Kedaulatan Nusantara, Bangkit Melawan Oligarki Negara

Nazar EL Mahfudzi
Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Pancasila
Konten dari Pengguna
11 Januari 2022 16:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nazar EL Mahfudzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Ilustrasi Kedaulatan Nusantara
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Ilustrasi Kedaulatan Nusantara
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konsep Westphalia 1648 tentang kedaulatan negara berkembang menjadi konsep kedaulatan nusantara kedalam sistem negara berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pertama, perubahan kedaulatan sebagai prinsip dasar kenegaraan modern mendukung norma masyarakat dalam menegakkan keamanan dan kelangsungan kemerdekaan negara.Kedua,perilaku etis terhadap bangsa dan negara lain didasarkan pada pandangan yang saling menghargai ketergantungan demokratis dan ekonomi yang kondusif bagi tatanan internasional. Hal ini diperkuat pandangan Mark Zacher (2001) mengenai norma integritas teritorial, karena semakin pentingnya aktor multilateral seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Pengadilan Kriminal Internasional untuk menegakkan norma integritas yang berdampak pada pemahaman kedaulatan di abad ke -21.
ADVERTISEMENT
Norma integritas teritorial dan kedaulatan nusantara negara Indonesia sebagai nilai independen kepentingan nasional yang berkelanjutan adalah prinsip dasar bagi logika material dan ideasional dari masyarakat wilayah kepulauan nusantara.
Nasionalisasi kedaulatan nusantara menjadi fokus utama eksistensi negara dilandasi oleh sistem norma, etik dan budaya. Adapun simbol-simbol ekspresif musyawarah mufakat yang dianut oleh organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga negara sebagai ikatan sosial kolektif kolegial dapat mempersatukan anggota-anggota masyarakat dalam suatu perasaan identitas bersama.
Maka tatanan sosial kekuasaan negara terhadap rakyat menjadi tujuan strategis transituasional beraneka ragam kepentingan untuk kembali kedalam UUD 1945 dan falsafah idiologi Pancasila. Pola hubungan dialogis antara penguasa dengan rakyatnya inilah yang disebut sebagai Kedaulatan Nusantara.
ADVERTISEMENT
Musyawarah Mufakat dan Kedaulatan Nusantara
Musyawarah dan Mufakat jika dihubungkan dengan kedaulatan nusantara menjadi dialektika sejarah idiolgis bangsa untuk mencapai kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hal ini mencerminkan kehendak seluruh rakyat Indonesia sebagaimana tertuang didalam Undang-Undang Dasar 1945, yang berlandaskan falsafah dan ideologi Pancasila. Falsafah dan ideologi Pancasila tersebut secara kongkrit termuat di dalam Alenia IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yang berbunyi:
" Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahtcraan umum, mcncerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indoensia itu dalam suatu Undang Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemantisiaan yang adil dan beradab, persatuan Indoensia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakitan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Indonesia" (Naskah Undang-undang Dasar 1945).
ADVERTISEMENT
Letak geostrategis Indonesia di kawasan Asia Tenggara menjadi jantung perdagangan Asia Timur, merupakan daya pikat finansial besar kaum elite borjuis komperador liberal kapitalistik untuk berkongsi dengan koalisi Partai Politik (Parpol) yang berkuasa, mendominasi kebijakan Legislatif, Yudikatif, Eksekutif dan menggeser eksistensi kedaualatan nasional dalam menjalankan kontinuitas program pembangunan di segala bidang .
Permasalahan Kedaulatan Nusantara Indonesia
Bangsa Indonesia pada hakikatnya adalah sebuah negara yang memiliki nilai budaya demokrasi berasaskan musyawarah mufakat, khususnya sila keempat Pancasila yang berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan". Namun, imagined community dalam kehidupan politik yang bersifat majemuk adalah tidak adanya kehendak bersama common-will. Dalam hal ini, masing-masing elemen lebih merupakan kumpulan daripada sebagai suatu keseluruhan yang bersifat organis dan sebagai individu kehidupan sosial mereka tidaklah utuh, antara lain :
ADVERTISEMENT
Pertama, ikatan primordial yang tradisional dan bersifat lokal ke arah identitas nasional dibenturkan kedalam isu-isu politik identitas dan SARA ( Suku Ras dan Agama)
Kedua, etika budaya demokrasi dalam lembaga-lembaga politik negara ditemukan persoalan patron politik kekuasaan dan dinasti partai-partai politik yang korupsi, saling berebut kekuasaan untuk melegalkan status quo
Ketiga, Sistem politik liberal kapitalistik juga mengkondisikan pemilihan langsung secara Terstruktur, Sistematik dan Masif (TSM), dengan cara merusak sistem identitas nasional budaya musyawarah mufakat masyarakat kolektif kolegial.
Kebangkitan Westphalia 1648 Melawan Oligarki
Jika merujuk konsep westphalia 1648 kedalam sistem negara Indonesia, bahwa kedaulatan nusantara pada era modern merujuk pada konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
ADVERTISEMENT
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Negara Republik Indonesia telah terbentuk “kedaulatan hukum Bangsa Indonesia” menempatkan MPR sebagai Majelis Tertinggi representasi masyarakat dalam kerangka kedaulatan hukum Negara Indonesia yakni “kedaulatan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh MPR”
Pemerintahan demokratis adalah pemerintah yang mendapat persetujuan rakyat melalui supreme political authority” dan kedaulatan nasional “Soveriegthy” ada ditangan rakyat yang memiliki kedaulatan nusantara diatas kedaulatan negara.Bangkit melawan oligarki negara karena hilangnya eksistensi kedaulatan negara yang dilandasi oleh sistem norma, etik dan budaya yang mengatasnamakan kepentingan kekuasaan bukan kepentingan rakyat.
Penetrasi negara asing yang mendistorsi sektor perdagangan-ekonomi internal mengarah pada konflik sosiopolitik, awal dari munculnya neo imperialisme oligarki di Negara berkembang kedalam struktur kekuasaan yang terdiri dari beberapa individu elit, keluarga, atau perusahaan untuk mengontrol suatu negara atau organisasi.
ADVERTISEMENT