Bebahayakah Kandungan Sianida pada Hortensia dalam Sarana Upacara Umat Hindu?

MadeYuliasih
Pegawai Badan Riset dan Inovasi Nasional
Konten dari Pengguna
19 Agustus 2022 13:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MadeYuliasih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Canang sebagai Sarana Upacara Persembahyangan Umat Hindu di Bali (Foto : dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Canang sebagai Sarana Upacara Persembahyangan Umat Hindu di Bali (Foto : dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bali merupakan daerah dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Hindu. Umat Hindu di Bali terutama perempuan Bali dalam kehidupan sehari-hari akan selalu dekat dengan yang namanya canang. Canang merupakan sarana persembahyangan yang digunakan sehari-hari sebagai wujud bakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia yang telah diberikan.
ADVERTISEMENT
Dalam pembuatan canang, bunga menjadi salah satu sarana wajib yang harus ada. Sebab, bunga melambangkan ketulusan dan kesucian. Salah satu bunga yang menjadi incaran ibu-ibu umat Hindu di Bali sebagai sarana upacara adalah hortensia atau yang lebih akrab disebut bunga kembang seribu.
Bunga kembang seribu memiliki nama latin Hydrangea macrophylla merupakan tumbuhan berbunga berdiameter sekitar 20 cm. Bentuk bunganya kecil-kecil bergerombol menyatu dengan bunga lainnya, merupakan jenis bunga majemuk berbentuk malai yang keluar dari ujung tangkai.
Dalam persembahyangan yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali setelah melakukan pemuspaan (ngaturang sembah bakti), dilanjutkan dengan pembagian air suci (nunas tirta). Air suci ini akan diminum sebanyak 3 (tiga) kali.
ADVERTISEMENT
Sarana yang dipakai dalam membagikan air suci adalah tanaman alang-alang yang kering diikat jadi satu menggunakan benang tiga warna yaitu putih, merah dan hitam, atau lebih dikenal dengan nama benang tridatu. Benang tridatu melambangkan Kesucian Tuhan dalam manifestasinya sebagai Brahma (pencipta), Wisnu (pemelihara), dan Dewa Siwa (pelebur).
Apabila tidak ada tanaman alang-alang, maka bunga menjadi sarana yang dipilih untuk membagikan air suci. Bunga yang biasa dipakai diantaranya kamboja, sandat, cempaka, atau bunga lainnya.
Tidak jarang karena ketidaktahuan masyarakat bunga kembang seribu juga digunakan dalam pembagian air suci tersebut. Padahal dalam penelitian yang dilakukan Aswin Abbas tahun 2018, disebutkan bunga kembang seribu mengandung racun karena semua bagian tanaman mengandung glukosida sianogenik atau senyawa yang mengandung gugus CN (sianida).
ADVERTISEMENT
Mendengar kata sianida mungkin akan mengingatkan kita kembali dengan kasus kopi sianida yang pernah terjadi di Indonesia, di mana dalam kasus tersebut sampai memakan korban jiwa akibat mengonsumsi kopi tercampur racun sianida. Berkaca dari kasus tersebut menandakan bahwa racun sianida itu memiliki efek yang mematikan.
Bagaimana dengan bunga kembang seribu yang tercampur dengan air suci dan dikonsumsi oleh masyarakat Bali? Pertanyaan tersebut terjawab dari hasil penelitian yang dilakukan Aswin Abbas tahun 2018 bahwa kandungan sianida yang beracun merupakan kandungan sianida dalam kadar tertentu.
Pendapat tersebut didukung oleh pengalaman yang pernah dialami oleh Dayu Kartini umat Hindu di Bali, yang pernah meminum air suci yang berisi rendaman bunga kembang seribu, menyatakan bahwa air suci tersebut terasa pahit namun sejauh ini tidak menimbulkan efek samping.
ADVERTISEMENT
Walaupun dalam hasil penelitian telah disebutkan sianida hanya dalam kadar tertentu yang dapat meracuni tubuh manusia, namun masyarakat hendaknya lebih berhati-hati dalam menggunakan bunga kembang seribu untuk keperluan yang berhubungan dengan hal-hal yang akan dikonsumsi.
Belum terlambat bila ingin mengenal berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita yang sering digunakan dalam keperluan sehari-hari. Kebun Raya Eka Karya Bali memiliki berbagai jenis koleksi tanaman untuk keperluan upacara adat Hindu di Bali, dapat dijumpai di Taman Panca Yadnya yang didesain dengan konsep konservasi harmoni dalam budaya.
Panca yadnya merupakan lima korban suci yang ditujukan kepada Tuhan ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa) terdiri dari Dewa Yadnya ( Yadnya yang ditujukan kepada Tuhan), Rsi Yadnya (Yadnya ditujukan kepada para Rsi), Pitra Yadnya (Yadnya yang ditujukan kepada leluhur), Manusa Yadnya (Yadnya yang ditujukan kepada sesama manusia) dan Buta Yadnya (Yadnya yang ditujukan kepada bhuta kala atau makhluk bawah).
ADVERTISEMENT
Di Bali juga dikenal dengan adanya falsafah Tri Hita Karana, merupakan tiga hubungan yang harmonis untuk menciptakan kebahagian. Hubungan tersebut meliputi hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam atau lingkungan. Melalui pelestarian lingkungan sudah merupakan salah satu wujud rasa bakti kita dihadapan Tuhan sebagai pencipta alam berserta isinya. (yul)