Konten dari Pengguna

Menelaah Wacana Pembatasan Usia Pengguna Medsos

Suzan Lesmana
Pranata Humas, ASN BRIN, ASNation
6 Desember 2020 18:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suzan Lesmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Media Sosial. Sumber: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Media Sosial. Sumber: Freepik.com
ADVERTISEMENT
Dalam Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengusulkan pembatasan usia minimal pengguna media sosial (medsos) berusia 17 tahun. Apabila pengguna medsos di bawah usia tersebut, maka orang tua harus terlibat.
ADVERTISEMENT
Wacana tersebut mendapat reaksi positif. Dari polling yang digelar kumparan.com kepada pembacanya dalam kurun waktu 29 November-4 Desember 2020, mayoritas memilih setuju dengan pembatasan usia pengguna medsos tersebut.
Setali tiga uang, penulis pun menganggap RUU PDP krusial segera direalisasikan. Mengapa krusial? Ada dua alasan. Pertama, sudah banyak korban gegara belum adanya payung hukum yang melindungi mereka karena data pribadinya dicuri oknum yang tak bertanggung jawab.
Contohnya seperti yang dikisahkan dalam buku ‘Digital Dilemma’nya Firman Kurniawan (2020), saat seorang korban yang tetiba mendapatkan kiriman sejumlah uang ke rekeningnya. Alih-alih orang salah kirim atau rezeki tak terduga, ternyata uang tersebut adalah pinjaman yang tak diinginkannya.
Hal ini ia ketahui setelah ia menerima telepon pemberitahuan dari diri penelepon yang mengaku berasal dari sebuah institusi. Belakangan setelah ditelusuri adalah sebuah perusahaan jasa peminjaman uang secara on line. Dhuerrrr! Kagetlah korban. Bagaimana mungkin institusi tersebut dapat mengetahui nomor rekening, nomor telepon maupun identitasnya yang menjadi syarat standar sebuah pinjaman disetujui.
ADVERTISEMENT
Alasan kedua, multiflier effect dari penggunaan medsos tak hanya positif namun ada sisi negatifnya. Seperti kita pahami dunia medsos bebas nilai, semua nilai dapat bebas masuk di dalamnya.

Nilai Positif dan Negatif Medsos

Nilai-nilai positif medsos tentunya telah kita rasakan dalam bidang sosial, ekonomi, komunikasi maupun budaya bangsa. Karena memang medsos dirancang untuk dapat menjangkau banyak orang, dari berbagai kalangan usia dan latar belakang. Berbagai informasi tersebar luas dan dapat dengan mudah kita dapatkan dari medsos.
Namun nilai-nilai negatif pun kita nikmati karena sifat informasi medsos yang cepat dan menyebar luas menjangkau khalayak tanpa batas waktu dan lokus. Misalnya menciptakan atau membagikan isi konten medsos yang berisi penipuan, hoaks, dan sebagainya. Artinya medsos bagaikan pisau bermata dua. Tergantung konten yang terkandung di dalamnya. Siapa yang bertanggung jawab? Pembuat konten pastinya.
ADVERTISEMENT
Kurniawan (2020), menyebut jika ancaman segregasi sosial di Indonesia menguat, dan ada keterkaitan teknologi informasinya, maka tak lain hasrat manusia yang memproduksi konten dan menyebarkan secara luas yang mendorongnya seperti itu.
Lalu apa yang terjadi jika tak ada aturan yang membatasi pengguna medsos? Akibatnya adalah yang kita saksikan saat ini. Betapa rentannya anak-anak dalam berinteraksi dengan media sosial sejak usia dini.
Beberapa studi (Rideout, 2013, Holloway et al., 2013, Ofcom, 2014, Nikken and Schols, 2015), menunjukkan budaya layar (screen culture) yang melibatkan akses salah satunya medsos muncul sejak anak punya literasi (melek huruf), yaitu pada usia setidaknya enam tahun (dalam Triastuti dkk, 2017).
Bayangkan sejak usia enam tahun anak-anak sudah bersentuhan dengan dunia medsos, dengan atau tanpa pengawasan orang tuanya. Mari simak apa yang dikatakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) awal tahun 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Dalam peluncuran program 'Tangkas Berinternet' (10/2/2020), seperti dilansir situs kominfo.go.id, I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyebut banyaknya kasus yang menimpa anak akibat penggunaan internet yang tidak terkontrol. Setidaknya 1.940 kasus dilaporkan sepanjang tahun 2017-2019.
Sedangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), melaporkan pula kurang lebih dari kurun waktu 2017 sampai 2019 pengaduan kekerasan anak hampir 2.000 kasus. Dari ribuan kasus yang dilaporkan tersebut terdiri dari 329 anak menjadi korban kejahatan seksual di medsos dan 426 anak menjadi korban pornografi di media sosial.
Maka sekali lagi penulis tegaskan dan ulangi bahwa usulan Kominfo membatasi usia minimal pengguna medsos berusia 17 tahun dalam RUU PDP urgent diakomodir dan segera ditetapkan.
Ilustrasi anak bermain gadget. Foto: Melly Meiliani/kumparan

Hak Anak dalam Konvensi Internasional

Sesungguhnya sejak tahun 1989, pemerintah di seluruh dunia menjanjikan hak yang sama untuk semua anak dengan mengadopsi Konvensi Hak Anak (KHA) yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konvensi internasional ini mengatur hal apa saja yang harus dilakukan negara agar tiap-tiap anak dapat tumbuh sesehat mungkin, bersekolah, dilindungi, didengar pendapatnya, dan diperlakukan dengan adil.
ADVERTISEMENT
Lengkapnya Pasal Konvensi Hak Anak Pasal 1 berbunyi: “Anak adalah semua orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali ditentukan lain oleh hukum suatu negara”. Artinya, semua anak memiliki hak asasi manusia yang sama dengan orang dewasa menurut konvensi ini.
KHA memiliki empat prinsip dasar berkaitan keputusan politik yang berkaitan dengan anak, yaitu: 1. kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama dalam keputusan tersebut; 2. pendapat anak sendiri harus didengar; 3. perkembangan anak, tidak hanya kelangsungan hidup, harus dipastikan; 4. setiap anak harus bisa menikmati haknya, tanpa diskriminasi.
Beberapa artikel utama dalam KHA tersebut berurusan langsung dengan media. Pasal 17, misalnya, menjelaskan peran penting media untuk menyebarkan informasi yang mendorong kesejahteraan anak dalam arti seluas-luasnya. Sementara itu, artikel 16 (hak privasi), 18 (tanggung jawab orang tua; bantuan negara), dan 19 (perlindungan dari segala bentuk kekerasan) memfokuskan pada hak anak untuk mendapatkan keamanan ketika sedang melakukan praktik media.
ADVERTISEMENT

Jika RUU PDP Jadi Ditetapkan

Lalu bagaimana selanjutnya jika RUU PDP jadi ditetapkan? Bagaimana mekanisme keterlibatan orang tua terhadap anak ketika mereka berinteraksi dengan media sosial?
Hal ini patut menjadi renungan bagi para orang tua, mengingat kadang-kadang orang tua pun menyodorkan gawai kepada sang anak saat mereka sibuk dengan urusannya sendiri. Sehingga anak bebas mengakses apa pun di gawainya.
Bagaimana saat mereka sendiri? Studi Kemkominfo bersama dengan UNICEF pada tahun 2014 melaporkan bahwa anak-anak dan remaja berbohong mengenai usia mereka untuk dapat mengakses situs internet (dalam Triastuti dkk, 2017). Wuiih!
Yuks kita lindungi buah hati tercinta kita dengan mengawasi dan mendampingi mereka saat mengakses medsos tanpa menunggu kepastian disahkannya UU PDP. Anak adalah titipan yang wajib kita jaga baik-baik. Menjadi investasi jangka panjang yang tak ternilai harganya, baik dunia maupun akhirat.
ADVERTISEMENT