Konten dari Pengguna

Gender dalam Seni Tari

Ozzy Irvansyah
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Purwokerto
24 Mei 2022 10:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ozzy Irvansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Penulis Ozzy Irvansyah.
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Penulis Ozzy Irvansyah.
ADVERTISEMENT
Kebudayaan kita merupakan warisan dari nenek moyang kita yang sudah seharusnya kita jaga keberadaannya. Namun, zaman sekarang pertunjukan budaya di beberapa daerah sangatlah jarang ditemui karena minimnya peminat budaya tersebut. Mungkin karena besarnya arus budaya asing yang menjadi tantangan besar bagi anak muda dalam melestarikan budaya warisan nenek moyang.
ADVERTISEMENT
Pada zaman sekarang, anak muda cenderung memilih untuk mempelajari tarian-tarian modern daripada tarian tradisional. Mereka menganggap apabila tarian modern jauh lebih keren daripada tari tradisional yang sering dianggap kuno. Selain dianggap kuno, masih banyak masyarakat kita juga yang beranggapan bahwa menari hanya dilakukan oleh perempuan saja.
Tentu anggapan tersebut tidaklah benar. Sebab dalam seni tari tidak ada keterlibatan gender di dalamnya. Dalam penjabarannya menurut para ahli, tidak pernah disebutkan bahwa hanya perempuan saja yang dapat menari. Seperti menurut Prof. Dr. R.M. Soedarsono, tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak ritmis yang indah.
Ya! tarian sebenarnya merupakan media bagi manusia dalam mengekspresikan emosi yang dia rasakan. Ibarat bahasa, setiap gerakan dalam tari merupakan kata yang memiliki makna di dalamnya. Sehingga tidak ada batasan gender dalam menari, karena setiap manusia memiliki hak kebebasan dalam berekspresi. Selain itu juga tidak ada pembeda dalam gerak tari laki-laki dan perempuan.
ADVERTISEMENT
Terkadang ada yang berpendapat apabila gerak tari yang luwes adalah gerak tari perempuan, sedangkan gerakan yang tegas dan gagah adalah milik laki-laki. Itu adalah anggapan yang salah. Asalkan tidak menyalahi pakem atau aturan yang ada, maka tidak masalah jika laki-laki menari layaknya perempuan. Bahkan ada juga tarian yang luwes dan anggun namun harus dibawakan oleh penari laki-laki.
Beberapa penari asal Indonesia yang menjadi penari lintas gender justru mendapat apresiasi yang luar biasa di mata dunia. Seperti Didik Hadiprayitno atau lebih dikenal dengan nama Didik Nini Thowok dan Rianto, mereka berhasil memukau mata dunia dengan tarian yang sering dianggap aneh. Dengan mempertunjukkan seni tari yang bukan gerakannya saja yang kemayu, mereka juga merias diri mereka seperti layaknya seorang perempuan.
ADVERTISEMENT
Tentu hal tersebut menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Penari lintas gender seringkali dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum. Seperti dianggap sebagai banci atau bahkan yang lebih parah mereka kerap dikira gay. Tentu menyatukan isu gender dalam sebuah seni kebudayaan merupakan sesuatu yang salah. Karena hal tersebut memang berbeda dan tidak bisa digabungkan menjadi satu.
Seharusnya kita sebagai masyarakat Indonesia lebih membuka mata dan bisa membedakan perbedaan tersebut. Apabila merujuk pada teori dramaturgi, apa yang penari pertontonkan di atas panggung hanyalah sebuah drama dan akan berbeda saat mereka di belakang panggung. Artinya, penari lintas gender hanya akan berdandan dan berlagak seperti perempuan di depan panggung pertunjukan saja, dan kita tidak bisa menilai kepribadian mereka hanya berdasarkan penampilan mereka di atas panggung saja.
ADVERTISEMENT
Akan lebih baik apabila kita sebagai masyarakat Indonesia mendukung akan kelestarian budaya kita sendiri dan merasa bangga dengan pencapaian seniman-seniman kita di kancah internasional. Karena apa yang mereka lakukan juga demi kebaikan bangsa kita sendiri, bangsa Indonesia.