Sesajen, Wujud Moderasi Beragama yang Harus Ditolak

Carrera Zenitha Niqi
Content writer
Konten dari Pengguna
2 Februari 2022 11:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Carrera Zenitha Niqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sesajen masyarakat suku Tengger diletakkan di bibir kawah Gunung Bromo pada Upacara Yadnya Kasada, Probolinggo, Jawa Timur. Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
zoom-in-whitePerbesar
Sesajen masyarakat suku Tengger diletakkan di bibir kawah Gunung Bromo pada Upacara Yadnya Kasada, Probolinggo, Jawa Timur. Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
ADVERTISEMENT
Warga Malang, Jawa Timur, tersentak dengan acara Doa Lintas Agama dan Ngaji Budaya di gelaran 1.000 sajen dan dupa pada Sabtu, 22 Januari 2022 lalu. Acara semacam itu baru pertama diadakan di Malang dan berhasil mengumpulkan ratusan komunitas dari berbagai macam budaya dan agama se Jawa Timur (malang-post.com, 23/01/2022).
ADVERTISEMENT
Masih dilansir dari Malang Post, beberapa tokoh turut hadir sebagai bentuk dukungan atas kegiatan tersebut. Mereka menyambut dengan antusias karena sangat menghargai perbedaan dan ingin mewujudkan secara nyata Bhinneka Tunggal Ika di Malang. Selain itu juga berharap bisa menjaga toleransi dan melestarikan budaya Nusantara. Namun, benarkah toleransi bisa dibangun dalam sebuah ritual kesyirikan?
***
Kegiatan yang sarat akan kemusyrikan tersebut ditengarai salah satu agenda moderasi beragama yang terus digaungkan. Gagasan moderasi beragama berusaha memposisikan Islam sebagai agama yang ramah akan budaya, adat istiadat, kearifan lokal, meski itu bertentangan dengan syariat Islam. Melalui acara tersebut terlihat sebuah upaya dari musuh-musuh Islam agar ide moderasi beragama bisa diterima oleh masyarakat luas, terutama kaum muslimin.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang muslim haruslah waspada, karena musuh-musuh Islam tidak pernah rida hingga kaum muslimin mengikuti millah mereka. Ketika keyakinan atau agamanya sudah serupa dengan mereka, maka tidak ada halangan untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan.
Dengan demikian kita harus paham bahwa mereka akan mengerahkan segala daya dan upaya untuk membuat muslim sama dengan mereka. Bila agamanya tidak mungkin dibuat sama, maka yang diusahakan minimal kaum muslimin mempunyai pemikiran dan perilaku yang serupa mereka. Jika kemudian ajaran Islam itu menghambat makar mereka, maka syariat Islam yang diserang. Mereka dengan seenaknya mengotak-atik dalil agar sesuai nafsu dan syahwatnya.
Paradigma moderasi beragama memiliki prinsip jalan tengah (moderat) yang lahir dari ide sekularisme dan pluralisme. Gagasan ini ingin mencampuradukkan agama dan tradisi yang batil. Memberikan celah bagi penodaan agama dan melemparkan tuduhan-tuduhan tendensius atas Islam sehingga islamofobia akan tumbuh subur di tengah umat. Maka pemikiran moderasi beragama adalah sebuah kesesatan yang wajib ditolak oleh umat Islam.
ADVERTISEMENT
***
Allah swt sungguh Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Buktinya, ketika Allah menciptakan manusia dengan keterbatasan akalnya, Allah juga mengutus para Nabi Nya untuk menuntun hidup manusia. Seandainya para Nabi tidak hadir di tengah kehidupan manusia, maka selamanya insan lemah ini akan tersesat.
Tersebutlah kisah awal diutusnya Nabi Muhammad saw di Mekah. Pada saat itu kaum Quraisy dalam "titik terendahnya". Mereka menyekutukan Allah swt dengan patung-patung berhala yang ada di sekeliling Ka'bah. Rasulullah saw mulai berdakwah di tengah umat untuk menyadarkan bahwa perbuatan syirik mereka itu keliru. Dan menyerukan mereka untuk kembali menyembah Allah dan berislam secara kaffah.
Penguatan keimanan ini juga terdapat pada peristiwa perang Hunain. Ketika itu ada sekelompok kaum muslimin yang baru masuk Islam. Mereka melihat dan tertarik dengan adat dzaatu anwaat yang sedang dilakukan oleh kaum musyrikin. Dzaatu anwaat adalah sebuah tradisi musyrikin sebelum pergi berperang dengan cara menggantungkan senjata-senjata pada sebuah pohon lalu meminta berkah darinya.
ADVERTISEMENT
Beberapa tentara Islam yang baru berhijrah dari kejahiliyahan dan kesirikan itu lalu meminta dzaatu anwaat pada Rasulullah saw. "Wahai Rasulullah, buatkanlah kami dzaatu anwaat seperti mereka". Rasulullah saw kemudian meluruskan keimanan para muallaf agar tidak kembali tersesat. Begitulah Rasulullah saw akan istikamah menentang kesirikan dan menuntun manusia untuk hanya menyembah kepada Allah swt saja.
Kondisi jahiliyah ini sayangnya kembali terulang di zaman yang dikatakan sudah memasuki era metaverse. Umat lupa akan ajaran Islam yang diberikan oleh Rasulullah saw dulu. Mereka kembali dengan tradisi sesajen. Mungkin mereka lupa, jika sesuatu yang dianggap 'adat istiadat' itu adalah kesalahan nenek moyang. Sebuah kealpaan besar di masa lampau yang sudah diluruskan oleh Rasulullah saw.
ADVERTISEMENT
***
Islam sejatinya adalah agama damai sekaligus mendamaikan serta mengakomodir keragaman sosiologis maupun teologis agar tetap hidup harmonis. Jika Islam diterapkan dalam sebuah negara akan menebarkan rahmat bagi seluruh manusia dan alam semesta. Ironisnya, propaganda moderasi beragama terus disuarakan untuk menghalangi penerapan Islam secara kaffah. Moderasi beragama sebenarnya hanyalah kedok agar penerapan sekularisme, pluralisme dan kapitalisme tetap langgeng di negeri-negeri muslim.
Akhirnya, penting dipahamkan kembali bahwa Islam adalah metode kehidupan holistik bagi kebaikan manusia seluruhnya. Ia bersumber dari Allah swt, sang Pencipta manusia. Di sisi lain Islam juga merupakan metode kehidupan yang realistik, dengan berbagai susunan, sistematika, kondisi, akhlak nilai, ritual, moralitas, serta kelengkapan atribut syiarnya. Semuanya ini menuntut risalah Islam didukung tidak hanya oleh individu yang bertakwa, namun juga kekuatan institusi yang dapat mengimplementasikan syariatnya secara kaffah.
ADVERTISEMENT