Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
JK: HTI Tidak Sesuai dengan Konsep Kenegaraan
9 Mei 2017 16:49 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Wapres Jusuf Kalla menyebut, konsep kekhilafahan yang diusung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak sesuai dengan konsep kenegaraan RI. Sebab Hizbut Tahrir akan menjalankan konsep kekhilafan dalam negara demokrasi.
ADVERTISEMENT
"Paham yang dijalankan HTI itu adalah kekhalifahan. Artinya kembali kepada zaman lalu, di mana zaman itu kepala pemerintahan itu sama juga merangkap itu pimpinan agama," ujar Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (9/5).
Menurut JK, konsep seperti itu terakhir digunakan di zaman Ottoman pada masa Kesultanan Utsmaniyah. Paham tersebut, menurut JK, tidak dapat diterapkan di Indonesia saat ini.
"Kalau agama saja, ya silakan. Semua agama-agama juga punya rasa universal," ujarnya.
Baca juga: HTI Ingin Bertemu Wiranto dan Jokowi
JK mencontohkan, paham Syiah yang berpusat di Iran, Katolik di Vatikan dan paham-paham lainnya dapat terus berjalan. Organisasi mereka juga tidak dibubarkan. Sebab paham-paham tersebut murni berasaskan agama, tidak bercampur dengan politik atau kenegaraan.
ADVERTISEMENT
"Tapi kalau kenegaraan tidak boleh," tegas JK.
JK menegaskan, yang salah dengan HTI adalah rencana menggabungkan kedua konsep kepemimpinan tersebut. "Jadi yang salah ialah apabila ingin menggabungkan dua kepemimpinan itu. Pemimpin agama dan pemerintahan untuk tanpa batas, begitu kan. Jadi itu masalahnya," urainya.
Karena itulah, kata JK, pemerintah melalui Menko Polhukam Wiranto membubarkan HTI. Apa yang dilakukan HTI, menurut JK, jelas salah.
"Jadi kalau itu ya tentu melanggar dan kita tidak setuju," kata ketua Dewan Masjid Indonesia ini.
JK menegaskan, pembubaran HTI akan dilakukan lewat proses hukum. "Saya bicara sebelumnya juga dengan Pak Wiranto bahwa itu prosesnya proses hukum. Jadi itu nanti siapa yang membenarkan itu," tuturnya.