Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
PILKADA 2024: Antara Pilihan Rasional dan Pengaruh Isu Agama
4 November 2024 13:24 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Nur iskandar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Pilkada serentak 2024 sudah di depan mata, dan euforia politik mulai terasa di berbagai daerah. Masyarakat akan kembali menentukan pemimpin daerah yang diharapkan mampu membawa perubahan dan kemajuan bagi wilayah masing-masing. Namun, di tengah proses ini, muncul satu pernyataan klasik yang terus releven dalam setiap pemilu di Indonesia: apakah pemilih mampu memilih secara rasional atau masih terpengaruh oleh isu agama?
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara dengan keberagaman agama yang kaya kerap kali menghadapi situasi dimana faktor keagamaan menjadi salah satu pertimbangan utama dalam memilih kandidat. Keterikatan pada agama dan nilai-nilai religius yang kuat membuat masyarakat mudah terdorong untuk mendukung calon yang memiliki kesamaan agama atau identitas keagamaan yang sama. Dalam beberapa kasus, bahkan calon yang dianggap tidak mencerminkan identitas agama tertentu bisa mendapatkan hambatan besar dalam upaya meraih suara.
Meski tidak selalu negatif, penggunaan isu agama dalam pilkada sering kali berpotensi memecah masyarakat dan mengurangi kualitas pemilihan yang rasional. Pemilihan yang berlandaskan pada kesamaan agama tidak selalu sejalan dengan kebutuhan riil masyarakat dalam Pilkada 2024 adalah menyeimbangkan nilai-nilai agama dengan pertimbangan rasional yang objektif demi kepentingan bersama.
ADVERTISEMENT
Dalam proses pemilihan daerah, ada beberapa langkah penting yang dapat dilakukan agar masyarakat lebih bijak dalam mengambilan keputusan. Pertama, pentingnya edukasi pemilih menjadi kunci. Partai politik, lembaga pemilu, dan tokoh agama perlu bersinergi untuk memberikan pemahaman yang lebih dalan kepada masyarakat. Mereka harus mendorong pemilih agar tidak hanya memilih berdasarkan sentimen keagamaan, tetapi juga mempertimbangkan rekam jejak, program kerja, serta kompetensi setiap calon. Dengan informasi yang memadai, masyarakat akan lebih siap untuk memilih secara objektif.
Selain itu, tokoh agama memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan sosial di tengah polarisasi politik. Sebagai pemimpin spritual, mereka diharpkan mampu membimbing umat agar fokus pada kebaikan bersama. Tokoh agama bisa mengajak masyarakat untuk memilih calon yang berkomitmen bekerja demi kepentingan rakyat, tanpa mengabaikan nilai-nilai agama, sehingga keputusan yang diambil masyarakat lebih berdasarkan pada manfaat bersama, bukan sekedar pada identitas agama.
ADVERTISEMENT
Peran media juga tak kalah penting dalan memastikan pemberitaan yang objektif. Media diharapkan mampu menyajikan informasi yang netral dan mendalam mengenai rekam jejak serta kualitas setiap calon. Dengan pemberitaan yang transparan dan komprehensif, masyarakat akan mendapatkan gambaran yang lebih lengkap, sehingga keputusan mereka tidak hanya terpengaruh oleh identitas agama calon.
Terakhir, menghindari kampanye berbasis SARA menjadi langkah yang esensial untuk menjaga persatuan sosial. Pemanfaatan isu SARA dalam kampanye hanya akan memperdalam jurang perbedaan di masyarakat. Oleh karena itu, baik calon maupun tim kampanye hanya harus berkomitmen untuk menahan diri dari kampanye yang mengeksploitasi agama sebagai alat politik. Sebaliknya, calon diharapkan mampu menonjolkan program kerja dan visi misi yang konkret sehingga masyarakat bisa melihat komitmen mereka terhadap kebutuhan nyata. Dengan demikian, proses pemilihan akan lebih fokus pada kualitas dan keberpihakan kepada masyarakat, bukan sekedar pada perbedaan agama.
ADVERTISEMENT