan terus berkembang sesuai minat masyarakat.
Ketika lantunan musik dimulai, maka semua akan menari. Terdapat 25 anggota, dimana satu orang menjadi pawang kuda. Sepanjang kuda menari atau melakukan atraksi, masyarakat memenuhi mengelilingi pertunjukan. Terik matahari tidak menyurutkan semangat untuk larut dalam nyanyian yang tidak asing di telinga.
Dalam perjalannya, saya melakukan liputan terhadap salah satu sanggar Kuda Renggong di Sumedang. Menempuh perjalanan 50 menit dari Jatinangor, melewati bundaran Kota Sumedang kemudian masuk ke jalan kecil. Sepanjang jalan kita hanya akan menemui rumah sederhana yang diselingi pepohonan hijau menyejukkan mata.
ADVERTISEMENT
Sanggar ini adalah salah satu sanggar yang cukup terkenal di Kabupaten Sumedang. Dalam wawancaranya yang saya lakukan, kuda yang ia punya sudah pernah menjadi pemeran utama dalam sebuah film movie berjudul “Jo Sahabat Sejati”. Film ini di tayangkan di bioskop pada bulan Agustus tahun 2022 silam. Sampai saat ini, kuda pemeran Jo tersebut masih digunakan oleh sanggar untuk pertunjukan kuda renggong.
Saat saya temui di tempat, mata saya langsung tertuju pada dua kuda. Pandangan matanya yang berlinang melihat tubuh saya yang datang mendekati. Kuda kecil dan kuda tinggi. Kostum kuda bercorak dengan warna kuning emas digantung rapi di dinding rumah bagian belakang. Gulungan tali digantungkan di kandang kuda setengah beton setengah kayu.
ADVERTISEMENT
Sentuhan yang diterima baik oleh kuda menjelaskan sudah sejinak apa kuda tersebut. Hampir setiap pertunjukan pasti ada yang menunggangi kuda. Masyarakat akan bersorak-sorai ketika kuda memberi hormat, berdiri dan melakukan silat dengan pawangnya. Sungguh menakjubkan.
Sejalan dengan itu sebuah penelitian yang memaknai nilai kesenian kuda oleh Wulan, Pratiwi, dkk, menuliskan kuda renggong mengandung nilai budaya. Mulai dari spiritual, nilai interaksi antar makhluk Tuhan, nilai teatrikal, nilai estetika, kerja sama, dan nilai universal. Seekor kuda dilatih dengan baik untuk membuat gerakan menari dan berkelahi atau silat dengan pawangnya. Ini disebut pertunjukan kuda pencak.
“Sehingga misalnya ketika kecil disunat atau perempuan di gusar itu belum naik kuda renggong karena tidak punya rezeki misalnya, nanti dia nikah atau kapanpun dia sudah punya rezeki walaupun hanya 1-2 meter itu harus naik kuda renggong. Nah, itu sehingga saya katakan itu sudah menjadi bagian dari kebudayaan, “ jelas Budayawan, Lili Suparli.
ADVERTISEMENT
Ada Kekejaman Terhadap Kuda Renggong?
Gambar 1: Jenis Kuda Priangan Salah Satu Sanggar di Sumedang. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sebuah pertunjukan yang indah pasti memerlukan latihan yang baik pula. Inilah yang perlu kita perhatikan. Apakah pernah terpikir bagaimana latihan yang dilakukan untuk sebuah pertunjukan kuda renggong?
Dalam pertunjukan kuda renggong, ada tiga jenis kuda yang digunakan. Kuda priangan, kuda sandal, dan kuda kape. Jenis kuda priangan adalah jenis kuda lokal yang ukurannya lebih pendek dari kuda biasanya. Sedang kuda sandal dan kuda kape merupakan jenis kuda campuran atau blasteran.
Salah satu pelaku seni kuda renggong dari sanggar yang saya temui menjelaskan bahwa perlu satu sampai dua tahun paling lama untuk melihat potensi kuda. Sebagai nama samaran, sebut saja Ade. Selama penjelasan panjang, ia menekankan bahwa tidak semua kuda bisa dijadikan kuda renggong.
ADVERTISEMENT
Tim liputan kami menemukan terdapat pemaksaan dalam beberapa hal terkait cara melatih kuda renggong. Diikat, dipecut, dan ditarik sampai kuda mengeluarkan busa yang tidak lain adalah air liurnya.
“Kalau (balok) yang di mulutnya itu namanya kedali. Lesnya itu, yang dari kedali itu kan ada tali di kiri dan kanan, tali itu namanya les. Kan kalau reaksi itu (kalau kudanya melawan), les (tali) ditarik sama dipecut itu, dia (kudanya) takut lah ngerasa gitu, ada sakit lah gitu Jadi kudanya diam nurut,” ucap Ade ketika mengobrol dengan saya melalui via telepon.
Ade mengakui, dalam melatih kuda tidak jarang ia menemui kuda yang sangat susah untuk diajarkan. Akibatnya ia harus mencari kuda yang baru untuk mengganti kuda sebelumnya. Ade berpendapat bahwa hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa, sehingga tidak ada perasaan empati ketika melakukan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, dalam kasus waktu kerja yang lebih dari seharusnya, kuda tentunya memerlukan tenaga tambahan. Ade menjelaskan, untuk memenuhi hal tersebut biasanya mereka akan memberikan vitamin melalui suntikan pun jamu.
Sampai sini mungkin masih sah-sah saja. Perlu kita lihat bagaimana pelaku seni memberikan asupan energi tambahan berupa jamu kepada kuda? Logikanya, hewan tidak akan minum apa yang ia anggap asing. Di sinilah terjadi pemaksaan.
“Kalau ngasihnya itu, ada lagi itu, kan itu (vitamin) tinggal suntik, itu suntik biasa lah gitu. Kalau itu (jamu) ngasih telur sama susu itu diaduk dulu, terus masukin ke botol, itu mulutnya diangkat ke atas pakai tambang gitu, terus aja dimasukin,” papar Ade yang sudah biasa melakukan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Satu-satunya cara ketika kuda tidak menurut adalah dengan dipecut dan disiksa. Mulutnya di masukan balok kecil untuk ditarik apabila kuda melawan. Sampai iti terjadi, kuda akan kesulitan untuk bernafas dan mengeluarkan busa pada mulutnya.
Sejalan dengan itu, website anima-human.com menuliskan salah satu penyebab mulut kuda berbusa adalah ketika kuda merasa stress atau bekerja keras. Hal seperti ini saya rasa perlu mendapat perhatian lebih terutama kepada para pelaku seni kuda renggong.
Kuda renggong merupakan kebudayaan yang memiliki nilai budaya yang besar. Dalam perkembangan zaman, kuda renggong justru masih terus digemari oleh banyak masyarakat di Jawa Barat. Kemampuannya beradaptasi membuat kesenian ini tetap lestari dan selalu ada peminat.
Namun, sebagai kesenian yang menggunakan hewan atau kuda sebagai objek hiburan. Perlu diberikan perhatian lebih lagi. Lili selaku budayawan pun setuju terhadap hal tersebut. Ia tegas menyampaikan tidak setuju terhadap segala bentuk penyiksaan yang terjadi kepada kuda oleh pelaku seni kuda renggong.
ADVERTISEMENT
Perlu kita ketahui bahwa hewan tidak bisa berbicara layak manusia. Kita tidak akan mendapat bisikan dari seekor kuda bahwa ia merasa kesakitan. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dan perasaan empati. Terutama dalam pertunjukan kuda renggong.
Kami menghimbau pemerintah untuk turut prihatin melihat kondisi makhluk hidup yang terus menerus dijadikan sebagai objek pertunjukan budaya. Harus diimbangi perawatan kuda dengan tenaga yang sudah dikeluarkan. Terakhir sangat tidak disarankan melakukan kekerasan berupa pemaksaan apalagi sampai menyakiti bahkan melukai kuda.
Sama seperti film “Jo Sahabat Sejati” memberikan gambaran bagaimana kuda bisa dilatih dengan kedekatan emosional.