Konten dari Pengguna

Meroketnya Energi Surya di Vietnam, Apa Rahasianya?

Naura Shafa
Undergraduate Mechanical Engineering Student UPN VETERAN JAKARTA. Renewable Energy Enthusiasts. Magang di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
20 Februari 2022 20:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naura Shafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto :  shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Foto : shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Asia tenggara merupakan salah satu kontingen dengan kebutuhan listrik terbesar yang secara terus menerus bertambah. Keduanya mulai gencar beralih ke energi baru terbarukan khususnya energi solar demi memenuhi komitmen nasional yang dibentuk pada agenda Climate Change Conference of the Parties (COP26) untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan menuju Net Zero Emission 2060.
ADVERTISEMENT
indonesia menyikapi komitmen tersebut dengan mempercepat pembangunan dan penggunaan Pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT). Sama halnya dengan Indonesia, Vietnam yang memiliki komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 9% juga mulai gencar memanfaatkan energi bersih. Penggunaan EBT khususnya energi surya gencar digunakan di kedua negara ASEAN ini. Berdasarkan data IRENA (International Renewable Energy Agency) 2020 pertumbuhan energi surya di Vietnam melesat tinggi pada 2020 dan mencapai 16,5 GW, padahal kapasitas sebelumnya hanya sebesar 105 MW di tahun 2018. Indonesia sendiri baru berhasil mencapai angka sebesar 171,8 MW kapasitas terpasang, namun pertumbuhannya bersifat konstan dari tahun-tahun sebelumnya.
Perkembangan energi baru terbarukan Vietnam berfokus pada target Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 7 : penggunaan energi bersih dan berkelanjutan. Kunci kesuksesan pertumbuhan energi solar di Vietnam merupakan pemaksimalan kebijakan Feed in Tariff (FIT). FIT adalah suatu kebijakan yang dibuat untuk mempromosikan dan mendongkrak investasi penggunaan energi baru terbarukan agar dapat bersaing dengan energi konvensional yang harganya lebih murah. Kebijakan ini menjadi kunci dalam pengembangan tahap awal EBT yang memiliki banyak risiko, seperti risiko ekonomi dan teknologi. Kendala pemanfaatan energi EBT yang paling dominan adalah sifat energinya yang tidak konstan dan datang pergi (intermittent), sehingga butuh teknologi yang lebih canggih pula. Kebijakan FIT memberikan rasa aman pada penggunanya dari risiko-risiko tersebut.
ADVERTISEMENT
Kebijakan FIT untuk energi surya baru diterapkan di tahun 2017, 2019 dan 2020. Dalam penetapan kebijakan, Vietnam berani mengambil risiko besar demi mempercepat penyebaran dan penggunaan PLTS secara merata. Kebijakan FIT yang di terapkan di 2017 dan 2019 (dalam bentuk revisi) berfokus ke pembangunan PLTS, namun PLTS Atap tidak populer karena harga yang dijanjikan FIT lebih rendah dari biaya listrik rata-rata. Berkaca dari kendala tersebut, mekanisme kebijakan FIT 2020 direvisi dan mengatur secara lebih spesifik akan macam PLTS yang akan dibangun. Penyesuaian kebijakan ini berhasil mempopulerkan PLTS Atap di daerah selatan Vietnam yang padat penduduk. Kebijakan FIT 2017 dan 2019 yang sederhana dan tidak mengatur secara detail mengakibatkan ketidakmerataan tipe PLTS yang digunakan. Vietnam secara sigap menyelesaikan masalah ini dengan memberikan insentif khusus bagi perusahaan yang membangun PLTS bukan atap di daerah selatan vietnam, dimana porsi PLTSnya didominasi oleh PLTS atap.
ADVERTISEMENT
Walaupun Vietnam masih belum bisa meratakan penggunaan energi surya di tiap daerahnya seperti daerah utara yang memiliki nilai Global Horizontal Irradiation (GHI) lebih rendah, upaya maksimal yang dilakukan di daerah lainnya memberi jalan terbuka bagi pasar energi solar Vietnam kepada dunia. Jika ditinjaui dari sisi lain, perubahan kebijakan yang terus-menerus memberi risiko tambahan pada investor dan menciptakan tantangan dalam menarik modal. Tinggi frekuensi pergantian kebijakan dapat dianggap baik dan buruk tentunya tergantung cara pandang masing-masing individu.
Berbeda dengan Vietnam, Indonesia sampai saat ini menggunakan kebijakan net-metering, dimana sisa tagihan listrik yang dimiliki dapat dijual kembali ke PLN untuk “dibayarkan” di bulan berikutnya. Kebijakan ini cocok digunakan di indonesia dengan pertimbangan bahwa PLN adalah penyedia listrik tunggal di Indonesia. Kebijakan dalam mempromosikan pemafaatan energi baru terbarukan tidak bisa disamakan di tiap negara. Tidak adat standar kebijakan benar yang berlaku di tiap negara dengan kondisi ekonomi dan system jaringan listrik yang berbeda. Yang patut digarisbawahi adalah Indonesia harus terus belajar dan berkaca hal-hal baik dari negara Asia Tenggara lainnya yang berhasil mempopulerkan penggunaan energi surya.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2021 sendiri indonesia sudah berhasil menambah kapasitas terpasang sebanyak 7 unit PLTS dan PLTS Atap sejumlah 30,81 MW dan targetnya akan terus di tingkatkan di tahun 2022. Transisi energi menuju energi bersih memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Dengan dukungan multisektoral dari pemerintah, sektor swasta, akademisi dan komunitas publik target tersebut dapat tercapai dengan mudah, demi keberlangsungan lingkungan hidup.
sumber : Le, Hang Thi-Thuy, et al. "Critical Assessment of Feed-In Tariffs and Solar Photovoltaic Development in Vietnam." Energies 15.2 (2022): 556.