Konten dari Pengguna

Nyadran Bagong di Trenggalek: Tradisi Unik yang Sarat Makna

Nugraha Pangestu
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
11 November 2024 13:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nugraha Pangestu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bupati Trenggalek dan Tokoh Masyarakat ikut serta dalam profesi Nyadran di Desa Bagong, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. (06/06/2024). (Foto: Ansori Achmad/ Disparbud Trenggalek).
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Trenggalek dan Tokoh Masyarakat ikut serta dalam profesi Nyadran di Desa Bagong, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. (06/06/2024). (Foto: Ansori Achmad/ Disparbud Trenggalek).
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, terdapat berbagai tradisi yang diwariskan turun-temurun sebagai wujud penghormatan kepada leluhur. Salah satunya adalah Nyadran, sebuah ritual tahunan yang masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa untuk menghormati leluhur dan membersihkan makam. Uniknya, di Desa Bagong, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, tradisi ini dikenal sebagai Nyadran Bagong, dengan ciri khas tersendiri yang mempererat ikatan sosial dan mengandung pesan spiritual serta rasa syukur atas berkah kehidupan. Prosesi Nyadran Bagong pun penuh simbolisme, termasuk penghormatan terhadap Ki Ageng Menak Sopal, sosok bersejarah yang diyakini memiliki peran besar dalam kemajuan Desa Bagong.
ADVERTISEMENT
Apa Itu Nyadran Bagong?
Nyadran merupakan istilah dari bahasa Jawa yang berarti "ziarah" atau "membersihkan makam." Di berbagai daerah di Jawa, tradisi ini dilakukan menjelang bulan Ramadan sebagai simbol persiapan menyambut bulan suci. Nyadran Bagong menjadi tradisi khas Desa Bagong yang tidak hanya terbatas pada membersihkan makam, tetapi juga mencakup rangkaian prosesi yang melibatkan seluruh warga desa dalam suasana khidmat dan penuh kebersamaan. Nyadran ini adalah bentuk rasa hormat kepada leluhur dan harapan agar desa senantiasa mendapat berkah dan keselamatan.
Prosesi Nyadran Bagong
Nyadran Bagong biasanya diadakan setahun sekali, sebelum bulan Ramadan. Pelaksanaannya dimulai dengan membersihkan makam leluhur, terutama makam para pendiri desa dan tokoh yang dihormati, seperti Ki Ageng Menak Sopal. Dengan gotong-royong, seluruh warga, dari anak-anak hingga orang dewasa, terlibat dalam kegiatan ini, menjadikan momen ini sebagai pengikat sosial antarwarga desa.
ADVERTISEMENT
Setelah makam dibersihkan, prosesi dilanjutkan dengan tahlilan, yaitu pembacaan doa dan dzikir bersama yang dipimpin oleh tokoh agama setempat. Doa ini adalah bentuk permohonan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan bagi seluruh warga desa, disertai harapan agar Desa Bagong tetap damai.
Puncak dari Nyadran Bagong adalah larung kepala kerbau, ritual unik yang sarat makna simbolis. Kepala kerbau yang telah dipersiapkan akan diarak dari pendapa menuju Dam Bagong oleh sekelompok pemuda setempat dengan diiringi tabuhan gamelan sederhana. Sesampainya di lokasi, Bupati Trenggalek atau tokoh desa yang dituakan akan melempar kepala kerbau tersebut ke kedung (pusaran air) di Dam Bagong. Di sana, warga desa berkumpul dengan antusias, berebut kepala kerbau yang diyakini membawa berkah dan keselamatan. Ketika kepala kerbau dilempar, masyarakat serentak turun ke air, berupaya mendapatkan bagian dari kepala kerbau tersebut sebagai simbol berkah.
ADVERTISEMENT
Menghormati Ki Ageng Menak Sopal
Tradisi Nyadran Bagong juga menjadi bentuk penghormatan terhadap perjuangan Ki Ageng Menak Sopal, tokoh bersejarah yang berjasa besar dalam pembangunan dan kemakmuran desa ini. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Ki Ageng Menak Sopal adalah sosok penting yang mendirikan Desa Bagong serta membawa nilai-nilai luhur bagi kesejahteraan warganya. Dengan melibatkan makam tokoh ini dalam prosesi Nyadran, warga Desa Bagong merasa tetap terhubung dengan semangat perjuangan dan keberkahan yang diyakini melekat pada leluhur mereka.
Makna Filosofis Nyadran Bagong
Nyadran Bagong tidak hanya sebuah ritual, tetapi juga mengandung makna filosofis mendalam. Berikut adalah beberapa nilai penting yang ada dalam tradisi ini:
1. Penghormatan kepada Leluhur dan Pahlawan Desa
Dengan Nyadran, warga Desa Bagong menunjukkan rasa hormat dan terima kasih kepada para leluhur, terutama Ki Ageng Menak Sopal. Tradisi ini juga melambangkan rasa syukur atas jasa-jasa beliau yang masih dirasakan oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
2. Simbol Kebersamaan dan Gotong-royong
Nyadran mengumpulkan seluruh warga dalam satu acara, menciptakan kebersamaan melalui kerja bakti, doa bersama, dan kenduri. Hal ini mempererat ikatan sosial dan menciptakan ruang berbagi antarwarga.
3. Ungkapan Syukur atas Keberkahan Alam
Nyadran Bagong menjadi bentuk rasa syukur warga desa atas berkah yang mereka terima sepanjang tahun. Dengan melibatkan kepala kerbau yang dilarung ke Dam Bagong, warga meyakini akan terus mendapat keberkahan dari alam yang mereka huni.
4. Pendidikan Budaya bagi Generasi Muda
Nyadran Bagong menjadi sarana pendidikan budaya bagi generasi muda. Dengan melibatkan anak-anak dan remaja, tradisi ini menanamkan nilai-nilai seperti rasa hormat kepada leluhur, gotong-royong, dan rasa syukur. Hal ini penting untuk memastikan bahwa tradisi ini tetap hidup di tengah arus modernitas.
ADVERTISEMENT
Pesan Ekologis dalam Nyadran Bagong
Nyadran Bagong memiliki pesan ekologis yang kuat, mengingatkan warga untuk menjaga kebersihan makam dan area sekitar. Desa Bagong yang dikelilingi oleh hutan dan sumber air alami memiliki nilai ekologis penting bagi masyarakat. Tradisi ini mengajarkan bahwa menjaga alam adalah bentuk penghormatan kepada warisan leluhur serta cara untuk memastikan kehidupan desa yang seimbang.
Tantangan dalam Melestarikan Nyadran Bagong
Walaupun memiliki nilai yang sangat berharga, Nyadran Bagong menghadapi tantangan, terutama dengan perubahan sosial dan gaya hidup modern. Banyak generasi muda yang kurang tertarik dengan tradisi ini dan memilih kegiatan lain yang lebih individualistis. Namun, upaya untuk melestarikan tradisi ini terus dilakukan oleh tokoh masyarakat dan sesepuh desa, yang berharap agar Nyadran Bagong tetap hidup di tengah perkembangan zaman.
ADVERTISEMENT
Beberapa upaya dilakukan, seperti mengajak generasi muda untuk ikut terlibat dalam persiapan Nyadran, menjelaskan makna filosofis di balik setiap prosesi, serta menjadikan Nyadran sebagai momen kebersamaan yang menyenangkan bagi semua kalangan.
Bupati Trenggalek atau tokoh desa yang dituakan akan melempar kepala kerbau, dalam profesi Nyadran di Desa Bagong, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. (06/06/2024). (Foto: Ansori Achmad/ Disparbud Trenggalek).
Penutup
Nyadran Bagong di Trenggalek, Jawa Timur, bukan sekadar ritual tahunan. Ini adalah warisan budaya kaya nilai spiritual, sosial, dan ekologis. Dengan tradisi ini, masyarakat Desa Bagong menjaga hubungan dengan leluhur, memperkuat ikatan sosial, dan merawat alam. Sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia, Nyadran Bagong sepatutnya dihargai dan dilestarikan.
Melalui pelestarian tradisi seperti ini, kita tidak hanya merawat warisan leluhur, tetapi juga memperkaya identitas kita sebagai bangsa yang beragam dan kaya budaya. Nyadran Bagong mengingatkan kita untuk terus bersyukur, menghargai sesama, dan menjaga alam sebagai wujud penghormatan kepada leluhur dan warisan budaya yang telah diberikan kepada kita.
ADVERTISEMENT