Tentang Cita Rasa Kopi

Okta Firmansyah
Dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
29 Januari 2024 8:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Okta Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi proses kalibrasi kopi. Foto: Marian Weyo/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi proses kalibrasi kopi. Foto: Marian Weyo/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setidaknya ada tiga hal yang perlu ditekankan jika berbicara tentang cita rasa kopi. Sebagian mungkin juga berlaku untuk jenis makanan atau minuman tertentu. Tiga hal ini, meski sulit, sebisa mungkin ditulis secara singkat dengan menghindari bahasa yang amat fisiologis.
ADVERTISEMENT
Setidaknya, agar tidak terlalu teknikal tapi bukan berarti menjadi simplistis. Hal pertama, adalah soal rasa. Rasa merupakan tanggapan indra pengecap, yakni lidah. Lidah memiliki reseptor yang hanya mampu mencecap rasa-rasa yang mendasar (basic taste) seperti manis, asin, asam, pahit dan gurih (umami).
Kedua, soal aroma. Aroma adalah tanggapan dari indra pencium, yakni hidung. Hidung mampu mendeteksi lebih dari 10.000 aroma atau aromatik murni (pure aromatics taste) seperti aroma buah-buahan, sayuran, rempah-rempah, bebungaan, kacang-kacangan, alkohol/fermentasi, kimiawi, dan seterusnya.
Jadi, sebagian besar yang dianggap rasa sebenarnya adalah aroma yang dibaui. Rasa serupa lemon yang didapat dari kopi, misalnya, pada dasarnya adalah aroma kopi. Maka wajar bila dikatakan bahwa kopi adalah produk aromatik yang lebih mengandalkan hidung untuk mendeteksi cita rasa.
ADVERTISEMENT
Lalu apa itu cita rasa? Ini hal yang ketiga. Membahas cita rasa kadangkala menyulitkan. Lantaran cita rasa merupakan fenomena multisensoris yang dipengaruhi berbagai faktor. Tapi yang patut digarisbawahi adalah bahwa cita rasa merupakan sensasi yang kompleks yang dihasilkan dari interaksi antara rasa dari lidah, aroma dari hidung, tekstur dan kesan di mulut (mouthfell).
Sensasi ini lantas diteruskan ke otak dan diinterpretasi. Otak kemudian akan memberikan respons sehingga seseorang mempersepsikan dan menyadari cita rasa seturut referensi atau pengalaman rasa masing-masing. Pada titik ini, cita rasa yang bersifat abstrak ini menjadi persoalan yang amat subjektif. Oleh saintis rasa dan sensori (flavor and sensory scientist), seperti Wenny Bekti Sunarharum (2019), proses interaksi dan interpretasi ini lazim disebut sebagai persepsi cita rasa.
ADVERTISEMENT
Selain rasa dan aroma, parameter lain cita rasa seperti rasa sakit dan panas, tekstur, mouthfeel (kesan di mulut), warna, penampilan dan suara, misalnya suara renyah (crispy dan crunchy) juga berpengaruh dalam persepsi cita rasa. Menyadari bahwa manusia juga makhluk visual, maka penampilan maupun warna menjadi sangat penting untuk kopi, khususnya. Misalnya, biji kopi yang disangrai gelap akan memberi persepsi cita rasa pahit. Atau biji kopi yang cenderung cacat fisiknya atau cacat bentuk (pecah, berlubang, hitam sebagian) dapat dipersepsi sebagai cacat cita rasa.
Cita rasa pun terkait dengan intensitas. Karena terkait, maka cita rasa bersifat temporer. Berdasarkan waktu sangrai kopi (kesegaran kopi), misalnya, kopi yang diseduh tak jauh dari tanggal kopi disangrai tentu memiliki intensitas cita rasa yang kuat, ketimbang kopi apek hasil sangraian lama.
ADVERTISEMENT
Atau berdasarkan waktu pasca seduh, kopi yang masih panas, hangat, dan dingin memiliki cita rasa sama tapi berbeda dalam hal intensitas. Intensitas akan berbeda dan berubah dari awal konsumsi hingga fase akhir. Aroma awal kopi saat diminum pada suhu panas dan tegukan pertama akan memiliki intensitas yang sangat kuat, lalu semakin melemah atau menimbulkan sensasi lainnya pada tegukan atau waktu berikutnya.
Jadi, tiga hal tadi, bila diringkas: cita rasa adalah perpaduan antara 1) rasa, 2) aroma, 3) tekstur dan kesan di mulut, 4) tampilan dan suara, 5) yang bersifat subjektif dan temporer.
Karena cita rasa lebih bersifat subjektif dan temporer, maka pungkasnya cita rasa pada kopi adalah persoalan persepsi dan selera. Persepsi bisa dibentuk oleh hal-hal di luar kendali seseorang. Sementara selera juga bukan sesuatu yang alamiah dan pilihan yang bebas merdeka. Cita rasa adalah rekayasa sosial.
ADVERTISEMENT
Alhasil, seyogyanya kita terbuka pada segala cita rasa yang mungkin ada pada kopi, dan jangan paksakan perolehan cita rasa pada kopi yang Anda sesap kepada yang lain, karena sangat bisa jadi ada perbedaan di sana.