Pakar: Pemerintah Perlu Perkuat Adaptasi Masyarakat Rentan Bencana Iklim Pesisir

Berita IPB
Akun resmi Institut Pertanian Bogor
Konten dari Pengguna
16 Januari 2023 9:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita IPB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pakar: Pemerintah Perlu Perkuat Adaptasi Masyarakat Rentan Bencana Iklim Pesisir
zoom-in-whitePerbesar
Pakar: Pemerintah Perlu Perkuat Adaptasi Masyarakat Rentan Bencana Iklim Pesisir
ADVERTISEMENT
Cuaca ekstrim yang menyebabkan bencana hidrometeorologis seperti banjir, longsor, badai, pasang laut dan sebagainya kian menghantui masyarakat, terutama mereka yang berada pada kelompok rentan. Nelayan tradisional sebagai salah satu kelompok rentan tidak bisa lepas dari bencana iklim tersebut.
ADVERTISEMENT
Dr Alfian Helmi, Dosen IPB University dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) Fakultas Ekologi Manusia menceritakan, dampak dari bencana iklim bagi nelayan ini sangat beragam. Selain menyebabkan hilangnya harta benda, hancurnya mata pencaharian, juga bisa menyebabkan cedera hingga kematian.
Menurutnya, peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap bencana iklim di tengah masyarakat harus segera dilakukan dengan langkah-langkah konkrit. “Pemerintah seringnya berfokus pada penanganan pasca bencana, sedangkan aspek kesiapsiagaan (preparedness) dan kesadaran (awareness) masyarakat dalam menghadapi bencana iklim seringkali terabaikan,” katanya.
Menurutnya, peningkatan kapasitas adaptif masyarakat dalam menghadapi bencana iklim menjadi aspek yang tidak kalah penting. Pemerintah perlu mengencangkan sabuk agar penanganan bencana iklim dapat pula menjamin perlindungan kelompok rentan, seperti nelayan tradisional.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, nelayan seringnya menghadapi bencana iklim seperti gelombang pasang dan abrasi. Pihak yang paling terdampak adalah nelayan tradisional dengan kapasitas ekonomi dan sumberdaya sangat terbatas.
“Nelayan tradisional menjadi pihak yang paling terdampak dalam bencana iklim bila aspek perlindungannya diabaikan. Padahal kita sudah punya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam,” pungkasnya. Undang-undang ini, katanya, mengamanatkan pemerintah untuk menyusun skema perlindungan nelayan dari risiko bencana alam dan perubahan iklim.
“Sayangnya, hingga saat ini, skema dan jaminan perlindungan nelayan masih kurang maksimal,” tuturnya.
Ia melanjutkan, perlu ada upaya serius dalam melindungi nelayan tradisional dari ancaman bencana iklim. Terutama karena intensitas kejadian bencana iklim semakin hari kian meningkat beberapa waktu belakangan ini. Skema perlindungan tersebut, imbuhnya, dapat dilakukan misalnya dengan mengembangkan resilience plan untuk mengamankan mata pencaharian masyarakat rentan. Termasuk di dalamnya mengamankan pendapatan dan infrastruktur yang esensial di sektor perikanan. Bisa juga dilakukan dengan memetakan daerah-daerah perairan rawan bencana, memperkuat green belt (mangrove protection), mempromosikan climate smart-fishing, meningkatkan akses kepada asuransi nelayan dan aksi konkrit lainnya untuk membuat masyarakat lebih resilien. “Intinya, skema perlindungan nelayan harus mampu menjamin kehidupan mereka dapat tetap berjalan sebagaimana mestinya bila terjadi bencana iklim,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Aspek kelembagaan juga tidak kalah penting. Menurutnya, penguatan kelembagaan formal dan non formal nelayan perlu ditingkatkan dalam hal pengelolaan sumberdaya laut.
“Bila kelembagaannya sudah kuat dan solidaritasnya telah terbangun, maka akan dengan sendirinya aspek kesiapsiagaan dapat tercapai,” terang Ahli Sosiologi Masyarakat Pesisir IPB University ini. (MW/Zul)