Konten dari Pengguna

Karya Fenomenal dengan Nuansa Emansipasi Abad 20-an

Lu'lu Naura Nur Syahidah
Mahasiswi, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27 Oktober 2024 8:48 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lu'lu Naura Nur Syahidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto pribadi
zoom-in-whitePerbesar
foto pribadi
ADVERTISEMENT
*Latar Belakang dan Sinopsis*
Layar Terkembang, karya Sutan Takdir Alisjahbana, adalah salah satu novel yang menjadi tonggak dalam sastra Indonesia, pertama kali diterbitkan pada tahun 1936 oleh Balai Pustaka di era pujangga baru sebagai karya yang mengusung semangat idealis dan kebebasan berpendapat.
ADVERTISEMENT
Layar Terkembang adalah novel yang menggambarkan dinamika kehidupan dua saudara perempuan, Tuti dan Maria, yang masing-masing memiliki kepribadian dan pandangan hidup yang sangat berbeda. Novel ini tidak hanya menceritakan tentang cinta, tetapi juga membawa pembaca ke dalam wacana emansipasi perempuan dan konflik antara nilai-nilai Timur yang konservatif dan pemikiran Barat yang progresif.
Tuti adalah seorang perempuan yang mandiri, tegas, dan memiliki pandangan feminis. Sebagai seorang guru, ia aktif dalam organisasi perempuan bernama Putri Sendra dan sering menyampaikan pidato yang berapi-api dalam konferensi nasional tentang kesetaraan dan hak-hak perempuan. Tuti menentang keras gagasan bahwa perempuan hanya pantas berada di “dapur, sumur, dan kasur” — sebuah pandangan yang sangat lazim pada zamannya. Meskipun ada banyak pria yang mencoba melamarnya, Tuti menolak mereka karena ia tidak ingin kebebasannya dibatasi oleh pernikahan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, adiknya, Maria, adalah sosok yang lebih lembut, ceria, dan feminin. Maria mencintai keindahan alam, bunga, dan suka membaca novel-novel roman yang romantis. Berbeda dengan kakaknya, Maria justru berharap menemukan cinta sejati yang dapat membawanya ke jenjang pernikahan. Harapan itu akhirnya terwujud ketika ia bertemu dengan Yusuf, seorang mahasiswa kedokteran yang cerdas dan ambisius. Keduanya jatuh cinta, dan tidak lama kemudian mereka bertunangan. Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama karena Maria mendadak jatuh sakit dan kondisinya semakin memburuk.
Dalam masa-masa sakitnya, Maria menyadari bahwa ia tidak akan sembuh dan mulai memikirkan masa depan orang-orang yang disayanginya, terutama Yusuf dan Tuti. Dengan ketulusan hatinya, Maria meminta Tuti untuk merawat Yusuf setelah ia tiada dan berharap kakaknya bisa menerima Yusuf sebagai pasangan hidup. Permintaan ini menjadi dilema besar bagi Tuti, yang selama ini menolak pernikahan untuk menjaga kemerdekaannya.
ADVERTISEMENT
Setelah kematian Maria, Yusuf dan Tuti terlibat dalam pertemuan yang canggung dan penuh perasaan. Di satu sisi, keduanya menyimpan cinta dan kekaguman pada sosok Maria yang kini telah tiada, sementara di sisi lain mereka harus menghadapi perasaan mereka sendiri. Tuti, yang awalnya menolak konsep pernikahan, dihadapkan pada kenyataan bahwa cinta dan pengorbanan dapat mengubah seseorang. Begitu pula dengan Yusuf, yang merasa terikat oleh wasiat Maria namun juga menghadapi perasaan yang mulai berkembang untuk Tuti. Keduanya harus memutuskan apakah mereka akan menghormati permintaan terakhir Maria atau tetap pada keyakinan masing-masing.
*Analisis Karakter dan Tema Utama*
Melalui tokoh Tuti dan Maria, Alisjahbana menggambarkan dua sisi peran perempuan dalam masyarakat, yaitu perempuan yang progresif dan menentang norma serta perempuan yang menerima peran tradisional. Tuti adalah figur yang menentang konvensi, memperjuangkan kesetaraan gender, dan berusaha melepaskan diri dari batas-batas tradisi yang membatasi peran perempuan pada ranah domestik. Sementara itu, Maria mewakili sisi yang lebih konservatif, tetapi tidak lemah; ia justru menunjukkan kekuatan dengan caranya sendiri dalam menikmati kebahagiaan pribadi. Kedua karakter ini mencerminkan keragaman peran perempuan yang tidak selalu hitam-putih, melainkan memiliki dimensi masing-masing.
ADVERTISEMENT
*Konflik Identitas Timur dan Barat*
Di balik kisah cinta dan emansipasi, Layar Terkembang juga memperlihatkan konflik antara nilai-nilai Timur dan Barat. Tuti sebagai perempuan yang mengadopsi gagasan Barat tentang kebebasan dan hak perempuan, sementara Maria mencerminkan nilai-nilai Timur yang damai dan harmonis. Alisjahbana menggambarkan bahwa perempuan memiliki hak untuk memilih jalan hidupnya sendiri, baik dengan mengikuti kebebasan ala Barat atau tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Dengan demikian, novel ini juga mencerminkan ketegangan antara konservatisme dan progresivisme di era kolonial, ketika kaum muda Indonesia mulai terbuka pada pemikiran Barat tetapi masih terikat pada budaya lokal.
*Peran Organisasi dan Kebangkitan Kaum Muda*
Melalui karakter Tuti, Alisjahbana menekankan pentingnya peran perempuan dalam perubahan sosial, terutama melalui keterlibatan dalam organisasi perempuan. Dalam novel ini, Alisjahbana berupaya menyampaikan pesan bahwa perubahan sosial tidak bisa hanya dicapai oleh individu, tetapi juga memerlukan peran organisasi dan dukungan kolektif dari kaum muda. Tuti terlibat dalam organisasi perempuan, dan Yusuf terlibat dalam organisasi mahasiswa, keduanya mencerminkan generasi yang sadar akan masa depan bangsa dan pentingnya peran mereka dalam membangun masyarakat yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
*Refleksi Alisjahbana terhadap Kondisi Sosial*
Alisjahbana menggunakan novel ini sebagai medium kritik sosial terhadap kedudukan perempuan di Indonesia, yang pada masa itu masih sangat terbatas. Ia membangun pemikiran bahwa pendidikan dan kesempatan adalah kunci bagi perempuan untuk berperan aktif di masyarakat. Alisjahbana dengan cerdas memasukkan dialog-dialog penuh perenungan untuk mengungkapkan perspektifnya bahwa perempuan, seperti laki-laki, memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan kebebasan menentukan hidupnya.
Melalui simbolisme dan konflik yang dibangun dalam cerita, Layar Terkembang merefleksikan ketegangan antara konservatisme dan progresivisme yang muncul dalam masyarakat kolonial. Alisjahbana juga menggunakan alam dan latar seperti laut dan bunga untuk menciptakan suasana kontras antara kebebasan dan keterikatan. Laut melambangkan keinginan Tuti untuk lepas dari batas-batas tradisional, sementara kebun bunga mencerminkan kedamaian Maria dalam menerima peran konvensionalnya.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, novel ini tidak hanya menyajikan cerita tetapi juga membangun refleksi mendalam tentang pencarian identitas dan kebebasan perempuan, yang menjadikannya relevan hingga sekarang. Melalui Layar Terkembang, Alisjahbana membuka cakrawala pembaca untuk mempertimbangkan kembali posisi perempuan dan pentingnya pendidikan, kebebasan, dan emansipasi dalam kehidupan mereka.
*Gaya Penulisan dan Struktur Cerita*
Novel ini ditulis dengan gaya narasi horizontal, yaitu perkembangan cerita yang linear dan penuh dengan deskripsi yang kaya serta elemen orasi yang memperkuat estetika bahasa. Dialog dalam novel ini hidup dan penuh makna, terutama ketika mengungkapkan ideologi feminisme dan idealisme Tuti. Namun, beberapa kritikus seperti H.B. Jassin menilai bahwa Alisjahbana terkadang terlalu eksplisit dalam menyampaikan pandangan pribadinya, yang membuat alur cerita terasa sedikit kaku. Di sisi lain, kritikus A. Teeuw mengapresiasi watak Tuti yang kuat sebagai sosok perempuan mandiri yang berperan penting dalam sastra Indonesia sebelum masa kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
*Nilai Positif dan Kelebihan*
*Kelemahan dan Kritik*
ADVERTISEMENT
Layar Terkembang bukan hanya sebuah novel romansa, melainkan juga refleksi mendalam tentang identitas, kebebasan, dan peran perempuan di tengah dinamika budaya Timur dan Barat pada era kolonial. Melalui kisah Tuti dan Maria, Alisjahbana mengangkat isu emansipasi perempuan, konflik nilai budaya, serta pentingnya peran kaum muda dalam membangun bangsa. Alisjahbana sukses menggabungkan unsur romansa dengan kritik sosial dan menyajikan karya yang tidak hanya indah dari segi bahasa tetapi juga kaya makna. Novel ini menantang pandangan konservatif dan menunjukkan bahwa perubahan peran perempuan dalam masyarakat adalah proses yang perlu didukung oleh semua pihak. Layar Terkembang tetap relevan hingga kini, menjadi pengingat akan pentingnya kebebasan, pendidikan, dan kesetaraan dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan seimbang.
ADVERTISEMENT