Konten dari Pengguna

Target Ending HIV 2030 : Realitas Masalah dan Dampak Sosial

Nia Sunatun Saniyah
Mahasiswa Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, FISIPOL, UGM dan Pekerja Sosial di Sentra Terpadu Prof.Dr.Soeharso, Kementerian Sosial
6 Oktober 2024 9:08 WIB
·
waktu baca 18 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nia Sunatun Saniyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Nia Sunatun Saniyah
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Nia Sunatun Saniyah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di Indonesia penderita HIV setiap tahun jumlahnya semakin bertambah, prediksi dari Kementerian Kesehatan tahun 2023 lalu, di Indonesia terdapat setidaknya 500 lebih kasus HIV/AIDS. Sejumlah 69,9% dari kasus yang tercatat, adalah usia produktif, dengan rentang usia dari 25 sampai usia 49 tahun. Ibu rumah tangga, menjadi kelompok penderita HIV yang jumlahnya cenderung meningkat setiap tahunnya. Penularan terjadi dimungkinkan dari suami, atau pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial karena alasan kesulitan mendapat pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan juga, 30% dari jumlah Orang dengan HIV adalah ibu rumah tangga. Diidentifikasi bahwa jumlah kenaikan data yang terinfeksi dari ibu rumah tangga adalah 5.100 kasus setiap tahunnya, kata dr. Syahril Kementerian Kesehatan (kemenkes:2024). Menyusul setelahnya suami pekerja seks dan kelompok LSL (Lelaki Sex Lelaki), yang merupakan kelompok rentan lainnya. Aktivitas Lelaki Seks Lelaki kini telah menjadi cara penularan HIV tertinggi ke dua, setelah penularan dari suami ke istri.
ADVERTISEMENT
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang cara kerjanya menghancurkan sel darah putih yang bertugas menjaga kekebalan tubuh dari adanya infeksi, sehinga efeknya ketika sel darah putih dalam tubuh seseorang berkurang orang tersebut akan mudah terkena infeksi virus, bakteri lainnya. Sedangkan AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) merupakan stadium akhir dari infeksi HIV. Tidak semua Orang dengan HIV akan menjadi AIDS, melalui kedisplinan menggunakan obat ARV, menjaga perilaku hidup sehat dan menjauhi perilaku beresiko dari beberapa penelitian dapat meningkatkan kualitas hidup ODHIV.
Penularan HIV paling sering terjadi melalui hubungan seks beresiko. Seperti berhubungan seks dengan pasangan yang terinfeksi HIV, pekerja seks komersial, berganti-ganti pasangan heteroseksual atau homoseksual. Penggunaan jarum suntik yang berulang pada pengguna narkoba juga menjadi cara penularan virus HIV lainnya (Sofro, 2018). Beberapa penyakit fisik serius juga rentan muncul akibat dari virus HIV/AIDS seperti penyakit Tuberkulosis (TBC atau Tb), Infeksi jamur yang biasa terjadi pada mulut dan tenggorokan, pembengkakkan pada kelenjar getah bening, munculnya herpes zoster secara berulang dan munculnya bercak gatal diseluruh tubuh (Tahir et al., 2022).
ADVERTISEMENT
Beberapa gejala penyakit dari penderita HIV/AIDS ini terkesan tidak wajar, tak heran jika di Masyarakat masih ada stigma bahwa penyakit ini sangat menular dan berbahaya, sehingga masyarakat tidak mau bersentuhan, menjauhi bahkan memberikan label negatif pada Orang dengan HIV. Stigma lain yang salah atau mitos terkait penyakit ini adalah penyakit kutukan sehingga orang-orang sekitar mengasingkan penderita HIV/AIDS. Akibat dari stigma tersebut, penderita HIV juga seringkali mendapatkan diskriminasi sehingga tidak mau terbuka dan merahasiakan penyakitnya. Tidak salah bila, WHO memperkirakan setiap 1 kasus yang ada, terdapat 100-200 kasus lain yang tidak terungkap. (Asrina et al., 2021).
Dalam upaya untuk mengakhiri epidemi ini, berbagai organisasi dan negara telah menetapkan target untuk mengurangi jumlah infeksi baru dan meningkatkan akses terhadap pengobatan. Salah satu target ambisius adalah "Ending HIV by 2030". Berdasarkan penjelasan di laman Indonesia AIDS Coalition (IAC), Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030 dalam arti : pada setidaknya 95% orang yang hidup dengan HIV mengetahui status mereka, 95% dari mereka mendapatkan pengobatan, dan 95% orang yang dalam pengobatan mendapati virusnya tersupresi (tidak terdeteksi). (IAC:2024)
ADVERTISEMENT
Pertanyaan besarnya, target Ending HIV 2030 ini lebih mengarah pada isu kesehatan, perlukah target besar ini mengikutsertakan penanganan dampak sosial dalam slogannya ? apa saja masalah sosial yang muncul dari HIV ini? Apa penyebabnya dan perilaku apa saja yang rentan tertular dan menularkan? Siapa dan bagaimana langkah penanganan stakeholder dalam penanggulangan HIV saat ini? Apa rekomendasi penanganan dampak sosialnya dan target apa yang harus segera ditangani ?
Masalah sosial yang muncul dari HIV
HIV memang salah satu masalah yang erat hubungannya dengan kesehatan karena penanganan virus yang membutuhkan pendampingan, rangkaian obat-obatan medis yang harus dikonsumsi, serta ada penanganan medis terkait penyakit penyerta lainnya seperti TBC, Sifilis, penyakit menular seksual dan lainnya. Namun kita tidak bisa memungkiri kehadiran penyakit ini juga memiliki dampak sosial. Setidaknya ada 4 area yang erat terdampak :
ADVERTISEMENT
Kesehatan: Dengan bertambahnya jumlah infeksi baru HIV, masyarakat akan mengalami dampak juga, seperti akan berpengaruh pada penularan penyakit lainnya dari penyakit penyerta yang diidap oleh orang dengan HIV yang tidak mendapatkan penanganan. Contohnya penyakit TBC, mudah menyebar bahkan kepada mereka yang tidak mengidap HIV. Penyakit menular seksual, bisa ditularkan pada pasangan yang tidak HIV. Selain rentan akan tertular HIV pada beberapa tahun yang akan datang, TBC dan Penyakit Menular Seksual akan segera tertular pada saat itu. Perubahan angka harapan hidup, HIV yang tidak ditangani akan menular dengan penyakit penyerta lainnya dan menyebabkan tingginya tingkat kematian. Relasi antar manusia menjadi akan berdampak apabila hal ini terjadi.
Ekonomi: HIV AIDS juga berdampak dalam bidang ekonomi, baik perekonomian individu orang dengan HIV, juga pada negara. Banyaknya kasus HIV pada sebuah negara setidaknya menghambat investasi dan pertumbuhan usaha. Orang dengan HIV yang tidak mendapatkan penanganan juga akan dapat menurunkan produktivitas kerja, biaya jaminan sosial dan biaya kesehatan yang ditanggung negara tinggi, bisa berdampak juga berkurangnya penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan sedangkan biaya untuk konsumsi rumah tangga tetap berjalan, maka semakin mungkin meningkatkan angka kemiskinan dan meningkatnya masalah sosial, kriminalitas dan masalah ekonomi lainnya.
ADVERTISEMENT
Kehidupan sosial : Dalam Masyarakat saat ini stigma akan orang dengan HIV masih belum sepenuhnya hilang, bahwa HIV adalah penyakit kutukan, akibat dosa dan ulah manusia, juga alienasi (pengasingan) terhadap orang dengan HIV. Stigma dan diskriminasi terkadang juga dirasakan oleh orang dengan HIV dan keluarga, baik dalam layanan Pendidikan, Kesehatan dan Pekerjaan. Karena beberapa hal tersebut, kebanyakan Orang dengan HIV memilih untuk tidak membuka identitas mereka sebagai pengidap HIV pada keluarga, kerabat dan lingkungan sosialnya.
Pendidikan dan Pekerjaan: Bagi orang dengan HIV yang sudah membuka identitas mereka, terkadang memberikan kemudahan namun dalam hal lain juga menjadi masalah. Dalam hal Pendidikan misalnya, seperti di kutip dalam laman redlineindonesia (2023), kasus terjadi di Solo pada tahun 2019, dimana 14 siswa SD yang diduga mengidap HIV dipaksa keluar dari sekolah. Pengeluaran siswa ini diawali dari desakan para wali murid yang takut anaknya tertular HIV. Para wali murid tersebut juga mengancam akan memindahkan anak-anaknya ke sekolah lain jika ke-14 siswa tersebut tidak dikeluarkan. Kasus yang serupa juga terjadi di Samosir pada tahun 2018. Terdapat 3 anak yang dikeluarkan dari sekolah dasar karena diduga mengidap HIV. Lagi-lagi peristiwa ini bermula dari desakan para wali murid yang takut anaknya tertular HIV dan rela memindahkan anak-anak mereka ke sekolah lain jika anak dengan HIV tetap bersekolah disana. Hal tersebut membuktikan bahwa dunia pendidikan dan pekerjaan saat ini belum ramah terhadap Orang dengan HIV.
ADVERTISEMENT
Penyebab dan Perilaku yang rentan tertular dan menularkan HIV
Sebelum mengenal aktor atau komunitas mana saja yang rentan menjadi objek dan subjek penularan, baiknya kita memahami penyebab awal mula HIV ini terjadi. HIV (Human Immunodeficiency Virus) diperkirakan berasal dari virus simian immunodeficiency virus (SIV) yang ada pada primata, khususnya di Afrika. Proses awal mula penularan HIV ke manusia dapat dijelaskan melalui beberapa faktor: 1) Zoonosis: Pada awal abad ke- 20, HIV diperkirakan baru muncul ketika manusia mulai berburu dan mengonsumsi daging primata, penularan virus terjadi saat itu dari hewan ke manusia. 2) Penyebaran Melalui Aktivitas Sosial: Penyebaran virus terjadi juga pada saat aktivitas sosial dan migrasi penduduk di wilayah-wilayah tertentu di Afrika, saat itu penyebaran sudah mulai dari manusia ke manusia. 3) Perubahan Perilaku: Perubahan dalam perilaku seksual manusia dan penggunaan narkoba yang melibatkan jarum suntik berkontribusi pada penyebaran virus di kalangan individu. 4) Kondisi Kesehatan Masyarakat: Faktor aksesibilitas, kurangnya layanan kesehatan dan kondisi hidup yang tidak sehat juga dapat memperburuk pada penyebaran HIV.
ADVERTISEMENT
Sedangkan penyebab HIV baru-baru ini cepat tersebar karena beberapa hal, antara lain: 1) Kurangnya Edukasi: Banyak orang yang masih kurang informasi mengenai HIV, cara penularan, dan pencegahannya. 2) Stigma dan Diskriminasi: adanya stigma di Masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS menghambat orang untuk mencari pengobatan atau menjalani tes, karena orang dengan HIV khawatir membuka identitasnya meskipun di kalangan layanan kesehatan. 3) Kurangnya Akses ke Pelayanan Kesehatan: Di beberapa daerah, akses terhadap layanan kesehatan, termasuk tes dan pengobatan HIV, masih terbatas. 4) Perilaku Seksual Berisiko: Meningkatnya praktik seks tidak aman, seperti hubungan seks bebas, berganti pasangan, hubungann seks pasangan sesama jenis, hubungan seks beresiko tanpa pengaman (kondom), dapat meningkatkan risiko penularan. 5) Penggunaan Narkoba: Penggunaan narkoba dengan jarum suntik yang tidak steril dan berganti-ganti pada pecandu narkoba. 6) Mobilitas Penduduk: Migrasi dan perpindahan populasi dapat mempercepat penyebaran virus di daerah baru. 7) Pandemi COVID-19: Selama pandemi, banyak program pencegahan dan pengobatan HIV terhambat, yang dapat menyebabkan peningkatan infeksi baru.
ADVERTISEMENT
Untuk memahami perilaku apa saja yang menjadi penyebab peningkatan infeksi, penulis mengelompokkan sebagai berikut :
1) Berganti-ganti pasangan seks ; Perilaku berganti-ganti pasangan seks adalah aktivitas yang paling pertama rentan terinfeksi HIV, bukan hanya pekerja seks komersial dan pengguna layanan (customer) dari pekerja seks saja yang termasuk didalamnya, kehidupan serba bebas saat ini menjadi pengaruh yang luar biasa terhadap kemunculan perlaku free seks. Jika dulu istilah Free seks disebut dengan kumpul kebo, perilaku berhubungan seksual dengan individu lain, atas dasar suka sama suka saat ini dibingkai dengan istilah Friend With Benefit (FWB). Friend With Benefit (FWB) merupakan label bagi hubungan antar individu yang menjalin relasi pertemanan namun terlibat didalamnya aktivitas seksual secara berkelanjutan, tanpa terikat pada hubungan resmi atau romantis. (kompas.com:2022).
ADVERTISEMENT
2) Perilaku Seks Menyimpang ; Perilaku seks menyimpang yang dahulu kita bisa amati dengan keberadaan waria, atau saat ini berubah istilah menjadi Transgender atau Transpuan (transformasi menjadi perempuan). Namun saat ini perilaku menyimpang Lelaki Seks Lelaki (LSL) tidak bisa terlihat, karena kebanyakan mereka tetap dalam identitasnya sebagai pria, namun memiliki orientasi seksual yang menyimpang. LSL merupakan kelompok berisiko tinggi kedua setelah ibu rumah tangga dalam penularan HIV/AIDS dikarenakan kecenderungannya melakukan seks anal (aktivitas seksual yang melibatkan anus) dan berganti pasangan. Selain perilaku seks menyimpang sesama jenis dengan penuh kesadaran yang dilakukan kelompok LSL, ada juga perilaku sodomi yang menjadi salah satu pintu penularan HIV. Menurut Wikipedia, sodomi adalah istilah hukum yang merujuk pada tindakan seks tidak alami, yang terdiri dari seks oral atau anal, atau semua bentuk pertemuan alat non kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan secara heteroseksual,homoseksual atau antara manusia dan hewan. Istilah ini berasal dari bahasa latin, yaitu peccatum Sodomiticum, atau “dosa kaum Sodom”. Latar belakang istilah sodomi bermula dari zaman kaum Sodom pada masa nabi Luth AS.
ADVERTISEMENT
3) Penggunaan Narkoba dengan Jarum Suntik
Penggunaan narkoba jenis sabu, salah satu obat terlarang yang sering digunakan melalui suntikan. Pengguna narkoba dengan jarum suntik biasanya akan rentan menggunakan secara bergantian, karena "Biasanya, pengguna (narkoba) yang menyuntikkan (sabu) dilakukan karena ingin mendapat efek high dengan cepat. Namun, hal itu justru dapat meningkatkan risiko-risiko penyakit lainnya," menurut dr.hari (kompas.com:2021).
4) Penularan dari Pasangan yang Beresiko
Penularan dari pasangan yang berganti-ganti pasangan, menjadi angka penularan tertinggi saat ini. Ibu rumah tangga yang tidak melakukan aktivitas seksual beresiko pada kenyataannya menjadi korban dari pasangan yang telah melakukan perilaku beresiko di luar rumah. “Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30% penularan dari suami ke istri. Berdasarkan jumlah kasus estimasi sampai September 2023, tercatat ada 515.455 orang dengan HIV (ODHIV) di RI. (cnnindonesia:2023). Kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” kata dr. Syahril. Bukan hanya ibu rumah tangga tentunya yang menjadi korban, anak yang hadir dari ketidaktahuan pasangan ini terinfeksi HIV menjadi korban selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Langkah penanganan stakeholder dalam penanggulangan HIV saat ini
Jika dianalisis, terjadinya penularan HIV pada awal mulanya merupakan ketidaksengajaan, namun melihat pada aktivitas yang dilakukan selanjutnya oleh manusia dapat didefinisikan adanya perilaku menyimpang. Menurut Edwin H. Sutherland, perilaku menyimpang merupakan hasil dari proses belajar. Penyimpangan dipelajari dengan proses alih budaya dan dengan proses tersebut seseorang mempelajari suatu kebudayaan menyimpang (deviant subculture) (kumparan.com:2023) . Perilaku menyimpang ini erat kaitannya dengan ketidakberfungsiannya struktur yang ada di dalam masyarakat. HIV menyebar memlalui perilaku menyimpang yang abai terhadap nilai, dan strutur organisasi yang ada di Masyarakat melakukan pengabaian, sehingga terjadi perilaku yang sama berulang dan kemudian bertahan dI Masyarakat. Kendati demikian penanggunalan HIV ini saat ini sudah ditangani oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah, LSM/NGO, komunitas melalui Kelompok Dukungan Sebaya. Dapat dijelaskan sebagai berikut :
ADVERTISEMENT
1. Pemerintah
Di Indonesia pertama kali menangani kasus HIV/AIDS pada tahun 1987. Pada saat itu seorang wisatawan asing (laki-laki) yang meninggal di Bali dan diketahui menderita AIDS. Pada tahun 1988, warga Indonesia meninggal pertama karena AIDS juga di Bali. Sampai dengan saat ini setiap bulan jumlahnya semakin lama semakin meningkat. (Disdukkbpppa.2018). Artinya pemerintah Indonesia sudah melakukan penanganan HIV mulai tahun 1987. Penulis melakukan penelusuran digital, apa saja yang sudah pemerintah seperti dalam bidang : Kesehatan Masyarakat : a. Layanan VCT, layanan kesehatan dalam bentuk konseling, bagi pasien yang sukarela datang untuk melakukan tes HIV. Pemerintah melalui layanan Kesehatan mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP, seperti puskesmas) sudah membuka layanan VCT, bagi warga yang menghendaki adanya pemeriksaan HIV, dengan jaminan kerahasiaan yang ketat ODHIV dapat mengaksesnya. b. Layanan Pengobatan, Dukungan dan Perawatan (PDP) dengan memberikan Obat ARV (Anti Retroviral Virul). ARV adalah kombinasi obat untuk membantu memperlambat perkembangan virus di dalam tubuh penderita agar HIV tidak semakin berkembang menjadi AIDS. Obat ini sudah tersedia dan diberikan secara gratis oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. c. Semua Peserta JKN yang terdiagnosa HIV-AIDS dijamin biaya pengobatannya sesuai Peraturan Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 01 Tahun 2015 bagi Pasien HIV-AIDS, biaya perawatan dan pengobatan pasien HIV dan AIDS sudah ditanggung. Artinya negara sudah memberikan jaminan Kesehatan bagi ODHIV. d. Profilaksis Pasca Pajanan adalah pengobatan ARV yang diberikan kepada orang yang kemungkinan terpapar virus HIV dan memiliki risiko menjadi HIV positif. Orang yang mengetahui dirinya telah terpapar HIV melalui perilaku seks beresiko atau menjadi korban dari pasangan yang sudah melakukan perilaku beresiko dapat segera datang ke layanan Kesehatan selambat-lambatnya 72 jam setelah paparan untuk dilakukan profilaksi paska pajanan.
ADVERTISEMENT
Ekonomi:
Kementerian sosial melalui program Asistensi Rehabilitasi Sosial mendukung pemberian bantuan kebutuhan dasar berupa sembako dan perlengkapan kebersihan diri, selain itu ada juga bantuan kewirausahaan yang diberikan pada Orang dengan HIV yang sudah memiliki embrio usaha, diberikan bantuan berupa pemberian bantuan stimulan usaha dalam rangka pengembangan atau peningkatan usahanya.
Kehidupan sosial :
Pemerintah melalui berbagai peraturan mencoba membatasi penyebaran HIV, langkahnya adalah dengan
1) Penerbitan Aturan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undnag Hukum Pidana. Beberapa pasal sudah membatasi dan mengatur bahwa perilaku beresiko diluar pernikahan baik sesama jenis atau berbeda jenis dapat dijatuhi hukuman, karena masuk istilah Perzinaan. “Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. (Isi Pasal 411 UU 1/2023)”
ADVERTISEMENT
Sosialisasi program anti diskriminasi
Kementerian Kesehatan melalui Komisi Penanggulana AIDS yang tersebar di Kabupaten dan Kota memberikan advokasi tentang pelayanan yang bisa diapatkan bagi ODHIV mulai dari VCT, pemberian ARV dan perawatan Kesehatan lainnya. Kementerian Sosial bekerja sama dengan Dinas Sosial, Non Government Organization (NGO), Lembaga Sosial Masyarakat berbagai level di Seluruh Indonesia, memberikan layanan pendampingan, pemberdayaan dan advokasi terhadap hak-hak ODHIV serta berkomitmen untuk melakukan penanggulana HIV.
2. Lembaga Swadaya Masyarakat / Non Government Organization
Beberapa Non Govermen Organization / LSM sudah ikut serta melakukan penanggulan HIV diberbagai sektor di Indonesia. Penulis melakukan pendataan digital terkait NGO yang bergerak dalam penanganan HIV, diantaranya ada : a. Indonesia AIDS Coallition (IAC) ; melakukan kampanye dan advokasi dalam rangka memenuhi hak-hak dasar ODHA dan kelompok yang terkena dampak AIDS (iac.or.id:2023) b. Spiritia ; mendukung dan memberikan perawatan berkualitas dan membela hak asasi bagi orang dengan HIV. (spiritia:2023). c. AIDS Healthcare Foundation (AHF) : Memberikan akses perawatan medis dan pengobatan khususnya bagi ODHIV tidak mampu, tanpa memandang kemampuan membayar, melakukan deteksi dini, pencegahan penularan, pendampingan dan pencegahan Lost to follow up (LTFU) terapi ARV.(kemensos:2020) d. Impact + : Penguatan kapasitas dan manajemen sumber daya organisasi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. e. Yayasan Kasih Suwitno adalah memberikan kemudahan akses layanan tes dan pengobatan HIV dan IMS yang komprehensif, bagi Masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dan Lembaga Swadaya Masyarakat lainnya, yang juga bergerak dalam penanggunalan HIV AIDS Bersama dengan Kelompok Dukungan Sebaya.
3. Komunitas / Kelompok Dukungan Sebaya
Kelompok dukungan sebaya atau peer support group merupakan sebuah kelompok yang bertujuan mensupport setiap anggota kelompok dalam kehidupan keseharian mereka. Di dalam Kelompok Dukungan sebaya menjadi komunitas yang memberikan penguatan mental, spiritual dan beberapa diantara adanya memberikan fasilitasi pemberdayaan ekonomi. Menjadi “alarm” untuk tetap rutin mengunakan ARV, menjaga Kesehatan diri, dan menjadi kelompok yang memberikan advokasi dan pendampingan manakala ada salah satu orang dengan HIV yang menjadi anggota komunitasnya berlanjut ke AIDS dan sampai meninggal. Kelompok Dukungan Sebaya ini dibingkai dalam bentuk Yayasan atau LSM, diantaranya :
ADVERTISEMENT
a. Yayasan Kasih Globalindo ;berkomitmen untuk peduli terhadap isu-isu kesehatan terutama masalah HIV/AIDS di Jakarta pada khususnya dan Indonesia secara umum.
b. Yayasan Sahabat Sehat Mitra Sebaya (YASEMA) ; memberikan dukungan Sosial, Kemanusiaan. (yayasanmitrasebaya.blogspot.com:2024)
c. Yayasan Mahameru ; membangun komunikasi melalui penguatan motivasi kepada ODHA di kota Surabaya. Saat ini Yayasan Mahameru berkegiatan sebagai Kelompok Dukungan Sebaya bagi ODHA, dan memfasilitasi kegiatan pendampingan sebaya bagi ODHA di 23 Kab/Kota di Jawa Timur. Dan Kelompok Dukungan Sebaya lainnya.
Apa rekomendasi penanganan dampak sosialnya dan target apa yang harus segera ditangani ?
Strategi penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah melalui program dan peraturan sudah cukup kuat untuk memcegah penularan lebih jauh. Upaya yang dilakukan oleh NGO dan LSM bekerja sama dengan komunitas dan kelompok dukungan sebaya terus menerus digencarkan. Namun penulis merinci beberapa rekomendasi yang perlu ditambahkan dalam penanganan HIV ini. Karena HIV muncul dari disfungsi struktur, baik organisasi primer, sekunder maupun organisasi eksternal. Maka perlu ada pendekatan solusi yang juga mengintervensi pada penguatan organisasi :
ADVERTISEMENT
1. Memperkuat kembali sistem nilai yang ada di Masyarakat, terutama keluarga. Penguatan ini dilakukan melalui pemahaman terhadap larangan perilaku menyimpang baik berdasar peraturan agama, sesuai dengan undang-undang dan tradisi adat masayarakat timur. Pemberian pemahaman ini bisa dilakukan melalui wadah internal organisasi primer, seperti keluarga, dapat diberikan informasi wajib yang disampaikan melalui Organisasi Masyarakat melalui PKK, Karangtaruna dll. Mengaktifkan Kembali peran keluaraga sebagai benteng pertama penyebaran dan penanggulan HIV. Untuk langkah kuratif, keluarga bisa membuka akses keterbukaan bagi anggota keluarga lainnya, untuk bisa menjadi konselor pertama sebelum Orang dengan HIV ke layanan kesehatan. Artinya keluarga yang paham akan masalah HIV, bisa memberikan edukasi akan akses layanan ke rumah sakit, kemudian memberikan pencegahan untuk menghentikan perilaku yang beresiko menyebarkan.
ADVERTISEMENT
2. Peningkatan Peluang, Pemberdayaan, Keamanan dan Partisipasi orang dengan HIV di Masyarakat. “hentikan perilaku beresiko, dekati orangnya (ODHI)” harusnya menjadi taqline yang bisa digemakan. Permasalah HIV yang menyebar bukan karena keberadaan orangnya, tetapi karena penyimpangan perilakunya. Dengan memberikan peluang aktif, parsitipasi orang dengan HIV di Masyarakat, diharapkan dapat menjadi reward positif mereka untuk keluar dari kelompok yang tetap menjaganya dilingkungan tidak aman. Kenyamanan mereka berada di masyarakat, diharapkan mampu membawa perngaruh positif pada orang dengan HIV Kembali kepada perilaku sesuai norma.
3. Membela Hak Asasi orang dengan HIV di Masyarakat melalui peniadaan Stigma dan Diskriminasi. Banyak orang yang hidup dengan HIV masih menghadapi stigma, yang menghambat mereka untuk mencari pengobatan. Meniadakan perilaku diskriminasi, aleniasi, marginalisasi terhadap orang dengan HIV, diberbagai lini yang didukung dengan keaktifan di organisasi kemasyarakat, kelompok dukungan sebaya, menjadikan mereka bertindak positif. Sehingga perilaku berulang yang positif ini diharapkan mampu merubah perilaku menyimpangnya.
ADVERTISEMENT
4. Keluarga, Mayarakat dan Kelompok Dukungan Sebaya dapat memberikan Akses ke Layanan Kesehatan, Pendidikan dan Pekerjaan. Jika keluarga belum bisa terbuka maka ODHIV bisa beranjak ke Masyarakat, jika ke Masyarakat tidak bisa maka bisa dengan mengakses Kelompok Dukungan Sebaya. Keberadaan organisasi ini diharapkan mampu menjadi rumah kedua yang merangkul Orang dengan HIV, memberikan penguatan untuk aktiv mendapatkan layanan kesehatan, mencarikan akses baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, dunia kerja dan usaha melalui bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga mitra lainnya.
Simpulan :
Mengakhiri HIV/AIDS pada tahun 2030 adalah tantangan yang kompleks namun dapat dicapai, bukan hanya target dalam hal kesehatan yang digaungkan tapi juga dalam bidang sosial. Bukan hanya infeksinya ditangani, tetapi perilaku resiko, relasi dan interaksi sosial yang salah juga harus ditanggulangi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan rekomendasi tersebut, dapat penulis rekomendasikan target untuk mengatasi dampak sosial bagi orang dengan HIV, melalui slogan “Perkuat Keluarga, Hadirkan Nilai Baik, Perluas Akses dan Partisipasi bagi Orang dengan HIV Tahun 2030” sehingga kita bisa memahami bahwa penyelesaian masalah adalah dengan “Hindari Perilaku Beresiko, Hargai Orangnya (ODHIV)”.
Melalui upaya kolaboratif dari pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat, target ini bisa menjadi kenyataan. Keterlibatan masyarakat dan dukungan yang berkelanjutan akan menjadi kunci untuk mencapai tujuan ini dan menciptakan masa depan yang lebih sehat dan inklusif.
Sumber Referensi :
Tri Johan Agus Yuswanto, Tavip Dwi Wahyuni, Joko Pitoyo, (2015), Peran KDS dan kepatuhan minum obat ODHA.Laporan Hasil Penelitian Poltekkes Kemenkes Malang.
Kemenkes.(2023). HIV/AIDS, Fenomena Gunung Es yang Belum Berakhir.Diakses pada 18 September 2024.https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/3065/hivaids-fenomena-gunung-es-yang-belum-berakhir
ADVERTISEMENT
Gading Subrata.Wisnubrata.(2022). 7 Jenis Hubungan FWB menurut pakar, penasaran?.Diakses pada 30 September 2024 https://lifestyle.kompas.com/read/2022/09/23/184819920/7
Disdukkbpppa.(2018).HIV/AIDS DI INDONESIA. Diakses pada 30 September 2024.https://disdukkbpppa.badungkab.go.id/artikel/17964-hiv-aids-di-indonesia
Kumparan.com.(2023).Teori Differential Association dan Teori Penyimpangan Sosial Lainnya. Diakses pada 1 Oktober 2024. https://kumparan.com/berita-terkini/teori-differential-association-dan-teori-penyimpangan-sosial-lainnya
yayasankasihsuwitno.org.(2024).Tentang Yayasan Kasih Suwitno. Diakses pada 1 Oktober 2024.https://yayasankasihsuwitno.org/tentang-yayasan-kasih-suwitno/
yayasanmitrasebaya.blogspot.com. (2024).YASEMA, Yayasan mitra sebaya. diakses pada 1 Oktober 2024.https://yayasanmitrasebaya.blogspot.com/
yayasankasihglobalindo.org.(2024). Tentang Kami. diakses pada 1 Oktober 2024. https://yayasankasihglobalindo.org/tentang-kami/
impact-plus.id.(2024).Tingkatkan kapasitas - Rangkul Lokalitas.diakses pada 1 oktober 2024.https://impact-plus.id/tentang-impact/