Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mencegah Perubahan Iklim Melalui Konservasi Lahan Gambut
25 Agustus 2021 17:18 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Nurul Ihsan Fawzi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penelitian terbaru yang terbit di jurnal Nature Geoscience mengungkap konservasi hutan gambut dapat mengurangi laju perubahan iklim. Deshmukh dan 16 peneliti lainnya menemukan dengan menjaga hutan gambut mampu mencegah emisi karbon dioksida sampai 24 ton CO2 per hektar per tahun. Jumlah ini setara dengan emisi yang dikeluarkan dari 5 mobil penumpang . Luas lahan gambut di Indonesia mencapai 15 juta hektar, berapa banyak emisi karbon yang dapat dicegah melalui konservasi lahan gambut?
ADVERTISEMENT
Lahan gambut merupakan tipe lahan yang terbentuk dari akumulasi material organik yang mengendap. Kondisi anaerob membuat bahan organik tidak membusuk hingga perlahan membentuk lapisan tanah hingga ketebalan lebih dari 10 meter. Setiap tahun, hanya 1 milimeter tanah gambut yang terbentuk, atau untuk mencapai ketebalan 1 meter dibutuhkan waktu sampai 1000 tahun. Sifat alami gambut yang terbentuk dari material organik dengan kandungan karbon tinggi, stok karbon di lahan gambut lebih banyak daripada jenis hutan tropis lainnya.
Konservasi lahan gambut pada dasarnya adalah mengelola tata air agar lahan tidak kering. Secara alamiah, gambut mampu mempertahankan stok karbon karena kondisi terendam dan anaerob. Pemanfaatan lahan gambut seringkali membuang air di gambut agar dapat ditanami. Dampaknya, daerah dengan lahan gambut seperti Riau dan Kalimantan Barat selalu dihantui kebakaran hutan dan lahan saat musim kemarau tiba. Jika ditilik dari gambut yang terbentuk dari material organik, analogi lahan gambut yang kering seperti kayu bakar yang rentan terhadap api.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan konservasi lahan gambut itu tidak mudah, untuk itu pemerintah mendirikan Badan Restorasi Gambut (BRG) di tahun 2016. BRG, yang saat ini berubah menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bertugas untuk merestorasi lahan gambut yang terdegradasi agar tidak semakin rusak dan memperparah perubahan iklim. Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh BRGM adalah dengan rewetting, atau dengan membuat gambut kering menjadi basah lagi. Rewetting dengan sekat kanal membuat kebakaran semakin rendah karena gambut tetap basah dan terendam air.
Praktik konsersevasi lahan gambut di lapangan dapat dilakukan dengan menjaga hutan tetap alami atau pertanian yang berkelanjutan di lahan gambut fungsi budidaya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa saat ini jutaan hutan gambut telah terkonversi untuk mendukung ketersediaan pangan dan kemakmuran ekonomi bagi manusia. Dalam rentang 1990 sampai 2015, lebih dari tiga juta hektar lahan gambut di Sumatra dan kalimantan telah terkonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Namun, hal tersebut bukan menjadi justifikasi dalam pemanfaatan yang dapat merusak gambut. Masih ingat di benak kita bagaimana Proyek Sejuta Hektar Lahan Gambut yang gagal di Provinsi Kalimantan Tengah. Sampai saat ini pun bekas area proyek menjadi terdegradasi dan menjadi sumber masalah karena selalu terbakar hampir setiap tahun.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, peranan lahan gambut untuk mencegah perubahan iklim ini sangat penting. Konservasi lahan gambut dan pemanfaatannya yang berkelanjutan mampu memberikan benefit bagi manusia dengan tetap menjaga kualitas lingkungan. Menjadi tugas kita bersama, bukan hanya BRGM, untuk tetap melestarikan lahan gambut agar tidak terjadi kebakaran dan emisi karbon dapat diminimalkan. Tentu saja ini untuk lingkungan dan masa depan kita yang lebih baik.
ADVERTISEMENT