Revitalisasi Monas: Sejauh Jakarta – New York?

Nona Gae Luna
Diplomat Indonesia Saat ini sedang bertugas di Roma
Konten dari Pengguna
2 April 2018 0:02 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nona Gae Luna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selasa lalu (27/3), Wakil Gubernur (Wagub) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Sandiaga Uno, meresmikan taman bagian barat Monumen Nasional (Monas). Dalam akun facebook-nya, Sandi mengungkapkan revitalisasi dan pemfungsian kembali taman tersebut supaya taman di Monas dapat menjadi “lebih indah, sejuk, instagramable dan tidak kalah dengan Central Park yang ada di New York.”
Sandiaga di peresmian Taman Monas. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Harapan untuk menjadikan taman di Monas selayaknya Central Park di New York ini adalah bagian dari gebrakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dalam 100 hari pemerintahan mereka. Di bulan Januari lalu, Sandi mengungkapkan kebijakan tersebut pada dasarnya untuk mengubah pola penataan taman Monas.
Menurutnya, selama ini Monas dikelola sebagai garden yang hanya bisa dilihat dan dinikmati. Padahal harusnya Monas dapat dinikmati sebagai park yang memberi ruang bagi para pengunjung untuk beraktivitas di atas rumput. Layaknya kebijakan publik, kebijakan revitalisasi taman Monas ini memiliki tujuan mulia yang mengedepankan kepentingan publik. Namun apakah kebijakan ini cukup realistis?
Central Park yang Bukan Sekadar Taman Kota
Melihat sejarahnya, pembangunan Central Park diawali dengan keinginan masyarakat New York City pada tahun 1850an untuk memiliki fasilitas umum yang terbuka. Pada saat itu, ruang terbuka yang bisa menjadi tempat pelarian dari kesibukan dan kepenatan hidup perkotaan masih sedikit dan itupun didominasi oleh kuburan.
ADVERTISEMENT
Taman kota seringkali menjadi bagian yang terlupakan bagi pengembangan sebuah kota. Tidak terkecuali bagi New York City. Pada awalnya, pembangunan Central Park tidak menjadi bagian dari pemetaan kota (Commissioners’ Plan of 1811).
Pada tahun 1853, pemerintah kota New York mulai membeli tanah sekitar 280 hektar untuk membangun Central Park. Sebuah komisi khusus dibangun untuk mengawasi pembangunan tersebut. Melalui lomba desain yang diselenggarakan komisi tersebut, pada tahun 1857, Central Park kemudian mulai dibangun berdasarkan desain pemenang yang dibuat oleh Frederick Law Olmsted dan Calvert Veux.
Pembangunan taman ini sama sekali tidak mudah. Tanah yang menjadi cikal bakal Central Park bukanlah tanah kosong tanpa penghuni. Dalam proses pembangunan Central Park, sekitar 1600 orang harus digusur. Sebagian memang pemilik tanah sah di wilayah tersebut. Sebagiannya lagi tunawisma yang menempati tanah tersebut secara liar. Kompensasi yang diberikan kala itu juga dinilai berada di bawah nilai tanah.
ADVERTISEMENT
Namun pemerintah kota New York tetap menjalankan rencananya. Lokasi yang dipilih merupakan lokasi yang tepat untuk dijadikan taman kota. Lokasi itu memiliki batu-batuan alami, rawa-rawa yang dapat dikonversi menjadi danau dan waduk. Semua atraksi alami ini kemudian dipercantik supaya Central Park menjadi tempat piknik ideal bagi masyarakat.
Setelah selesai dibangun pada tahun 1870an, pengelolaan Central Park sempat menurun. Pemerintah yang berkuasa pada saat itu tidak memiliki minat yang tinggi untuk memelihara taman tersebut. Namun pada tahun 1934, setelah Fiorella La Guardia terpilih sebagai Walikota New York City yang baru, Central Park dibangun menjadi lebih menarik.
Dari taman kota yang hanya bisa digunakan untuk berjalan kaki dan piknik menjadi tempat yang bisa digunakan untuk berolahraga dan aktivitas lainnya. 19 lahan bermain, 12 lapangan bola, dan lapangan-lapangan kecil kemudian dibangun. Dalam perkembangannya, Central Park adalah rumah bagi lebih dari 25.000 pohon, 29 pahatan hasil sumbangan individu atau organisasi, dan kebun binatang. Galeri seni, danau, dan restoran juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Central Park.
Suasana Central Park di musim gugur. (Foto: koleksi pribadi)
Salah satu danau yang berada di Central Park. (Foto: koleksi pribadi)
ADVERTISEMENT
Pembangunan Central Park juga dilakukan tanpa henti. Renovasi dari tahun ke tahun terus berjalan. Biaya tentu tak sedikit. Namun pembangunan taman ini juga mengandalkan donasi dari masyarakat.
Taman ini berkembang menjadi taman yang paling banyak dikunjungi di seluruh dunia. Menurut catatan, terdapat lebih dari 40 juta pengunjung yang menikmati keindahan taman ini. Taman ini juga dikenal sebagai taman yang sering digunakan sebagai lokasi film Hollywood.
Masyarakat New York City dapat melakukan setumpuk kegiatan di sini, baik sendiri, bersama keluarga, atau komunitasnya. Dari sekadar piknik, main bola, parade peduli kanker, menonton konser musik, sampai perayaan tahun baru.
Mimpi yang Tidak Mustahil
Jika kita membandingkan secara langsung kondisi taman Monas saat ini dengan Central Park tentu tidak adil. Central Park sudah dibangun dan melalui serangkaian proses renovasi sejak lebih dari seratus tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Namun janji kebijakan yang diucapkan oleh Pemprov DKI Jakarta tidak bisa juga dianggap remeh. Bagaimanapun juga, pengunjung dari seluruh pelosok tanah air ataupun wisatawan luar negeri tentunya menyambut baik kebijakan baru ini. Terbukanya akses dan penambahan fasilitas umum di dalam taman menambah atraksi Monas sebagai ikon nasional. Kebutuhan masyarakat perkotaan akan suatu hiburan hijau yang sejuk dan ringan di kantong, juga bisa terpenuhi.
Di sisi lain, sebagaimana yang disampaikan Sandi, perilaku masyarakat juga harus terus diingatkan supaya dapat selalu menjaga kebersihan. Revitalisasi taman Monas kemudian bukan hanya menjadi PR Pemprov saja, tapi juga masyarakat. Lihat saja pembangunan Central Park yang tidak akan semegah sekarang jika tidak disertai dengan perilaku dan donasi masyarakatnya yang peduli terhadap keberadaan fasilitas umum.
ADVERTISEMENT
Ke depannya, semoga pembangunan taman Monas tidak sebatas menjadikan taman tersebut sebagai taman yang instagramable. Peresmian taman di sisi barat Monas adalah langkah kecil di awal proses panjang jika Pemprov benar-benar serius ingin membangun Monas untuk menjadi seperti Central Park. Pengelolaan taman kota dan ruang terbuka hijau lainnya melalui perencanaan yang matang, dan bukan janji manis semata, tetap harus menjadi salah satu prioritas pengelolaan Jakarta.