Kisah Sinta sebagai Penyintas Perundungan di Sekolahnya

Ozora Cindy Oktavia
Mahasiswa Marketing Communication BINUS University.
Konten dari Pengguna
19 Januari 2023 8:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ozora Cindy Oktavia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perundungan (dibully) atau bullying.
 Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perundungan (dibully) atau bullying. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap orang ingin memiliki banyak teman di sekolah. Sangat menyenangkan apabila bisa bercanda, bergembira, dan bermain bersama dengan teman-teman sebaya. Dengan teman sebaya kita bisa melakukan beragam hal, dimulai dari belajar, bermain, hingga melakukan beragam aktivitas lainnya.
ADVERTISEMENT
Namun, ternyata banyak yang tidak merasakan hal ini. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menyenangkan untuk bersosialisasi bersama teman justru menjadi sumber ketakutan. Maraknya kasus perundungan yang terjadi membuat korban mendapatkan dampak buruk yang tidak diinginkan. Meskipun begitu, korban dapat menjadikan hal ini sebagai batu loncatan menuju kesuksesan.

Kisah Sinta sebagai Penyintas Perundungan

Saya melakukan wawancara dengan salah satu penyintas dari tindakan perundungan, sebut saja namanya Sinta. Dirinya secara sukarela ingin membagikan kisah kelam yang pernah dialaminya pada saat duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Pada kala itu, sebelum semua insiden itu terjadi, Sinta memiliki persepsi yang indah mengenai sekolah. Dirinya merasa sangat gembira dan sangat menantikan untuk segera belajar dan bertemu dengan teman-teman baru di sekolah yang baru.
ADVERTISEMENT
Sinta pun membayangkan betapa serunya berada di lingkungan yang baru, membentuk relasi yang lebih luas lagi, dan bisa bersosialisasi dengan banyak teman. Tebesit dalam benaknya demikian karena pada saat sekolah dasar dirinya juga mendapatkan banyak teman dan akrab dengan semuanya.
Bahkan, pada saat kondisi tubuhnya kurang sehat pun dirinya masih ingin pergi ke sekolah. Hal ini karena Sinta tidak ingin melewatkan hari-harinya berdiam diri saja di rumah. Dirinya yang merupakan anak tunggal seringkali merasa kesepian. Baginya, bisa bertemu dan bermain bersama dengan teman adalah suatu hal yang sangat menyenangkan.
Sinta merasa sangat senang di sekolah karena banyak orang yang menemaninya untuk bermain dan belajar bersama. Namun, semua harapan dan bayangan Sinta mengenai sekolah menengah pertama sirna. Dirinya kerap kali mendapatkan perundungan verbal secara langsung. Selain perundungan secara langsung, dirinya juga mendapat tindak perundungan secara digital melalui sosial media.
ADVERTISEMENT

Perundungan yang Dialami Sinta

Setahun lamanya dirinya bersekolah, Sinta telah mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan. Dirinya kerap kali mendapatkan tindakan perundungan yang dilakukan oleh teman-teman sebaya di sekolah. Pada awalnya, hanya ada satu orang laki-laki yang memberikan komentar negatif terhadap fisiknya yang terlalu kurus.
Sinta pun diberi julukan “tripleks” karena kondisi fisiknya yang terbilang sangat kurus dan tinggi. Dimulai dari satu orang, kemudian semakin lama banyak teman-teman lainnya yang menyebut Sinta dengan sebutan serupa.
Ilustrasi perundungan (dibully) atau bullying. Foto: Shutterstock
Awalnya, Sinta masih berusaha untuk menutup telinga dan menghiraukan segala bentuk julukan yang diberikan teman-temannya. Namun, tak hanya di sekolah ternyata Sinta juga tetap dirundung melalui media sosial.
Dirinya mengetahui hal ini melalui teman sebangku di sekolah yang secara terang-terangan menunjukan secara langsung kepada Sinta. Kemudian dirinya melihat bahwa banyak dari teman-teman yang seangkatan dengan dirinya bergabung ke dalam suatu grup khusus dalam media sosial.
ADVERTISEMENT
Grup tersebut berisi tentang cacian untuk Sinta. Tak hanya memberikan komentar negatif mengenai fisik, mereka juga mengedit foto-foto Sinta yang diunggah di sosial media pribadi miliknya menjadi jelek dengan pembubuhan kata-kata yang tidak pantas. Selain itu, tak sedikit yang menghina sikap dan karakter Sinta karena dirinya yang dianggap sombong dan angkuh. Hal ini pun harus Sinta rasakan selama tiga tahun bersekolah di sekolah tersebut.
Sinta berusaha bersikap cuek dan menegaskan kepada dirinya untuk fokus saja terhadap pendidikannya. Namun, olok-olok dan cacian yang tak kunjung berhenti membuat dirinya merasa sedih dan tertekan.
Nilai Sinta pun sempat mengalami penurunan karena stres dan tertekan. Kedua hal tersebut yang kemudian membuat Sinta menjadi sulit fokus untuk belajar. Tindakan perundungan ini juga memberikan efek mendalam bagi dirinya. Sekolah yang dulunya dipandang sebagai tempat yang menyenangkan berubah menjadi salah satu tempat yang paling dirinya takutkan.
ADVERTISEMENT
Dirinya pun menangis dan ketakutan setiap kali tiba waktu bagi dirinya untuk bersekolah. Sinta yang sebelumnya periang dan ceria menjadi pribadi yang tertutup dan pendiam. Dirinya menjadi pribadi yang lebih sering menyendiri dan banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan. Bukan untuk membaca buku, tetapi justru dirinya pergi ke tempat itu agar terhindar dari banyak orang. Setidaknya ada satu tempat bagi dirinya untuk menenangkan dirinya dan bernapas sejenak. Walaupun tidak berada di lingkungan sekolah, dirinya kerap kali merasa takut jika berhadapan ataupun bertemu dengan orang banyak. Seketika dirinya merasa takut, gugup, keringat dingin, dan jantungnya berdebar secara cepat.
Pada saat mengalami hal tersebut, awalnya Sinta bersikap cuek dan tidak memperdulikan hal itu. Namun, semakin lama perundungan itu kian buruk. Hal ini membuat Sinta semakin terpuruk dan pada saat yang sama dirinya pun berusaha untuk melakukan intropeksi diri dan menanyakan apa sebab dan alasan teman-temannya merundung dirinya.
ADVERTISEMENT
Kemudian dia sadar bahwa dirinya memiliki sikap yang angkuh dan sombong serta tidak mau berteman dengan sembarangan orang. Tentunya hal itu sangat menyakiti hati teman-temannya yang lain. Namun, dirinya merasa bingung kenapa kondisi fisiknya juga ikut dipermasalahkan.
Ketika telah memasuki jenjang baru, yaitu SMA dirinya menjadi sangat selektif dalam memilih sekolah dikarenakan adanya rasa trauma terhadap pengalaman yang tidak enak pada saat SMP. Pada suatu waktu, Sinta menyadari bahwa dirinya tidak bisa terus menerus seperti ini.
Hal yang telah dialami oleh dirinya hanyalah masa lalu yang harus dikubur sedalam mungkin. Tidak baik apabila memberikan persepsi buruk terhadap suatu lingkungan baru yang bahkan belum pernah dicoba. Di bangku SMA Sinta memberanikan dirinya untuk mulai membuka diri dan menjadi pribadi yang supel dan ramah.
ADVERTISEMENT
Dirinya pun berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan berteman dengan banyak orang. Teman-teman Sinta pun seakan menerima Sinta dengan tangan terbuka. Sinta kembali mendapatkan banyak teman dan menjadi pribadi yang peduli dengan sesama. Jika ada orang yang tidak mempunyai teman, Sinta akan mendatangi orang tersebut dan tidak sungkan untuk menjadikannya sebagai teman. Dirinya pun kembali bersemangat untuk belajar dan kembali mendapatkan prestasi, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik.
Perundungan merupakan salah satu bentuk dari tindakan yang dapat terjadi baik secara disengaja maupun tidak. Tentunya, siapa pun tidak mau berada dan menjadi posisi sebagai korban perundungan. Pihak yang mengalami tindak perundungan akan sangat dirugikan.
Selain itu, perundungan bukanlah suatu kejadian yang sederhana. Perundungan adalah kejadian yang kompleks dan berbahaya, karena bisa menghancurkan jati diri dan masa depan seseorang. Para korban yang merasakan dan pernah berada di posisi ini pun akan mendapatkan luka yang membekas selama-lamanya.
ADVERTISEMENT