Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Alexander Agung: Raja Macedonia Penakluk Persia
28 April 2021 12:12 WIB
Tulisan dari Nur Arif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Alexander the Great atau lebih dikenal dengan Alexander Agung lahir pada tahun 356 SM di kota Pela, ibukota dari kerajaan Macedonia. Alexander merupakan putra dari Raja Macedonia pada saat itu, Fillipus II, dari istri keempatnya yang bernama Olympias. Alexander yang hidup di lingkungan kerajaan dididik oleh seorang Filsuf terkenal atas perintah ayahnya yaitu Aristoteles. Di bawah bimbingan Aristoteles, Alexander diperkenalkan dengan berbagai bidang ilmu pengetahuan yang bermanfaat, seperti: Moral, filsafat, agama, obat-obatan, logika dan seni.
ADVERTISEMENT
Masa berguru Alexander kepada Aristoteles usai ketika Alexander memasuki usia enam belas tahun. Pada saat itu, Alexander dipercaya oleh ayahnya untuk memegang kekuasaan kerajaan sementara dikarenakan ayahnya pergi berperang melawan kerajaan Byzantium. Alexander yang pada saat itu baru pertama kali dilimpahkan tanggung jawab memimpin kerajaan langsung mendapatkan pemberontakan dari orang-orang Maedi. Dengan semangat jiwa mudanya, Alexander langsung mengirimkan pasukan militer untuk membasmi para pemberontak agar tidak meluas dan upayanya tersebut berhasil. Sekembalinya raja Fillipus dari Byzantium dan mengetahui keberhasilan anaknya tersebut, ia lantas memberikan sejumlah prajurit yang cukup terlatih untuk memberantas pemberontakan di wilayah lainnya.
Dikutip dari buku “Perang-perang Hebat Sepanjang Sejarah” yang ditulis oleh Oryza Aditama dan H Kenzou Alvarendra; ”… Raja Fillipus diserang secara tiba-tiba oleh pimpinan pasukan pengawalnya sendiri yang bernama Pausanias.”
ADVERTISEMENT
Serangan tersebut mengakibatkan raja Macedonia tersebut tewas. Pausanias sendiri tewas dibunuh oleh sahabat Alexandria ketika hendak kabur. Akibat peristiwa tersebut, maka diangkatlah Alexander menjadi raja Macedonia yang mana pada saat itu ia berusia belum lebih dua puluh tahun.
Di awal masa kepemimpinannya sebagai raja Macedonia, Alexander melakukan pembersihan terhadap pihak yang dianggapnya bertentangan dan akan mengancam kestabilan kerajaan. Selain melakukan penstabilan di lingkungan istana, Alexander juga dipaksa untuk mengatasi pemberontakan di wilayah-wilayah kecil akibat dari peristiwa terbunuhnya raja Fillipus. Selanjutnya langkah militer diambil dalam mengatasi konflik tersebut. Terbukti langkah ini ampuh dan membawakan hasil manis. Wilayah-wilayah yang memberontak akan kekuasaan Alexander dapat dikalahkan, banyak di antara mereka bersumpah dan mengakui kekuasaan Alexander sebagai raja Macedonia. Hal tersebut merupakan komponen penting untuk kekuatan ke depannya menalukkan Persia.
ADVERTISEMENT
Setelah dirasa wilayah lokal Macedonia sendiri telah stabil, dengan kekuatan pada saat itu yang bisa disebut telah cukup baik, Alexander lantas berekspansi ke Asia Minor yang merupakan wilayah kekuasaan dari Persia. Pada tahun 334 SM, dikutip dari buku yang sama jumlah pasukan Macedonia pada saat itu terdiri dari 48.000 anggota Infanteri, 6.100 anggota kavaleri serta armada laut sebanyak 120 buah kapal dengan 38.000 prajurit. Jumlah pasukan yang banyak ini bukan hanya dari Macedonia saja, namun gabungan juga dari beberapa wilayah yang sebelumnya dapat ditaklukkan ketika berontak.
Dalam misinya ke Persia, pertempuran Granikos merupakan tantangan pertamanya. Pertempuran ini dapat dimenangkan oleh Macedonia sekaligus memukul mundur Persia dari salah satu ibukota provinsinya yaitu Sardis. Dengan demikian Sardis termasuk kawasan kekuasaan Macedonia. Kemudian Alexander berhasil mengepung wilayah Halikarnassos dan selanjutnya yang berhasil direbut oleh pasukan Alexander dari tangan Persia adalah kota Karia, setelah tentara bayaran dari Rhodes dan pasukan Persia di bawah pimpinan Orontobates berhasil dipaksa mundur meninggalkan kota tersebut. Lantas Alexander mengangkat seorang bangsawan dan pejabat militer yang bernama Ada untuk mengurusi pemerintahan di Karia.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya strategi Alexander untuk menguasai penuh wilayah kekuasaan Persia yaitu dengan melakukan penyerangan ke dataran Pamphylia. Tujuannya agar ketika wilayah pesisir tersebut dikuasai, maka kekuatan angkatan laut Persia yang terkenal kuat tidak dapat bergerak leluasa karena kapal-kapalnya susah untuk berlabuh. Terbukti strategi ini jitu, karena pasukan Persia susah untuk mendapatkan logistik yang dikirim oleh kapal-kapal Persia. Hingga akhirnya kekuatan armada laut Persia turun drastis dan memudahkan kinerja pasukan Macedonia dalam menghadapi pasukan laut Persia.
Singkat cerita, hampir diseluruh waktu Alexander selama musim dingin dihabiskan untuk ekspansinya di kawasan Asia Minor. Sekitar tahun 333 SM, pasukan Macedonia berhasil masuk dan melewati Gerbang Cilicia, untuk selanjutnya langsung berhadapan dengan pasukan utama Persia di bawah pimpinan Darius III. Pasukan Macedonia di bawah pimpinan Alexander berhasil memenangkan pertempuran melawan pasukan Persia pada akhir tahun, yang mana pertempuran itu terkenal dengan sebutan pertempuran Issus. Dikisahkan pada saat itu bahwa Darius III beserta pasukannya dipaksa mundur kocar-kacir dan tercerai-berai kabur.
ADVERTISEMENT
Darius III yang saat itu melarikan diri sadar bahwa keluarganya masih banyak yang tertinggal di wilayah yang ia tinggalkan. Beberapa di antaranya; Istri dan dua anaknya serta ibu Darius yang bernama Sisygambis. Darius sempat mengajukan tawaran bahwa ia akan menyerahkan wilayah yang berhasil ditaklukkan Alexander serta tambahan 10.000 talen, untuk menebus anggota keluarganya, namun tawaran tersebut ditolak Alexander.
Selanjutnya Mesir dijadikan tujuan Alexander untuk memperluas kekuasaan di wilayah Asia Minor. Lagi-lagi kecerdasan putra Fillipus serta murid dari Aristoteles terlihat kembali ketika berhasil menalukkan berbagai macam rintangan yang dihadapi sebelum sampai Mesir. Bahkan ketika melewati beberapa wilayah, mereka sudah menyerah terlebih dahulu terhadap pasukan Macedonia tersebut. Termasuk pihak penguasa Yerusalem yang memutuskan untuk membuka gerbang kotanya secara sukarela ketika mengetahui Alexander beserta pasukannya akan memasuki kota mereka. Tahun 332 SM, Alexander beserta pasukan dapat memasuki wilayah Mesir dan Alexander sendiri dianggap oleh penduduk lokal sebagai “Penguasa Baru Alam Semesta” serta dipandang sebagai putra dewa Ammon. Di Mesir ini, Alexander berhasil mendirikan wilayah dengan Namanya sendiri yaitu wilayah Alexandria yang sampai sekarang merupakan kota terbesar kedua di negeri Mesir.
ADVERTISEMENT
Kurang lebih satu tahun menyinggahi Mesir, Alexander melanjutkan ekspansinya ke wilayah kekuasaan Persia bagian timur yaitu wilayah Mesopotamia atau yang sekarang dikenal Irak bagian utara dan sekitarnya. Di wilayah ini sekali lagi Alexander berhasil mengalahkan Darius III yang pada waktu itu kabur dari peperangan. Dan pada waktu itu sekali lagi Darius berhasil meloloskan diri dari area peperangan. Alexander yang kesel mengirimkan pasukan untuk memburu Darius namun mengalami kegagalan. Yang pada akhirnya Alexander membawa pasukannya bergerak ke Babilonia.
Ambisi Alexander untuk membunuh Darius III tidak sampai di sana, ia bergerak menuju Media, kemudian memutuskan bergerak ke arah Parthia demi mengejar Darius. Namun disayangkan, ternyata Darius sudah tewas terbunuh pemberontak di bawah pimpinan Bessus, seorang penguasa Baktria. Setelah kota Baktria berhasil dikuasai oleh Alexander, ia menggelar pemakaman suci untuk Darius, ia juga memerintah pasukannya agar memakamkan jenazah Darius di tempat pemakaman penguasa Persia lainnya. Alexander juga mengumumkan kepada khalayak bahwa sebelum wafat, Darius telah mewariskan tahta kerajaan Persia kepadanya. Secara umum, setelah Darius wafat, berakhirlah kekaisaran pada kerajaan Persia.
ADVERTISEMENT