Eksistensi Lengger Banyumas sebagai Kesenian Cross Gender

Novika Andani
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Amikom Purwokerto
Konten dari Pengguna
17 Mei 2022 17:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Novika Andani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source Image : Dokumentasi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Source Image : Dokumentasi Penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kabupaten Banyumas tidak hanya dikenal bahasa ngapak dan mendoannya saja. Lebih dari itu, Kabupaten Banyumas merupakan daerah yang sangat kaya akan kesenian dan kebudayaan yang hingga saat ini terus diupayakan kelestariannya. Kesenian pada Kabupaten Banyumas sangat beragam dan potensial salah satunya yakni Lengger Banyumas.
ADVERTISEMENT
Lengger Banyumas merupakan seni tari tradisional asli Kabupaten Banyumas yang masih terus dilestarikan hingga saat ini. Pada zaman dahulu lengger digunakan sebagai simbol ritual rasa syukur pada masa panen. Namun pada zaman sekarang Lengger bisa kita lihat hanya pada acara-acara tertentu. Misalnya seperti pada acara ‘Pekan Raya Banyumasan'. Mbok Dariah merupakan maestro Lengger Lanang Banyumas.
Lengger merupakan pertunjukan seni tari di mana dalam pertunjukan tersebut para penari menari dengan diiringi nyanyian sinden dan tabuhan alat musik tradisional calung. Kata lengger merupakan penggabungan kata atau dalam bahasa jawa disebut jarwo dhosok dari kata “Leng” yang berarti lubang dan “Ger” yang berarti jengger.
Maksudnya yakni dikira wanita ternyata laki-laki. Tarian lengger umumnya dibawakan oleh beberapa orang penari laki-laki yang dirias wajahnya dan menggunakan pakaian layaknya penari wanita. Tak hanya riasan dan pakaiannya saja yang seperti penari wanita, gerak tubuhnya saat menari pun gemulai layaknya penari wanita pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Apabila pada seni tari lainnya penari laki-laki menari dengan gagah, berbeda dengan lengger yang penari laki-lakinya menari dengan langkah yang sempit layaknya penari wanita. Hal inilah yang menjadikan lengger sebagai kesenian cross gender atau lintas gender.
Cross gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan persilangan antara karakter perempuan yang diperankan oleh laki-laki ataupun sebaliknya. Penyilangan karakter atau cross gender ini dapat kita temukan pada kesenian salah satunya yakni seni tari lengger. Para penari Lengger hanya melakukan penyilangan karakter, bukan pergantian jenis kelamin. Namun penyilangan karakter tersebut hanya berlangsung saat pertunjukan saja, pada kesehariannya para penari lengger sama seperti laki-laki pada umumnya.
Adanya fenomena cross gender ini seringkali menjadi pro dan kontra bagi para masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap bahwa cross gender sah-sah saja dilakukan apabila hal tersebut untuk kepentingan seni dan tidak mengubah karakter dari para penarinya. Namun sebagian masyarakat lainnya meyakini bahwa laki-laki seharusnya tidak menari dengan menggunakan riasan dan pakaian seperti layaknya wanita. Kontra inilah yang akhirnya memunculkan adanya stigma negatif kepada para penari.
ADVERTISEMENT
Dampak dari adanya kontra dan stigma tersebut secara tidak langsung berdampak kepada eksistensi seni tari lengger yang menjadikannya kian hari kian redup. Pada zaman sekarang minat anak muda untuk melestarikan kesenian lengger sangat sedikit. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya-upaya yang giat untuk melestarikan seni tari lengger. Salah satunya yakni dengan cara pelatihan dan membawa seni tari lengger hingga ke ranah internasional.
Salah satu tokoh yang berhasil membawa seni tari Lengger Banyumas hingga ke ranah Internasional yakni Rianto. Beliau berhasil membentuk komunitas lengger di negara Jepang. Apabila tertarik untuk berlatih atau mendapatkan informasi lebih mengenai Lengger Banyumas, teman-teman dapat berkunjung ke Rumah Lengger yang berada di Kecamatan Banyumas.
Source Image : Dokumentasi penulis bersama Mas Riyanto dan Penari Lengger Banyumas