Konten dari Pengguna

Kebijakan Sekolah Inklusi bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia

NURZILA FADILAH PUTRI
Mahasiswi Sosiologi Universitas Brawijaya
21 Juni 2023 10:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NURZILA FADILAH PUTRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi penyandang disabilitas dalam dunia pendidikan. Sumber: liu.se

Disabilitas dan Kebijakan Pendidikan Inklusi

"Penyandang disabilitas membutuhkan realisasi dari kebijakan perundang-undangan yang mengatur tentang pendidikan inklusi sebagai bentuk layanan publik yang merata serta penghapusan terhadap stratifikasi dan eksklusi sosial"
ADVERTISEMENT
Kalimat di atas merupakan suara-suara yang ingin disampaikan penyandang disabilitas kepada pemerintah sebagai bentuk pemenuhan terhadap haknya. Difabel atau disabilitas, merupakan istilah bagi mereka yang memiliki perbedaan secara fisik dan intelektual dengan manusia-manusia lainnya yang disebut sebagai ‘manusia normal’. Perbedaan ini oleh masyarakat dikonstruksikan sehingga menjadikan penyandang disabilitas sebagai manusia yang berbeda sehingga menciptakan kesenjangan. Di mana lingkungan sosial dan lingkungan fisik di bangun dengan standar non-disabilitas, termasuk pada lingkungan pendidikan.
Dengan demikian, maka diperlukan upaya untuk menghapus kesenjangan yang terjadi pada disabilitas, salah satunya melalui inklusi. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Yogyakarta merupakan contoh dari keberhasilan sekolah inklusi pada dunia pendidikan. Sekolah tingkat menengah atas ini memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang berfungsi untuk mengakomodasi kebutuhan disabilitas baik secara fisik maupun non-fisik. Mereka menyediakan buku draile untuk kemudahan disabilitas dalam membaca, menyediakan konsultasi yang dapat di akses oleh penyandang disabilitas maupun non disabilitas, serta terdapat sahabat inklusi yaitu teman-teman non disabilitas yang bersahabat dan mendampingi disabilitas. Tidak hanya itu, keberadaan ULD juga bertujuan untuk meluruskan paradigma masyarakat terhadap disabilitas.
Unit Layanan Disabilitas (ULD) MAN 2 Yogyakarta. Sumber: kemenag.go.id

Kebijakan Undang-Undang dan Pemerintah

Seperti yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 yang berbunyi bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Maka berdasarkan Pasal 31 tersebut pendidikan setiap warga negara Indonesia juga dijamin oleh pemerintah, termasuk pendidikan bagi disabilitas. Namun pada kenyataannya keberadaan sekolah khusus bagi penyandang disabilitas atau Sekolah Luar Biasa (SLB) belum merata. Pun, sekolah inklusi yang ada juga belum merata serta memiliki fasilitas yang layak. Adanya sekolah inklusi ini bertujuan untuk menghapus segmentasi yang terjadi pada penyandang disabilitas dalam dunia pendidikan. Di mana sebelumnya penyandang disabilitas menjadi tereksklusi karena ruang sosialnya terbatas.
ADVERTISEMENT
Perundang-undangan Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan kewajiban penyelenggaraan pendidikan khusus dan setara bagi penyandang disabilitas. Namun, berdasarkan realitanya timbul pertanyaan "apakah implementasi sekolah inklusi sudah sesuai dengan kebijakan?" Maka jawabannya adalah tidak sepenuhnya sesuai, namun tidak sedikit pula sekolah yang mampu mengimplementasikan kebijakan tersebut, seperti contohnya MAN 2 Yogyakarta. Tetapi masih banyak juga sekolah negeri dengan label "inklusif" di sekitar kita yang nyatanya tidak benar-benar inklusi.

Sekolah Ramah Difabel Kini

Banyak sekolah yang tidak memiliki jalur ramp untuk aksesibilitas penyandang disabilitas tuna daksa dan tuna netra. Sumber: pengadaan.web.id
Pertama, ketidaksepahaman akan persepsi terkait pendidikan inklusi. Hal ini berkaitan dengan cara pandang yang masih menerapkan cara pandang social model kepada penyandang disabilitas. Cara pandang ini mengkonstruksi perbedaan fisik pada manusia kemudian menjadikannya sebagai disabilitas. Padahal tujuan dari sekolah inklusi ini untuk menghapus kesenjangan yang dialami disabilitas agar dapat melebur pada dunia sosial seperti manusia lainnya. Berdasarkan kendala ini, kasus yang sering ditemukan yaitu lingkungan sekolah yang memberikan perlakuan diskriminatif kepada disabilitas, baik oleh tenaga pendidik, pelajar maupun masyarakat yang terdapat di lingkungan sekolah. Bentuk diskriminasi tersebut yaitu kurang tersedianya fasililitas yang inklusif serta cara pandang yang kolot dalam memandang disabilitas.
ADVERTISEMENT
Kedua, peraturan atau kebijakan yang tidak disertai konsistensi pemerintah. Pendidikan inklusi sendiri sudah diatur dalam perundang-undangan, tetapi kenyataannya adanya dasar undang-undang tersebut masih belum bisa diterapkan secara konsisten. Di mana pemerintah sendiri yang membuat peraturan tersebut, tetapi pada kenyataannya implementasi untuk mewujudkan kebijakan tersebut oleh pemerintah masih kurang. Hal yang sering menjadi kendala pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang mereka buat adalah anggaran dana, yaitu pemerintah mengatur segala aspek kehidupan warganya dalam UU tetapi tidak memiliki anggaran yang cukup untuk mewujudkannya.
Sistem pendidikan yang kaku, seperti harus adanya pelaporan nilai siswa sehingga sekolah tidak dapat menerima disabilitas cerebral palsy. Sumber: YouTube
Ketiga, sistem pendidikan yang kaku. Sistem pendidikan merupakan unsur-unsur yang mendukung dalam dunia pendidikan, termasuk juga tujuan, kurikulum, materi, metode peserta didik dan lain sebagainya. Dalam kasus ini, kurikulum pusat sangat berperan besar dalam mendukung pendidikan inklusi. Maka keterlibatan penyandang disabilitas dalam pembuatan kebijakan sangat penting untuk dapat mengetahui kurikulum yang tepat bagi mereka. Standar kurikulum di Indonesia sendiri hingga saat ini masih belum mengakomodasi kebutuhan disabilitas, sehingga sulit bagi disabilitas untuk sekolah.
ADVERTISEMENT
Keempat, sarana dan prasarana yang kurang inklusif. Sarana dan prasarana merupakan hal yang penting untuk menunjang kehidupan, begitu pula bagi disabilitas. Banyaknya sarana dan prasarana yang kurang inklusif memperlihatkan kesenjangan antara kebijakan dengan instrumen pendukungnya. Kebutuhan sarana dan prasarana yang inklusif ini sangat penting untuk mendukung kemandirian disabilitas agar mudah dalam beraktivitas.
Sarana dan prasarana yang kurang mendukung menyebabkan penolakan terhadap disabilitas. Sumber: Youtube

Penutup

Beberapa kondisi di atas secara jelas memperlihatkan bahwa terdapat kesenjangan antara kebijakan dan realita yang ada. Dimana adanya kebijakan hanya sebagai aturan tertulis, sedangkan kenyataannya perwujudan terhadap pelaksanaan pendidikan inklusi masih kurang, terutama di daerah pelosok. Maka dari itu, dukungan secara tertulis saja terhadap pelaksanaan pendidikan inklusi masih belum cukup.
Pelaksanaan pendidikan sekolah inklusi harus diiringi dengan dukungan materil dan non-materil yang memadai. Tenaga pendidik dan pelajar non-disabilitas serta masyarakat yang memiliki kesadaran dan toleransi tinggi akan keberagaman. Serta sarana dan prasarana yang dapat mengakomodasi kebutuhan semua pihak, baik secara fisik maupun non-fisik mulai dari bahan kebutuhan belajar hingga pendamping bagi disabilitas. Kemudian juga pemerataan sekolah inklusi untu kemudahan aksesibilitas. Agar kedepannya semakin banyak sekolah inklusi dengan standar yang mumpuni dalam mengakomodasi disabilitas seperti MAN 2 Yogyakarta.
ADVERTISEMENT

Referensi

Darma, I. P., & Rusyidi, B. (2015). Pelaksanaan sekolah inklusi di Indonesia. Prosiding penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, 2(2).