Apakah Elektabilitas Tinggi Terpilih Menjadi Presiden ?

Nazar EL Mahfudzi
Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Pancasila
Konten dari Pengguna
19 September 2022 9:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nazar EL Mahfudzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Ganjar Pranowo dan Moeldoko
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Ganjar Pranowo dan Moeldoko
ADVERTISEMENT
Setiap lima tahun, Partai Politik (Parpol) yang memiliki nama besar dan kecil di Indonesia mengumumkan pencalonan mereka untuk pemilihan presiden, mendorong kita semua untuk memulai argumen tahun pra-pemilihan yang biasa tentang kandidat mana yang paling dapat terpilih menjadi Presiden.
ADVERTISEMENT
Kata "Elektabilitas" dapat dipilih tampaknya cukup jelas. Secara teknis, itu berarti "mampu, atau memiliki peluang yang wajar untuk terpilih." Tapi, apa yang sebenarnya kita bicarakan ketika kita mengatakan bahwa seseorang elektabilitas tinggi dapat dipilih menjadi Presiden ?
Penggunaan pertama yang tercatat dari electable adalah pada akhir 1800-an, dan ide tersebut sebagian besar adalah tentang persepsi . Franklin Delano Roosevelt terkenal meremehkan fakta bahwa dia lumpuh saat berkampanye pada tahun 1932, menggunakan penyangga baja untuk menopang kakinya selama pidato dan melarang foto dirinya di kursi roda atau bergerak, karena dia khawatir itu akan mempengaruhi elektabilitasnya dengan membuat dia tampak sakit-sakitan atau lemah.
Dalam pemilihan tahun 1960, John F. Kennedy dipandang kurang dapat dipilih oleh beberapa orang karena dia Katolik dan prasangka anti-Katoliknya tinggi. Dia akhirnya menang, tetapi itu adalah salah satu margin terdekat dalam sejarah pemilihan Amerika.
ADVERTISEMENT
Elektabilitas Bukan Suara Pemilih Mayoritas
Tingginya persepsi Elektabilitas lebih mengarah pola strategi politik identitas , dan itu menciptakan ruang untuk prasangka . Masyarakat Amerika berbagai survei yang sama juga menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen orang Amerika mengatakan mereka tidak akan memilih calon Muslim, dan lebih dari separuh orang Amerika mengatakan mereka akan ragu-ragu untuk memilih seseorang yang tidak percaya pada Tuhan. Itu bukan kesepakatan "tentang isu-isu"; yaitu prasangka terhadap calon tertentu atas dasar agama.
Rasisme dan Elektabilitas
Sayangnya, rasisme juga berperan dalam elektabilitas. Keterbatasan elektabilitas tampaknya sering berfungsi sebagai cara untuk mengecilkan hati kandidat minoritas dari mencari jabatan atas dasar bahwa mereka “tidak bisa menang.” Dr. Adia Winfrey, mantan kandidat DPR AS di distrik ketiga Alabama pada tahun 2018 bahwa dia hampir tidak mendapat dukungan dari lembaga negara selama kampanyenya karena mereka tidak percaya dia bisa menang di distriknya yang mayoritas kulit putih.
ADVERTISEMENT
“Seorang pejabat partai Demokrat yang tidak disebutkan namanya. “ Kamu tidak bisa menang karena kamu Hitam .” Ujar Adia WInfrey
Elektabiltas Belum Tentu Mendapat Dukungan Partai Politik
Seorang kandidat Presiden juga harus terpilih dari Parpol dan menempatkan elektabilitas hanya sebagai persepsi dari opini berbagai kepentingan masyarakat, artinya banyak lembaga survey yang mengarahkan tujuan seorang kandidat Presiden untuk mendapatkan peluang dan pengaruh masyarakat pemilih.
Sudah tepat yang dikemukakan oleh Jokowi, meminta para relawannya untuk tidak terburu-buru menentukan arah dukungan kepada calon tertentu. Dia ingin relawan menunggu dinamika yang sedang berjalan di kalangan partai politik.
"Belum tentu yang elektabilitasnya tinggi itu diajukan oleh partai atau gabungan partai. Kalau mereka enggak mau, gimana? Oleh sebab itu, sekali lagi, ojo kesusu, jangan tergesa-gesa," kata Jokowi di Rapat Pimpinan Nasional Bravo 5 di Ancol, Jakarta, Jumat (26/8).
ADVERTISEMENT
Patron politik dari relawan Jokowi yang memainkan strategi elektabilitas melalui lembaga survey justru sangat merugikan integritas Jokowi sebagai seorang kader Parpol, Jokowi juga mengimbau relawannya untuk tidak sibuk terlibat politik identitas dan rasisme menjelang Pemilu 2024. Dia menyatakan jargon "ojo kesusu" untuk mengerem manuver politik para relawan.