Pemahaman Masyarakat Mengenai Poligami Ditinjau dalam Perdata Islam

Nazhifah Syarif
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syari'ah dan Hukum
Konten dari Pengguna
24 November 2022 18:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nazhifah Syarif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: Pexels.com/Ming An
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: Pexels.com/Ming An
ADVERTISEMENT
Poligami telah dipraktikkan umat manusia jauh sebelum Islam tiba. Rasulullah SAW membatasi istri lebih dari satu hingga empat orang istri. Sebelum adanya restriksi ini, para sahabat telah banyak yang mempraktikkan istri lebih dari satu melebihi dari empat istri, misalnya lima istri, sepuluh istri, bahkan lebih dari itu. Mereka melakukan hal itu sebelum mereka memeluk Islam, misalnya yg dialami sang Qais bin al-Harits. Ia berkata: Aku masuk Islam dan saya memiliki delapan istri, kemudian saya tiba pada Nabi Muhammad SAW dan mengungkapkan hal itu pada beliau, kemudian beliau berkata: “Pilih menurut mereka empat orang.” (HR. Ibnu Majah). Hal ini pula dialami sang Ghailan bin Salamah al Tsaqafi waktu memeluk Islam. "Ia mempunyai sepuluh istri dalam masa jahiliah yg semuanya pula memeluk Islam. Maka Nabi SAW menyuruhnya buat menentukan empat orang menurut sepuluh istrinya". (HR. al-Tirmidzi).
ADVERTISEMENT
Jadi, istri lebih dari satu telah usang dipraktikkan oleh umat manusia jauh sebelum Nabi Muhammad SAW melakukan istri lebih dari satu. Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad pula banyak yang melakukan istri lebih dari satu, misalnya Nabi Daud a.s., Nabi Sulaiman a.s., dan begitu pula umat-umatnya. Masyarakat jahiliyah pada ketika yang relatif usang, mereka mentradisikan istri lebih dari satu pada jumlah yang tidak terbatas sampai datangnya Islam.
Sebagian menurut orang jahiliyah, mereka yang sudah memeluk Islam dan telah berpoligami, sebagai akibatnya wajib tunduk pada anggaran Islam yang hanya membatasi istri lebih dari satu hingga empat istri saja. Menanggapi perkara istri lebih dari satu ini berkembang aneka macam pendapat pada aneka macam kalangan. Masyarakat barat (Eropa & Amerika Serikat) berdalih bahwa sistem istri lebih dari satu akan menciptakan kontradiksi dan perpecahan antara suami, istri dan anak-anaknya. Kondisi ini juga yang menyebabkan tumbuhnya perilaku yang tidak baik dalam anak-anak. Mereka pula beropini bahwa istri lebih dari satu akan mengikis kemuliaan wanita.
ADVERTISEMENT
Menurut mereka, wanita tidak bisa merasa mempunyai hak dan kemuliaan, bila beliau masih merasa bahwa orang lain pula mempunyai hati, cinta dan afeksi suaminya. Seorang istri senantiasa menginginkan supaya suami sebagai milik satu-satunya, sebagaimana pula suami berhak berakibat istri milik satu-satunya tanpa yang lain. Itulah sebagian propaganda barat terkait menggunakan perkara istri lebih dari satu yang dalam akhirnya menyalahkan adanya sistem atau forum istri lebih dari satu. Poligami dilihat menjadi perlakuan diskriminatif Islam, karena hanya menaruh kesempatan pada pria buat mempunyai pasangan lebih menurut satu, sementara wanita tidak boleh (Al-Buthi, 2002: 138).
Pandangan ini pula disebarkan pada aneka macam global termasuk global Islam, sebagai akibatnya sebagian umat Islam mempunyai pandangan yang sama mengenai istri lebih dari satu, yakni menjadi ketentuan keliru yang wajib dihentikan pada Islam. Pandangan barat misalnya pada kasus di atas tidak lepas menurut background kepercayaan yang dianut pada barat. Mayoritas rakyat barat menganut kepercayaan Nasrani (Kristen/Katolik). Agama Nasrani dari penganutnya melarang istri lebih dari satu.
ADVERTISEMENT