Konten dari Pengguna

Dukung Transisi Energi dengan Memaksimalkan Sektor Industri, Bisa?

Naura Shafa
Undergraduate Mechanical Engineering Student UPN VETERAN JAKARTA. Renewable Energy Enthusiasts. Magang di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
26 Februari 2022 18:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naura Shafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Energi surya saat ini sudah menjadi Global trend dan diprediksi menjadi sumber energi terbesar nomor dua setelah energi bayu untuk penyediaan listrik dunia. Indonesia diberkahi oleh lahan yang luas, sinar mataharinya terik sepanjang tahun dibanding negara lain khususnya negara bermusim 4. Pemanfaatan energi surya besar-besaran mumpuni untuk dilakukan di Indonesia dan dapat menyelesaikan masalah tidak meratanya pesebaran listrik yang dialami. Namun, pemanfaatan energi surya di tahun 2020 masih sebesar 0,03% dari total kapasitas potensi energi surya yang sebesar lebih dari 200 GW. Lantas, tindakan apa yang harus diambil untuk dapat memajukan pemanfaatan tenaga surya dan industrinya?
ADVERTISEMENT
Kebutuhan listrik terus meningkat, terlebih di masa pandemi COVID-19 yang mengharuskan kita untuk beraktifitas secara daring. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemanfaatan pembangkit listrik tenaga Energi Baru Terbarukan (EBT) dapat menjadi jawaban permasalahan demand listrik yang kian berkembang. Selain energinya yang bersifat gratis dan dapat dijumpai dengan mudah, EBT tidak menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan hidup kita sendiri. Komitmen yang dibentuk oleh seluruh dunia menegaskan bahwa urgensi penurunan emisi yang dihasilkan tiap-tiap negaranya patut dilaksanakan, untuk menjaga bumi agar pantas ditempati sampai ke generasi selanjutnya.
Salah satu langkah besar yang dapat diambil adalah dengan memajukan industri manufaktur komponen PLTS dari hulu sampai hilir. Mahalnya investasi pembangunan PLTS bukanlah tanpa sebab. Sistem pembangkit energi surya memiliki banyak komponen penunjang sistem yang terdiri dari rangkaian modul photovoltaic, inverter, baterai, SSC (Solar Charge Controller), peralatan lainnya seperti kabel, mounting bracket dan lain sebagainya. Tiap komponen yang digunakan harus berkualitas tinggi, sehingga proses konversi energi bersifat efisien dan dapat mencukupi kebutuhan listrik sehari-hari. Banyaknya komponen yang dimiliki oleh satu sistem PLTS dapat menjadi jaringan industri yang berharga, apalagi pasar energi surya sedang besar-besarnya dan akan terus naik pangsanya. Sebagian besar industri PLTS masih bergantung impor solar cell yang merupakan komponen utama pembentuk modul surya atau modul fotovoltaik. Kualitas PLTS akan sangat bergantung pada modul fotovoltaiknya, oleh karena itu modul yang andal patut digunakan agar tidak menimbulkan kerugian-kerugian berarti.
ADVERTISEMENT
Pasar modul surya didominasi sebanyak 80% oleh sel surya berbasis silikon kristalin (c-Si). Macam teknologi silikon kristalin adalah Monokristalin Silikon, Polikristalin Silikon dan String Ribbon. Sisanya sebanyak 20% merupakan modul tipe Thin Film. Tipe teknologi Thin Film berupa amorphous silikon, Cadmium Telluride, Copper ndium Gallium Selenide dan Organic Photovoltaic. Modul surya berbasis silikon lebih banyak digemari konsumen karena berbagai pertimbangan seperti efisiensi modul yang lebih tinggi di angka 13%-19%, area yang dibutuhkan per KWp lebih kecil sehingga tidak akan memakan lahan yang luas dan harga modulnya yang lebih terjangkau. Thin film tentunya juga memiliki keistimewaan lain seperti biaya produksi yang lebih rendah, bersifat fleksibel dan koefisien temperatur rendah yang menguntungkan bagi negara dengan suhu ambien tinggi.
ADVERTISEMENT
Proses manufaktur modul surya silikon kristalin diawali dengan pengolahan pasir kuarsa menjadi silikon. Proses fabrikasi ingot, fabrikasi wafer dan fabrikasi sel diterapkan selanjutnya sebelum satu modul surya tercipta secara utuh. Biaya investasi perMW memang lebih mahal, namun karena tiap prosesnya bersifat terpisah dan berupa industri yang berdiri sendiri, penerapan strategi hulu ke hilir dapat diterapkan. Proses manufaktur Thin Film biaya investasinya relatif murah, sayangnya tiap tahapnya tidak dapat dipisahkan sehingga investasi dijalankan dalam satu proses menyeluruh. Hal ini menyebabkan strategi industri hulu ke hilir tidak dapat diterapkan di produksi modul surya Thin Film. Prediksi pasar Thin Film di tahun 2025 masih dibawah 15%, sedangkan pangsa dan penikmat pasar modul surya berbasis silikon semakin banyak sehingga menjadi alasan tersendiri untuk terus mengembangkan kecanggihan teknologinya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki pasokan pasir silika yang berlimpah. Data dari BPPT tahun 2013 menyebutkan bahwa Indonesia mempunyai potensi pasir silika sebanyak 17 ton dan tersebar luas di Indonesia. Pemanfaatannya yang sungguh-sungguh dapat mencapai target TKDN pembangunan industri energi surya minimal sebesar 90% di tahun 2025 yang diatur di Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 05/M-IND/PER/2/2017 tentang Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
PT. LEN Industri menjelaskan mengenai strategi hulu ke hilir komponen PLTS, dimana sisi industri hulu seperti pengolahan pasir kuarsa menjadi wafer masih belum difokuskan walaupun memiliki banyak potensi. Fokus saat ini ada di pembangunan industri manufaktur solar cell dengan dukungan industri dalam negeri seperti Pertamina dan menguatkan sisi industri hilir seperti modul surya, Solar System, sistem kelistrikan sampai dapat diterima dan dinikmati oleh pelanggan. Dengan sinergi hulu sampai hilir, diharapkan pengadaan barang dan jasa pasar energi surya ini diisi dengan produk dalam negeri. Selain memotong biaya impor perangkat, pembangunan industri dapat menciptakan lapangan kerja baru yang bisa mengganti jumlah angka pengangguran yang dihasilkan oleh penutupan industri batu bara yang diprediksi mencapai 100 ribu pekerja, dan juga menaikan perekonomian negara.
ADVERTISEMENT
Research and Development bidang EBT khususnya energi surya memiliki peran penting. Hubungan perguruan tinggi dan industri yang berperan langsung di bidangnya harus diperkuat, sehingga dapat melahirkan terobosan teknologi baru. Imbangnya perkembangan Research and Development energi surya serta realisasi sinergi industri hulu ke hilir dapat menjadi kunci kesuksesan pasar energi surya Indonesia, diharapkan dunia. Hal ini secara otomatis akan menaikan perekonomian negara.
Seperti yang diucapkan Dr. Sripeni Inten Cahyani, Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral bidang ketenagalistrikan saat mengisi kelas di program Kementerian ESDM GERILYA (Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya), Indonesia harus menciptakan produk dan menjadikan Indonesia pasarnya tersendiri, begitu pula pasar dunia.
Sumber :
- Buku Instalasi PLTS Do and Don’ts
ADVERTISEMENT
- Market and Technology Readiness in Indonesia PT Len Industri (Persero)
- Buku Pegangan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya
- Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 05/M-IND/PER/2/2017 tentang Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
- Peta Jalan Transisi Energi Indonesia Menuju Sistem Energi Rendah Karbon IESR