Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kesenjangan Sosial-Ekonomi: Tantangan Demokrasi dalam Keberagaman
14 November 2024 14:27 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nurul Maziatul Ulum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"Demokrasi tidak hanya tentang memilih pemimpin tetapi juga tentang memberdayakan masyarakat untuk menciptakan perubahan."- Barack Obama. Indonesia sebagai negara dengan berbagai keberagaman suku agama, budaya, bahas, ras dan adat istiadat. Memiliki tantangan besar dalam mewujudkan demokrasi pada keberagaman yang yang inklusif dan berkeadilan sehingga keputusan dari demokrasi tersebut dapat dirasakan manfaatnya bagi semua lapisan masyarakat di Indonesia tanpa terkecuali. Selain keberagaman itu sendiri, Indonesia juga memiliki salah satu tantangan besar yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil demokrasi dalam keberagaman, yaitu kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakatnya.Tidak dapat dipungkiri bahwa kesenjangan sosial dan ekonomi merupakan dua faktor yang saling berkaitan antara satu sama lain. Kesenjangan yang sangat signifikan antara berbagai kelompok masyarakat tidak hanya menciptakan ketidaksetaraan dalam akses terhadap sumber daya, tetapi juga menghambat partisipasi politik yang adil dan merat. Dalam konteks keberagaman, kesenjangan sosial dan ekonomi memperdalam jurang perbedaan antara kelompok mayoritas dan minoritas serta memperlemah esensi demokrasi dalam keberagaman itu sendiri.
kesenjangan sosial dan ekonomi adalah perbedaan kondisi ekonomi dan sosial antara kelompok masyarakat yang berbeda dalam suatu negara atau wilayah. Kesenjangan sosial ekonomi ini sangat mempengaruhi berlangsungnya proses demokrasi dalam keberagaman yang ada di Indonesia. kesenjangan sosial dan ekonomi di Indonesia tercermin dalam distribusi kekayaan yang tidak merata, terutama antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Hal ini dapat juga dilihat dari pembangunan fasilitas publik yang sampai saat ini masih tidak merata baik antara perkotaan dengan pedesaan atau bahkan di dalam perkotaan itu sendiri. Contohnya: Pulau Jawa dengan luar Jawa ataupun di dalam pulau Jawa itu sendiri. Juga antara kelompok-kelompok etnis dan agama yang berbeda. Walaupun Indonesia menganut semboyan “Bhinneka Tunggal Ika.” yang memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu jua namun, dalam keadaan realitasnya kesenjangan sosial dan ekonomi akibat perbedaan kelompok etnis atau agama masih saja terjadi hingga saat ini. Dalam banyak kasus, kelompok minoritas atau yang tinggal di daerah terpencil lebih rentan terhadap kemiskinan dan ketidakadilan ekonomi. Dan tentu saja kondisi ini menciptakan perbedaan yang tajam dalam kualitas hidup, akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi. Akibatnya, kemampuan mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses politik pun terbatas. Di sisi lain, kelompok yang lebih kaya dan dominan secara politik cenderung memiliki akses yang lebih besar terhadap kekuasaan dan sumber daya. Mereka lebih mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah dan mengendalikan proses demokrasi, baik melalui kampanye politik yang lebih kuat atau dengan mendominasi ruang publik. Hal ini memperkuat oligarki politik dan ekonomi, di mana segelintir elite mengontrol jalannya demokrasi, sementara kelompok bawah tersingkirkan dari area politik khususnya proses demokrasi dalam keberagaman karena ketimpangan sosial tersebut. Hal ini berbahaya karena terkadang para elite dengan sejumlah privilege tersebut mempengaruhi proses dan hasil demokrasi untuk kepentingan golongan mereka sendiri tanpa mempedulikan orang lain, apalagi orang-orang dengan kemampuan sosial ekonomi yang berada jauh di bawah mereka.
Salah satu prinsip utama demokrasi adalah partisipasi politik yang setara. Namun, kesenjangan sosial dan ekonomi secara langsung menghalangi prinsip ini. Masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi sering kali tidak memiliki waktu, sumber daya, atau akses informasi yang cukup untuk terlibat dalam pemilihan umum atau kegiatan politik lainnya. Karena mereka saja sudah terjebak di dalam keadaan yang membuat mereka terpaksa hanya berpikir “Bagaimana agar besok saya tetap dapat makan dan melanjutkan hidup?” Boro-boro untuk ikut aktif demokrasi dalam keberagaman sekecil apapun, masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi menengah kebawah bahkan tidak memiliki waktu untuk memikirkan kelanjutan negara ini. Yang mereka pikirkan hanyalah hal apa yang ada di depan mata mereka yang dapat mereka lakukan untuk dapat melanjutkan kehidupan secepat dan sepraktis mungkin. Masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah juga cenderung gampang sekali diiming-imingi oleh hal-hal simpel bahkan sepele oleh para calon wakil rakyat, contohnya: Masyarakat dengan keadaan sosial ekonomi rendah akan lebih mudah memberikan suara mereka kepada calon wakil rakyat hanya dengan diberikan satu karung sembako sebelum masa pemilu.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan dalam pendidikan juga memperparah situasi ini, karena mereka masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah biasanya memiliki pendidikan lebih rendah pula dan cenderung tidak memiliki pemahaman yang baik tentang hak-hak mereka sebagai warga negara dan tentang proses politik yang demokratis. Mereka jadi tidak mengetahui dengan pasti bahkan mungkin tidak mengetahui sama sekali seberapa pentingnya suara mereka dalam proses demokrasi,seberapa pentingnya partisipasi aktif mereka dalam mensukseskan demokrasi yang inklusif dan adil, serta seberapa pentingnya keterlibatan mereka dalam menentukan pergerakan negara Indonesia ini kedepannya. Biasanya masyarakat dengan kemampuan sosial ekonomi rendah juga cenderung mengikuti arus ketika berdemokrasi terutama pada saat pemilu. Mereka biasanya memilih pemimpin berdasarkan opini orang lain (opini mayoritas) bukan berdasarkan pilihan mereka ssendiri. Ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya proses demokrasi itu sendiri.
Dalam masyarakat yang beragam, perbedaan akses terhadap partisipasi politik ini juga menciptakan jurang yang lebih besar antara kelompok mayoritas dan minoritas. Minoritas yang sudah terpinggirkan secara ekonomi seringkali juga terpinggirkan secara politik, membuat suara mereka sulit didengar dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini mengakibatkan kebijakan yang dihasilkan sering kali tidak memperhatikan kepentingan kelompok minoritas. Padahal Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman dan kita sebagai warga negaranya wajib menjaga kerukunan dalam keberagaman tersebut. Contohnyaa pada proses demokrasi dalam keberagaman yang seharusnya dapat menghasilkan keputusan yang nantinya akan menguntungkan seluruh lapisan masyarakat yang beragam tersebut.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan sosial dan ekonomi yang tajam juga dapat memicu polarisasi dan konflik sosial, terutama dalam masyarakat yang multikultural seperti Indonesia. Ketidaksetaraan ekonomi seringkali dipersepsikan sebagai bentuk ketidakadilan oleh kelompok yang merasa dirugikan, yang kemudian dapat berkembang menjadi ketegangan antar kelompok. Ketika ketidakpuasan terhadap kondisi sosial dan ekonomi bertemu dengan perbedaan identitas suku, agama, atau ras, konflik dapat muncul. Contohnya: gerakan separatisme yang dilakukan oleh masyarakat Papua yang didasarkan oleh ketidakpuasan dan ketidakadilan yang diakibatkan oleh pemerintah dalam proses demokrasi itu sendiri. Hal ini sangat berbahaya karena menciptakan situasi yang berbahaya bagi stabilitas demokrasi, karena masyarakat yang terpecah cenderung lebih sulit mencapai keputusan atau bekerja sama dalam proses politik. Masyarakat dengan kesenjangan sosial ekonomi akan sulit menyatukan suara dan kepentingan-kepentingan mereka, apalagi ketika kesenjangan sosial ekonomi tersebut terjadi di negara dengan penduduk yang sangat multikultural.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan sosial dan ekonomi merupakan tantangan besar yang menghambat perkembangan demokrasi di Indonesia. Kesenjangan ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya dan partisipasi politik, tetapi juga memperdalam perpecahan antara kelompok mayoritas dan minoritas dalam masyarakat. Untuk memperkuat demokrasi dalam keberagaman, Indonesia perlu memperhatikan isu kesenjangan sosial dan ekonomi dengan lebih serius, melalui kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan, sumber daya, dan partisipasi politik secara merata bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, suku, agama, atau ras.