Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kendaraan Listrik: Strategi China dan Korea Menghadapi Dominasi Jepang
9 Desember 2024 12:16 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Galih Nurseto Yusuf Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kendaraan Listrik sebagai Senjata Strategis China dan Korea untuk Mengubah Peta Otomotif Global
ADVERTISEMENT
Selama beberapa dekade, Jepang telah menjadi penguasa industri otomotif global melalui merek-merek ternama seperti Toyota, Honda, dan Nissan. Namun, munculnya kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) telah mengubah dinamika persaingan global. China dan Korea Selatan kini muncul sebagai kekuatan baru, siap mengguncang dominasi Jepang dengan strategi inovatif dan investasi besar-besaran di sektor ini. Bagaimana kedua negara ini mampu menantang raksasa otomotif Jepang? (Gastrow, 2012)
ADVERTISEMENT
China: Memimpin dengan Skala dan Inovasi Teknologi
Saat ini, China tidak hanya menjadi pasar terbesar untuk kendaraan listrik, tetapi juga menjadi pusat inovasi global. Pemerintah China telah mengucurkan berbagai insentif, seperti subsidi pembelian kendaraan listrik, pemotongan pajak, hingga investasi besar-besaran dalam infrastruktur pengisian daya. Pada 2021, penjualan kendaraan listrik di China mencapai hampir 2 juta unit, mewakili 54% dari total penjualan EV dunia (Ezzel 2024) .
Perusahaan-perusahaan seperti BYD dan NIO menjadi pelopor teknologi di pasar ini. BYD menargetkan penjualan 1,4 juta unit kendaraan listrik pada 2022, dengan model unggulan seperti Han dan Tang yang bersaing langsung dengan Tesla. Di sisi lain, NIO menawarkan model SUV dan sedan premium yang dilengkapi dengan teknologi canggih, termasuk baterai swap yang mempercepat proses pengisian daya. Kombinasi skala pasar dan inovasi menjadikan China pemimpin global dalam sektor EV (Du, Ouyang, & Chen, 2017) .
ADVERTISEMENT
Korea Selatan: Mendorong Produksi, Penjualan, dan Membangun Infrastruktur
Korea Selatan mengadopsi pendekatan berbeda tetapi sama kuatnya dalam menghadapi dominasi Jepang. Dengan dukungan subsidi pemerintah yang berkisar antara 7.000 hingga 10.500 USD per unit EV, negara ini menargetkan produksi 1,3 juta kendaraan listrik pada 2025. Investasi besar dalam R&D dan pembangunan infrastruktur pengisian daya menjadi pilar utama strategi ini.
Hyundai dan Kia menjadi ujung tombak transformasi industri EV Korea Selatan. Model seperti Hyundai Ioniq dan Kia EV6 menawarkan desain futuristik, efisiensi tinggi, dan teknologi pintar yang menarik perhatian pasar global. Target penjualan ambisius mereka pada 2022, masing-masing sebesar 100.000 unit, menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi terhadap daya saing produk mereka (Lee & Mah, 2020) .
ADVERTISEMENT
Jepang: Strategi Untuk Bertahan dengan Teknologi Hybrid dan Hidrogen
Sementara China dan Korea Selatan fokus pada kendaraan listrik, Jepang tetap bertahan dengan strategi andalannya: menggabungkan teknologi kendaraan konvensional dengan inovasi baru berupa hybrid dan hidrogen. Strategi ini memungkinkan Jepang mengambil jalan tengah antara mempertahankan teknologi berbasis bahan bakar fosil yang sudah mapan dan mengadopsi tren kendaraan listrik secara bertahap, sehingga tidak terkesan meniru pendekatan China dan Korea Selatan. Toyota, sebagai pemain utama, terus mengembangkan teknologi hybrid dengan model andalan seperti Prius yang telah terjual lebih dari 15 juta unit sejak peluncurannya. Selain itu, Toyota juga menjadi pelopor teknologi hidrogen melalui model Mirai, yang penjualannya meningkat 30% pada 2021 dibandingkan tahun sebelumnya (Pohl & Yarime 2012) .
ADVERTISEMENT
Namun, pendekatan Jepang ini menghadapi kritik karena dianggap terlalu lambat dalam mengadopsi tren EV global. Dengan permintaan EV yang terus meningkat, Jepang perlu beradaptasi untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin teknologi otomotif dunia.
Perebutan Dominasi Pasar Otomotif Global
Persaingan antara China, Korea Selatan, dan Jepang di sektor kendaraan listrik mencerminkan perang teknologi yang lebih besar. China dan Korea Selatan telah menunjukkan bahwa mereka mampu menghadirkan inovasi kendaraan listrik dengan harga kompetitif, dengan memanfaatkan dukungan pemerintah dan kerjasama sektor swasta.
Bagi Jepang, tantangan ini menjadi peringatan untuk mempercepat adopsi EV dan mengembangkan teknologi baru yang sejalan dengan kebutuhan pasar. Apakah Jepang akan mampu mempertahankan dominasinya, atau justru harus menyerah kepada tetangganya? Waktu yang akan menjawab, tetapi satu hal yang pasti yaitu: kendaraan listrik adalah masa depan, dan siapa pun yang memimpinnya akan mendefinisikan ulang peta industri otomotif global.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Du, J., Ouyang, M., & Chen, J. (2017). Prospects for Chinese electric vehicle technologies in 2016–2020: Ambition and rationality. Energy, 120, 584-596. https://doi.org/10.1016/j.energy.2016.11.048
Lee, E., & Mah, J. S. (2020). Industrial policy and the development of the electric vehicles industry: The case of Korea. Journal of Technology Management & Innovation, 15(4), 71-80. https://doi.org/10.4067/S0718-27242020000400008
Pohl, H., & Yarime, M. (2012). Integrating innovation system and management concepts: The development of electric and hybrid electric vehicles in Japan. Technological Forecasting and Social Change, 79(8), 1431-1446. https://doi.org/10.1016/j.techfore.2012.04.011
Ezzel, S. (2024). How innovative is China in the electric vehicle and battery industries? How Innovative Is China in the Electric Vehicle and Battery Industries? | ITIF. https://itif.org/publications/2024/07/29/how-innovative-is-china-in-the-electric-vehicle-and-battery-industries/
ADVERTISEMENT