Pada Dasarnya Makanan adalah Perkara Bertahan

OK. Video
OK.VIDEO adalah festival seni media Indonesia yang diselenggarakan dua tahun sekali. Kunjungi website kami okvideofestival.org
Konten dari Pengguna
3 Juli 2017 16:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari OK. Video tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
oleh Dirdho Adityo
Festival seni media Indonesia Ok. Video 2017 mengangkat tema Pangan serta berbagai hal yang berkaitan dengannya. Tema Pangan adalah tema yang sangat besar untuk bisa dibahas dengan singkat, oleh sebab itu, Ok. Video merasa perlu mengadakan beberapa program untuk memberikan sedikit sudut pandang demi pemahaman mengenai tema festival yang lebih menyeluruh. Itulah sebabnya, Ok. Video membuat sebuah program yang bernama Program Belajar untuk menjembatani jarak pengetahuan antara masyarakat awam dan pengetahuan yang sering kali terpusat pada kalangan tertentu. Dalam Program Belajar terdapat beberapa kegiatan yaitu Program Diskusi, Program Lokakarya, dan Pemutaran Film.
ADVERTISEMENT
Jika Program Diskusi menekankan aspek wacana dan terkadang teoritis, maka Program Lokakarya, selain menekankan aspek wacana, juga lebih mengedepankan aspek praktis. Untuk itu, Program Lokakarya akan mengangkat tema “Ketahanan Hidup”. Tema ini diangkat dengan kesadaran bahwa apabila kita mengupas konsep tersebut sampai ke aspek paling dasarnya, maka kita akan menemukan pada tataran pertama masalah pangan adalah masalah kebutuhan pokok. Tatkala makanan dilihat sebagai kebutuhan pokok, kita akan menyadari bahwa niscaya manusia membutuhkan makanan demi bisa bertahan hidup. Lokakarya “Ketahanan Hidup” berupaya mengembalikan masalah pangan ke tataran paling sederhana ini.
Di balik tema “Ketahanan Hidup” diandaikan adanya pemahaman ideal mengenai lingkungan alamiah, yaitu, kondisi dimana segala sesuatu yang ada hanya yang bersifat niscaya. Tentu saja, kondisi alamiah ini hanya terjadi dalam tataran konseptual dan sering kali hanya dibutuhkan dalam merumuskan apa yang niscaya dan apa yang mungkin. Lokakarya “Ketahanan Hidup” berupaya merekonstruksi kondisi alamiah tersebut melalui serangkaian program untuk lebih memahami keniscayaan hidup manusia tanpa tambahan-tambahan tidak perlu yang didorong oleh tuntutan hasrat.
ADVERTISEMENT
Skenario yang diadopsi Program Lokakarya adalah peristiwa hari kiamat dimana manusia yang tersisa dipaksa untuk kembali ke tataran paling mendasar, yaitu tataran kebutuhan. Dalam tataran ini tidak ada kopi dengan spesifikasi sumber asal, smoothie bowl, daging wagyu, frozen yogurt, dan lain-lainnya. Semua itu hanya ada dalam pikiran naif kita sewaktu kita hidup dengan segala kenyamanan yang kita miliki. Dengan kata lain, manusia yang mampu bertahan hidup adalah manusia yang mampu menundukkan tuntutan hidupnya dan hidup dengan berbagai penunjang yang minimal.
Tentu saja, skenario hari kiamat itu adalah salah satu kondisi alamiah ideal yang hanya bisa terjadi dalam angan-angan manusia. Skenario itu hanya berfungsi sebagai sarana memeriksa berbagai hal, salah satunya keniscayaan dalam kehidupan manusia. Ini bukan berarti peristiwa hari kiamat itu akan terjadi di luar lembaran fiksi. Manusia harus bertahan hidup meski pun hari kiamat belum juga terlihat di cakrawala. Setidaknya, ketika kita berada dalam kondisi terjepit, kita masih bisa hidup melalui berbagai keterampilan yang kita miliki.
ADVERTISEMENT
Banyak hal memang yang perlu dipertimbangkan di dalam merumuskan program ini. Segala jenis perkembangan yang belakangan sedang populer juga menarik untuk dibicarakan. Jika misinya adalah untuk tetap menjadi aktual, maka Program Lokakarya bisa saja mengadakan pengkajian mengenai dunia tanpa sampah atau cara-cara bercocok tanam di daerah urban yang belakangan sedang marak. Sayangnya, semua itu masuk ke dalam kategori naif ketika kita dihadapkan kepada skenario fatalistik bangsa kita. Apabila Program Lokakarya ingin sedikit berbunyi, maka ia harus dapat berbicara tentang atau paling tidak mewakili pandangan mayoritas penduduk Indonesia. Dengan kata lain, tujuan program ini hendak membuka mata masyrakat umumnya dan partisipan lokakarya khususnya bahwa kebanyakan penduduk Indonesia hidup sekenanya.
Berpikir non-fatalistis adalah sebuah kemewahan di negeri ini. Ambillah contoh berpikir mengenai hidup tanpa sampah. Masyarakat kelas menengah ke bawah Indonesia terlalu jauh dari kemewahan itu. Berkali-kali penyuluhan tentang lingkungan yang bersi sampah dilakukan, bertubi-tubi peraturan tentang jangan membuang sampah sembarangan dikumandangkan. Toh, tetap saja tidak sulit melihat sebuah lingkungan tanpa sampah, minimal di Jakarta. Berpikir non-fatalistik adalah sebuah kemewahan yang bisa dinikmati hanya oleh orang-orang tertentu. Ini baru mengenai pikiran, artinya, masih dalam taraf angan-angan. Sebegitu terbelenggunya hidup kebanyakan masyarakat Indonesia, sehingga pikirannya saja sudah terbentuk oleh fatalisme itu tadi.
ADVERTISEMENT
Disinilah pentingnya wacana mengenai yang niscaya dan yang mungkin. Kebanyakan masyarakat Indonesia berbicara di tataran keniscayaan, meski pun mereka tidak menyadarinya; bahkan sudah sejak dari tingkatan pemikiran. Petani cabai akan berpikir, “kalau panen saya rusak, niscaya saya tidak akan makan.” Kita tahu kalau manusia tidak makan, paling tidak ia akan jatuh sakit. Kalau sakit, ia tidak bisa bekerja. Kalau tidak bisa bekerja, semakin menjadilah ketidakmungkinan ia mendapat makanan. Dan begitu seterusnya. Kapan dan dimanakah pertanyaan mengenai dunia tanpa sampah akan masuk ke dalam pemikiran orang seperti si petani cabai itu?
Manusia harus berupaya bebas bahkan sejak dari tataran pemikiran. Program Lokakarya ini berusaha sekaligus membuka wawasan dan juga di saat yang bersamaan berbagi ilmu mengenai cara bertahan hidup paling sederhana. Apabila kita tidak bisa mengangkat mayoritas penduduk Indonesia, maka kitalah yang harus turun ke bawah untuk menyambut mereka. Dan ini harus dilakukan mulai dari pemikiran. Apa yang niscaya dan apa yang mungkin. Ini bukan berarti segala bentuk wacana seperti dunia tanpa sampah, praktik bercocok tanam urban, cara menyeduh kopi yang baik dan benar, dll, boleh kita buang begitu saja. Semua itu perlu kita tunda.
ADVERTISEMENT
Berkenaan dengan cakupan pembahasan, kita semua tahu bahwa di hadapan begitu banyaknya subjek yang bisa diwacanakan oleh manusia, kita akhirnya harus menghadapi kenyataan bahwa kita hanya memiliki dua pilihan: mencoba lengkap atau menjadi konsisten. Program Lokakarya Ok. Video Pangan ini terpaksa harus puas menjadi konsisten, paling tidak berusaha mengurangi pertentangan sebanyak mungkin. Sebab, apabila kita berusaha menjadi lengkap, pastilah kita akan menjadi tidak konsisten.
Dengan mengimani prinsip ceteris paribus, barulah rencana kita bisa dijalankan. Mengimani prinsip ini berarti kita harus menerima hanya menjadi konsisten. Andaikan kita berusaha menjadi lengkap maka mau tidak mau, dalam kasus wacana pangan Ok. Video, kita juga harus membahas mengenai udara atau O2 yang sifatnya niscaya bagi manusia untuk membicarakan masalah pangan. Kemudian, Ok. Pangan juga mau tak mau harus membahas juga masalah perasaan Mao ketika ia memutuskan untuk menjalankan “Loncatan Jauh ke Depan.” Atau, tidak boleh lupa ketika di Finlandia terjadi juga bencana kelaparan yang mengakibatkan semua penduduknya hanya bisa makan kulit pinus. Begitu seterusnya.
ADVERTISEMENT
Artinya, dengan mencoba menjadi lengkap, kita harus membahas segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini. Sedangkan kita tahu, hidup kita penuh dengan kesingkatan. Itulah sebabnya, prinsip ceteris paribus harus kita terapkan bahkan harus kita imani. Ketika kita berusaha membahas segala sesuatu, maka bahaya inkonsistensi sudah menunggu di pojokan jalan, siap menerkam hasrat kita yang tamak. Dengan kerelaan tersebut, kita akhirnya menjadi seperti perahu Theseus yang terpaksa mengganti setiap bagian-bagiannya di tengah lautan sambil lalu, karena mau tak mau, kita harus bergerak maju. Maju meski pun belum lengkap, belajar sambil jalan.
Adapun tema-tema yang akan dibahas dalam Program Lokakarya tidak akan berhenti pada wilayah Pangan yang hanya mencakup makanan dan minuman. Untuk memperluas bahasan tersebut diterapkanlah metode asosiasi agar pembahasannya tidak terbatas pada masalah makanan semata. Itulah sebabnya, dalam Program Lokakarya bisa ditemukan lokakarya penyulingan etanol, bukan untuk diminum, melainkan untuk dijadikan bahan bakar.
ADVERTISEMENT