Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Darurat Sampah di Yogyakarta
3 Februari 2023 17:54 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Octaviani Gustinawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Permasalahan sampah di Indonesia menjadi masalah aktual yang sering dijumpai. Meningkatnya jumlah penduduk juga menyebabkan banyaknya jumlah sampah yang dihasilkan. Untuk urusan sampah ini, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati peringkat ke-2 sebagai penyumbang sampah dengan rata-rata 270 ton per hari di antara kabupaten atau kota lainnya. Berdasarkan jumlah tersebut, sebanyak 99,34 persen sampah telah berhasil dikelola melalui pengurangan sampah 22,68 persen dan penanganan sampah 76,78 persen. Namun Yogyakarta masih memiliki kewajiban untuk memikirkan 1,87 ton sampah yang belum tertangani.
ADVERTISEMENT
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta tahun 2013 menunjukkan sampah terbanyak diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) paling banyak adalah dari Kota Yogyakarta (34,89 persen), kemudian Sleman (13,17 persen), Kulon Progo (7,20 persen), Gunung Kidul (5,37 persen), dan terakhir Bantul (1,91 persen).Permasalahan pengelolaan sampah dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu tingginya jumlah sampah yang dihasilkan, berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 2012 bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari atau proses alam yang berbentuk padat, sampah ini dapat digolongkan menjadi sampah organik dan anorganik. Indikator selanjutnya adalah taraf pelayanan pengelolaan sampah yang masih di bawah rata-rata, lokasi pembuangan sampah akhir yang kapasitasnya terbatas, lembaga pengelola sampah dan permasalahan anggaran.
Beberapa aspek yang mempengaruhi pengolahan sampah yang dianggap sebagai penghambat sistem selain penyebaran dan kepadatan penduduk adalah aspek sosial, ekonomi, lingkungan, teknis dan beberapa aspek yang mendukung, seperti aspek karakteristik lingkungan fisik, sikap, serta budaya yang berada di masyarakat. Mengamati persoalan pengelolaan sampah dapat dilihat dari minimnya dasar hukum yang tegas, kecilnya usaha dalam melakukan pengomposan dan sedikitnya pengelolaan TPA dengan adanya sistem yang tepat.
ADVERTISEMENT
Aspek sosial meliputi penyerapan tenaga kerja, menumbuhkan lapangan usaha, menumbuhkan sektor formal dan informal, penguatan peran serta masyarakat. Aspek ekonomi dapat diuraikan menjadi tiga, yaitu investasi rendah, biaya operasional yang rendah, menghasilkan pendapatan asli daerah yang tinggi. Aspek lingkungan meliputi, meminimalisir pencemaran air, pencemaran udara dan bau, meminimalisir pencemaran tanah, habitat bibit penyakit, dan meminimalisir penurunan keindahan lingkungan. Kriteria dari segi teknis meliputi tingkat efisiensi dalam mengurangi tumpukan sampah, serta dapat mengatasi persoalan keterbatasan lahan dengan melihat ketersediaan lokasi yang strategis, memanfaatkan teknologi dan pemanfaatan sumberdaya.
Masalah sampah di Yogyakarta dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu masalah hilir: penghasil sampah (masyarakat), masalah proses: organisasi pengelolaan sampah kota Yogyakarta, dan masalah di hulu: pada pengelola sampah akhir. Permasalahan hilir yang timbul dari masyarakat penghasil sampah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pengelolaan dan pembuangan sampah. Masih banyak yang membuang sampah ke sungai.
ADVERTISEMENT
Meski sudah ada Tempat Pembuangan Akhir Sementara (TPS) di sekitar mereka, namun masih belum ada penataan pembuangan sampah pada waktu dan tempat yang tepat di masyarakat. Konsep 3R (Reuse, Replacement, Recycling) belum diterapkan dengan baik dan sampah masih tinggi. Penelitian Mulasari (2014) menyatakan bahwa banyaknya TPS ilegal kemungkinan disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap lingkungan. Pengetahuan dan sikap yang buruk ini juga menyebabkan pengelolaan sampah yang buruk.
Pada bagian hulu, pengelolaan TPST Piyungan belum maksimal baik dari sistem atau teknologi yang diterapkan seperti contoh infrastruktur TPST sering rusak. Upaya perbaikan dilakukan dengan tiga inspektur Sekber Kartamantul kabupaten/kota, meskipun secara bertahap karena kendala teknis dan anggaran. Pemerintah daerah sering menghadapi tantangan dalam pengelolaan sampah, terkait masalah teknis, anggaran yang terbatas, infrastruktur yang tidak memadai, dan pemberdayaan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Akibat dari permasalahan sampah di Yogyakarta, tumpukan sampah menumpuk di mana-mana. Salah satunya adalah kawasan wisata Pantai Parangtritis. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) D.I Yogyakarta mengamati krisis sampah akibat penutupan TPST Piyungan. Menurut WALHI, permasalahan sampah ini muncul karena pelaksanaan pengelolaan sampah tidak sesuai dengan konsep awal. Pengelolaan sampah dengan sistem open dumping di TPST Piyungan saat ini berdampak lebih besar terhadap lingkungan sekitar. Salah satunya adalah air lindi yang dikeluhkan warga. Di sisi lain, minimnya teknologi mutakhir terus menimbulkan permasalahan di TPST Piyungan. Polusi udara, air, dan tanah di area sekitar TPA yang tidak pernah dibersihkan dengan baik.
Di sisi lain, Pemda DIY, meskipun memiliki Perda No. 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, belum berani mengambil langkah penyelesaian yang solutif. Sebab hal ini berdampak dengan bau tidak sedap, air tidak bersih, serta kebersihan juga kesehatan. Pemda DIY hanya bisa mengupayakan berkurangnya bau dari limbah sampah dan melakukan advokasi pada masyarakat yang terdampak.
ADVERTISEMENT
Persoalan penumpukan sampah di TPST Piyungan pun tidak kunjung berakhir hingga saat ini meskipun telah dilakukan beberapa upaya.