Konten dari Pengguna

Kolotnya Tata Kelola Birokrasi dan Kualitas Layanan Publik yang Stagnan

Nigaluh Salsabila
Mahasiswa program S1 Jurusan Ekonomi Pembangunan UIN syarif hidayatullah jakarta
18 Desember 2023 16:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nigaluh Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
salah satu aset negara. foto : iStock
zoom-in-whitePerbesar
salah satu aset negara. foto : iStock
ADVERTISEMENT
Birokrasi, sebagai pilar utama sistem administrasi pemerintahan, seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan layanan publik yang berkualitas kepada warga negara. Namun, ironisnya, kualitas layanan publik di Indonesia masih menjadi sorotan karena dianggap sangat buruk. Paradoks ini tidak lepas dari karakteristik model birokrasi di Indonesia yang dinilai ketinggalan zaman dan cenderung kolot.
ADVERTISEMENT
Konsep dasar birokrasi sebagai penyelenggara layanan publik seharusnya menjadi jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang efisien dan efektif. Namun, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya, dengan sejumlah sektor seperti pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan, dan perijinan yang masih jauh dari harapan publik. Meski pemerintah telah menginisiasi reformasi birokrasi, hasilnya belum mencapai puncak yang diharapkan. Kualitas layanan publik masih terus menjadi catatan kelam dalam pembangunan nasional.
Oleh karena itu, tulisan ini akan menggali lebih dalam akar permasalahan kolotnya birokrasi Indonesia, sambil menawarkan solusi perbaikan yang substansial agar kualitas layanan publik dapat meningkat. Dengan demikian, transformasi birokrasi bukan sekadar impian, melainkan suatu keharusan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih responsif, inovatif, dan berkualitas.

Faktor Penyebab Kolotnya Birokrasi di Indonesia: Membongkar Wurunya Fondasi Zaman Belanda hingga Tantangan Digitalisasi

lambang keadilan. foto : Paxels
Kolotnya birokrasi di Indonesia tidak terlepas dari beberapa faktor mendasar yang membentuk fondasi sistem administrasi pemerintahan. Pertama-tama, model birokrasi yang masih terasa kaku dan hierarkis adalah warisan dari zaman penjajahan Belanda. Struktur hirarkis dan top-down yang diterapkan saat itu terbawa hingga kini, menjadi kurang responsif terhadap dinamika kebutuhan masyarakat modern yang semakin kompleks.
ADVERTISEMENT
Reformasi birokrasi yang dijalankan belum mampu mencapai titik optimal. Meskipun beberapa upaya telah dilakukan untuk menyederhanakan prosedur administrasi, reformasi manajemen dan sumber daya manusia masih belum tersentuh secara menyeluruh. Ini menciptakan kesenjangan antara tuntutan zaman dengan keterbatasan dalam struktur birokrasi yang masih terjebak dalam paradigma lama.
Selanjutnya, kompleksitas aturan dan prosedur administrasi pemerintahan turut menyumbang pada kolotnya birokrasi. Proses yang manual, berjenjang, dan multitafsir tidak hanya memperlambat efisiensi, tetapi juga meningkatkan risiko korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Regulasi yang rumit dapat memberikan celah bagi praktek-praktek yang tidak etis, merugikan integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik.
Tidak kalah penting adalah lemahnya koordinasi dan sinergi antar kementerian/lembaga serta antara pemerintah pusat-daerah. Tumpang tindih regulasi seringkali terjadi, menciptakan keruwetan dalam pelaksanaan kebijakan. Hal ini merugikan efektivitas pelayanan publik dan menyulitkan masyarakat dalam memahami serta memenuhi persyaratan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Sementara teknologi informasi dan digitalisasi administrasi menjadi tren global, di Indonesia pemanfaatannya masih sangat minim. Kurangnya investasi dan komitmen untuk mengadopsi teknologi menyebabkan proses pelayanan publik tetap terbelenggu pada metode manual, meninggalkan potensi peningkatan efisiensi dan akurasi yang belum tergali.
Terakhir, faktor internal seperti mentalitas dan budaya kerja aparatur turut mengakibatkan kolotnya birokrasi. Disiplin yang kurang, etos kerja rendah, dan minimnya kemauan untuk melayani dengan sepenuh hati menjadi kendala yang perlu diatasi. Transformasi budaya ini menjadi kunci dalam merespons tuntutan masyarakat yang semakin menuntut kualitas dan kecepatan layanan publik. Dengan memahami akar permasalahan ini, upaya perbaikan birokrasi dapat dirancang secara lebih holistik dan komprehensif.

Stagnan dan Buruknya Kualitas Layanan Publik: Dampak Kolotnya Sistem Birokrasi di Indonesia

bentuk administratif dan layanan publik. foto : Paxels
Dampak kolotnya sistem birokrasi di Indonesia termanifestasi secara nyata dalam berbagai aspek layanan publik, menghasilkan gambaran yang stagnan dan kurang memuaskan bagi masyarakat. Contoh konkret dari stagnan dan buruknya kualitas layanan publik yang dapat diidentifikasi sebagai dampak dari sistem birokrasi yang ketinggalan zaman adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Pertama, terlihat dari antrian panjang pada berbagai proses administrasi seperti pembuatan dokumen kependudukan, passport, perizinan, dan sertifikasi. Sistem yang masih mengandalkan metode manual dan kurangnya inovasi dalam proses administrasi membuat warga harus rela menghabiskan waktu berjam-jam dalam antrian, merasa tidak efisien, dan menyulitkan mobilitas mereka.
Kedua, fasilitas layanan publik yang kurang memadai menjadi cerminan stagnansi birokrasi. Sarana seperti tempat duduk yang terbatas, toilet yang kurang terjaga kebersihannya, ruang tunggu yang sempit, AC yang tidak berfungsi dengan baik, dan fasilitas lainnya yang tidak optimal, semuanya memberikan pengalaman buruk kepada masyarakat yang membutuhkan layanan publik.
Ketiga, survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang cenderung stagnan atau bahkan menurun dari tahun ke tahun menjadi indikator yang jelas terkait kualitas layanan pemerintah. Ketidakpuasan masyarakat mencerminkan ketidakmampuan birokrasi untuk beradaptasi dan memenuhi ekspektasi yang terus berkembang.
ADVERTISEMENT
Keempat, adanya banyak keluhan dan laporan masyarakat terkait maladministrasi seperti praktik pungutan liar (pungli), pelayanan yang lambat, praktik suap, kurang transparan, dan sejenisnya. Hal ini menunjukkan bahwa birokrasi masih sarat dengan praktik-praktik yang merugikan masyarakat dan merusak integritas layanan publik.
Terakhir, citra buruk pemerintah dan aparatur sipil negara di mata masyarakat menjadi dampak jangka panjang dari buruknya kualitas layanan publik. Pemerintah dianggap tidak kompeten, lamban dalam bertindak, korup, arogan, dan sebagainya, menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintahan.
Semua contoh di atas mencerminkan perlunya transformasi mendalam dalam sistem birokrasi Indonesia. Reformasi yang melibatkan restrukturisasi, penggunaan teknologi, peningkatan kualitas pelayanan, dan perubahan budaya kerja menjadi kunci untuk mengatasi stagnansi dan meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan publik.
ADVERTISEMENT

Rekomendasi Perbaikan Birokrasi dan Kualitas Layanan Publik di Indonesia: Langkah-langkah Kritis

sulitnya mendapat layanan publik layaknya labirin. foto : Ai Generator
Untuk mengatasi stagnansi dan meningkatkan kualitas layanan publik di Indonesia, diperlukan sejumlah rekomendasi perbaikan yang bersifat menyeluruh dan terukur. Berikut adalah langkah-langkah kritis yang dapat diambil oleh pemerintah:
Pertama, reformasi birokrasi harus dilanjutkan secara menyeluruh dan sistematis, tidak boleh hanya setengah hati. Langkah ini mencakup restrukturisasi yang mendalam, reformasi manajemen, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Diperlukan komitmen penuh untuk mengubah paradigma birokrasi yang ketinggalan zaman.
Kedua, penyederhanaan aturan administrasi pemerintahan yang terlalu ruwet dan multitafsir menjadi imperatif. Langkah ini bertujuan untuk menghilangkan hambatan birokrasi yang seringkali mengakibatkan proses pelayanan yang lambat dan rawan praktek korupsi. Pemerintah perlu mengidentifikasi regulasi yang tidak efisien dan merevisinya agar lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ketiga, penerapan digitalisasi prosedur pelayanan publik harus menjadi prioritas. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, proses administrasi dapat dipercepat, data dapat dielola dengan lebih efisien, dan transparansi dapat ditingkatkan. Investasi dalam sistem teknologi yang modern dan aman akan membantu menciptakan lingkungan birokrasi yang lebih adaptif.
Keempat, meningkatkan koordinasi dan sinergi antar Kementerian/Lembaga dan instansi terkait menjadi kunci penting. Standardisasi prosedur pelayanan publik harus diimplementasikan untuk menghindari tumpang tindih regulasi. Keterlibatan seluruh pihak dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan dapat menciptakan sistem birokrasi yang lebih terkoordinasi.
Kelima, melakukan audit kinerja berkala pada seluruh institusi publik menjadi langkah penting dalam memastikan kualitas layanan. Audit ini harus bersifat objektif, transparan, dan melibatkan pihak eksternal untuk memastikan akuntabilitas dan efektivitas birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik.
ADVERTISEMENT
Terakhir, reorientasi total mindset dan budaya kerja aparatur birokrasi perlu dilakukan. Pembentukan budaya kerja yang disiplin, berorientasi pada pelayanan prima, dan berbasis inovasi dapat menciptakan lingkungan birokrasi yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat.
Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan birokrasi Indonesia dapat menjalani transformasi yang signifikan, memberikan layanan publik yang lebih baik, serta memperbaiki citra pemerintah di mata masyarakat.

Daftar Bacaan

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia. 2020. Indeks Kepuasan Masyarakat. https://www.menpan.go.id
Nurmandi, A. 2010. Manajemen Pelayanan Publik. STIA-LAN Press.
Ombudsman Republik Indonesia. 2021. Kajian Aduan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik 2020. https://ombudsman.go.id
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi.
Perningkat, A.K dan Reksosiswojo, I. 2016. Mengembangkan Budaya Pelayanan Prima Melalui Kepemimpinan Transformatif. Jurnal Manajemen Pelayanan Publik. Vol. 01 No. 01
ADVERTISEMENT