Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Jejak Langkah Sang Jenderal Pemburu Teroris Poso, Mayjen TNI Farid Makruf
31 Desember 2022 9:33 WIB
·
waktu baca 10 menitADVERTISEMENT
Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Nurcahyanto sudah menyambut Mayor Jenderal TNI Farid Makruf ke Kodam V/Brawijaya, Jumat pagi, 30 Desember 2022.
ADVERTISEMENT
Mayjen TNI Farid Makruf menjalani prosesi penyambutan sebagai warga baru di Markas Komando Daerah Militer V Brawijaya.
Adapun Mayjen TNI Nurcahyanto, Panglima Kodam V/Brawijaya yang lama beberapa waktu lagi akan segera menjalani masa sebagai pensiunan. Sementara itu, Mayjen TNI Farid Makruf akan memulai tugas sebagai Panglima Kodam V/Brawijaya yang baru.
Siapa Farid Makruf?
Perwira TNI abituren Akabri 1991 ini Lahir di Desa Petrah, Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Bangkalan, Madura pada 6 Juli 1969. Itulah yang bisa jadi membuatnya cocok dengan karakter Korps Pasukan Khusus yang garang.
Terlahir dari keluarga pedagang kelontong di pasar Tanah Merah, sekitar 21 kilometer dari Bangkalan, Farid Makruf kecil sudah belajar memahami karakter masyarakat. Seperti Emha Ainun Nadjib, budayawan kesohor bilang bahwa pasar adalah universitas terbaik. Di pasarlah, segala macam karakter orang bertemu.
ADVERTISEMENT
Bekal dari Bumi Sakera itulah yang dibawanya hingga menjadi komandan di beberapa satuan. Kemampuannya memahami karakter anak buah dan cepat tanggap atas kebutuhan anggota membuatnya akrab dengan bawahannya tapi tetap disegani.
Farid Makruf remaja seperti juga kawan sepantarannya tentu saja ada bengal-bengalnya. Tapi soal patuh pada orang tua, dia jagonya.
“Ibu saya suka memberi pekerjaan mengantarkan pesanan orang pada saya. Kalau sekarang itu seperti Gosend ya. Ibu tinggal bilang, Cong, antar barang pesanan orang ini. Pesanan ini bisa berupa beras, bumbu, telur atau gula,” tuturnya mengisahkan masa kecilnya.
Kenangannya soal sekolah sungguh menarik. Saat SMP dan SMA, ia harus bangun lebih awal dari yang lainnya agar bisa menumpang truk pengangkut batu, atau pick up pengangkut palawija bahkan ikan untuk sampai ke Bangkalan. Jaraknya 21 Kilometer dari Petra.
ADVERTISEMENT
“Tujuannya menghemat ongkos angkutan. Di waktu lain saya menumpang teman saya yang punya Vespa,” aku Farid Makruf.
Nah, di saat SD atau SMP itu saban Sabtu, ia tak masuk sekolah. Alasannya, Sabtu itu hari pasar. Dia harus membantu ibunya di pasar untuk mengangkut barang. Ada pula tambahannya; Dia bisa dapat tambahan uang saku.
Pengalamannya hidup di lingkungan pasar, bertemu dengan orang dengan karakter beragam, kemampuan beradaptasi dengan situasi, dan berkomunikasi dengan banyak orang terbawa hingga menjadi komandan satuan.
Setamat SMA, ia sudah mendaftar ke Institut Pertanian Bogor dan kemudian lulus. Suatu waktu bapaknya membawa brosur Akabri dan menunjukkan padanya.
“Bapak sengaja bertanya begitu karena kebiasaan orang Madura yang menyebut warna biru daun untuk daun yang berwarna hijau. Jadi semuanya biru,” kisahnya sembari tertawa.
ADVERTISEMENT
Farid pun pun mencoba mendaftar dan setelah melalui serangkaian test, ia lulus.
“Alasan saya waktu itu karena kuliah IPB maka tentu saja orang tua saya akan mengeluarkan biaya banyak, sementara masih ada kakak saya yang kuliah. Saya pun mendaftar di Akabri dan lulus. Dan itu tanpa katabelece atau orang dalam ya,” kisahnya kemudian.
Lulus dari Akabri, ia langsung diperintahkan masuk Korps Pasukan Khusus, pasukan elite yang sudah tersohor sejak lama itu. Pada 1992-1994 ditugaskan di Timor Timur. Ia bergabung dengan satuan intelijen Kopassus Sandi Yudha. Ia sempat pula menjabat sebagai Komandan Batalyon Sandi Yudha.
Pada 1997-1998, ia menjalani pendidikan di University of Hull, Inggris. Lulus pada 1998 dengan gelar Magister of Art dalam bidang Security Studies.
ADVERTISEMENT
Pada 2003-2004, Farid Makruf yang masih berpangkat Kapten ditugaskan bergabung dengan UNAMSIL (United Nation Mission in Sierra Leone).
Misi ini dibentuk oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak Oktober 1999 untuk membantu pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian Lomé, sebuah perjanjian yang dimaksudkan untuk mengakhiri perang saudara Sierra Leone.
Untuk diketahui, Farid Makruf menjadi Perwira Kopassus dari 1991 hingga 2011.
Pada 2011—2013, ia diberi amanah menjadi Komandan Brigade Infanteri Raider 13/Galuh. Brigif Raider 13/Galuh adalah satuan organik Divisi Infanteri 1/Kostrad. Menurut Farid Makruf, ini adalah berkah bagi dia. Ia tak menyangka bisa memimpin Batalyon di bawah Kostrad ini.
Pada 2013-2014, ia diberi amanah menjadi Asops Kasdam IX/Udayana. Setelahnya, pada 2016, menjabat sebagai Kasrem 121/Alambhana Wanawai di Sintang, Kalimantan Barat.
ADVERTISEMENT
Kemudian, sejumlah penugasan dilakoninya termasuk menjadi Danrem 162/Wira Bhakti, Mataram 2016-2018 sampai Danrem Danrem 132/Tadulako, Palu.
Saat di Kota Palu, ia mendampingi Irjen Pol Abdul Rakhman Baso dalam Operasi Tinombala dan Operasi Madago Raya. Operasi itu ditujukan untuk memburu kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso. Olehnya, ia dikenal sebagai Jenderal Pemburu Teroris Poso.
Bertugas di Palu, tak ubahnya mengulang apa yang sudah dikerjakannya di Mataram, NTB. Di Bima, dia melakukan upaya menghadang laju tumbuhnya radikalisme. Saat gempa bumi Lombok 2018, ia menjadi Komandan Satuan Tugas Penanggulangan Darurat Bencana.
Itu pula yang dihadapinya pasca bencana dahsyat Padagimo-Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong pada 2018. Selain menjalankan tugas keseharian sebagai komandan satuan, ia juga menjadi Komandan Satgas Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulteng.
ADVERTISEMENT
Gaya kepemimpinannya di satuan militer dan penugasannya bersama orang-orang sipil terpola dengan baik. Ia punya prinsip; Pemimpin yang baik itu tak harus berharap pujian, ia cuma berpikir apa yang dilakukannya bisa bermanfaat buat orang banyak.
“Menjadi pemimpin itu berarti harus bermanfaat buat orang banyak,” kata dia.
Kemampuannya melakukan penggalangan para pihak patut diacungi jempol. Para Akademisi, komunitas budayawan, seniman, pecinta senjata tradisional, dan olahragawan diajaknya bertemu. Mulai dari berdiskusi hingga membuat kegiatan-kegiatan edukatif dan informatif, bahkan menerbitkan sejumlah buku. Buku Tadulako, Leluhur Sulawesi Tengah; Dari Mitos ke Realitas yang ditulisnya dianggap sebagai salah satu buku yang referensif.
Usai dari Korem 132/Tadulako, ia sempat singgah di Pusat Pendidikan Teritorial TNI Angkatan lalu menerima amanah sebagai Wakil Inspektur Jenderal TNI.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, tertanggal 4 November 2022, Mabes TNI semasa dipimpin Jenderal Andika Perkasa, melakukan mutasi terhadap 130 perwira TNI dari tiga matra yakni TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Mutasi terhadap 130 perwira TNI ini tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1122/XI/2022. Mayjen TNI Farid Makruf diberi amanah sebagai Panglima Kodam V/Brawijaya di Kota Pahlawan Surabaya.
Farid Makruf sudah memahat jejak kakinya dengan baik. Terlahir di Bumi Para Sakera, pendekar Madura menuju Kota Pahlawan Surabaya. Sebelumnya sudah singgah di Tanah Para Tuan Guru di Mataram lalu ke Bumi Tadulako di Palu, Sulawesi Tengah.
Di tengah kesibukan dinasnya itu, ia masih pula sempat menjalani studi doktoralnya di Pasca Sarjana, Universitas Tadulako.
ADVERTISEMENT
Awal Kisah dari Mataram ke Palu
Petang yang teduh di Ampenan, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Di awal April 2020 yang tenang, Farid Makruf yang masih berpangkat Kolonel tengah mengaso usai olahraga di kediamannya. Komandan Korem 162/Wira Bhakti, Mataram 2016—2018 itu tiba-tiba menerima pesan Whatsapp dari koleganya. Singkat dan jelas. Ia mendapat ucapan selamat karena diberi amanah menjadi Danrem 132/Tadulako di Palu, Sulawesi Tengah.
Terang saja, perwira Kopassus ini berpikir keras. Sebelumnya, ia belum punya bayangan seperti apa Kota Palu dan bagaimana pula Poso yang ricuh dengan kasus Mujahidin Indonesia Timur itu. Saat itu, perwira kelahiran Bangkalan, Madura ini baru saja lulus dari Lemhanas.
Ia lalu menghubungi rekan seangkatannya Kolonel Kav. Abdul Rachman yang sudah lebih dulu bertugas di Palu. Dia pun menghubungi mendiang I Putu Dani, Kepala BIN Papua yang saat itu masih berdinas di Poso. Kepada para sahabatnya itu, ia meminta dikirimkan risalah-risalah soal Poso. Ia pun membeli beberapa buku soal Poso. Farid ingin sebelum terjun ke Poso ia sudah paham wilayah yang akan dipimpinnya.
ADVERTISEMENT
Surat keputusan pengangkatannya sebagai Danrem 132/Tadulako tertanggal 9 April 2020. Namun, Covid-19 tengah menjadi momok. Keberangkatannya ke Palu tertunda. Nantilah pada Rabu, 29 Juli 2020, ia tiba di Palu.
Seperti rencananya sejak awal, ia akan meminta agar TNI dilibatkan penuh dalam Operasi Tinombala saat itu. Alas pikirnya jelas: Untuk keamanan wilayah Sulawesi Tengah. Skenarionya, bila permintaan pelibatan itu ditolak, maka Korem 132/Tadulako akan menggelar Operasi Teritorial. Targetnya menggalang para DPO teroris Poso untuk turun gunung dan menyerah.
Ia pun meminta Kasi Ops Kolonel Inf Eliazer Sitompul membuat telaahan staf berdasarkan arahannya terkait hal itu. Usai serah terima jabatan Danrem 132/Tadulako 4 Agustus 2020 di Kodam XIII/Merdeka di Manado, ia menghadap Pangdam Mayor Jenderal TNI Santos Gunawan Matondang menyampaikan soal permintaannya ini. Disusul kemudian dengan surat kepada Jenderal TNI Andika Perkasa-Kasad saat itu.
ADVERTISEMENT
Pada 2020 itu Polda Sulteng berganti pimpinan. Irjen Pol Abdul Rakhman Baso menggantikan Irjen Pol Syafril Nursal yang memasuki masa pensiun. Saat pisah sambut di salah satu hotel di Palu, Sabtu, 15 Agustus 2020, Farid Makruf bertemu dengan Abdul Rakhman Baso.
Saat itu juga Farid terkesan dengan pikiran-pikiran mantan Wakil Komandan Korps Brimob Mabes Polri ini dalam menyelesaikan kasus Poso. Mereka berbincang dalam suasana informal di sela-sela acara itu. Farid juga mengemukakan soal permintaan yang disampaikannya ke Kasad dan Panglima.
Gayung pun bersambut, pada 24 Agustus 2020, TNI dilibatkan dalam tahap III Operasi Tinombala. Sejak saat itu, keduanya terlibat intens dan bersinergi dalam rangkaian Operasi Penindakan dan Imbangan sejak Operasi Tinombala hingga Madago Raya.
ADVERTISEMENT
Bila Polda Sulteng mengerahkan Brimobda Sulteng, maka Korem 132/Tadulako mengerahkan Batalyon Infanteri 714/Sintuwu Maroso. Kedua pucuk pimpinannya pun lebih banyak berkantor di Poso, di mana Pos Komando Taktis Operasi berada.
Dalam suasana informal, keduanya selalu berdiskusi bagaimana agar operasi ini segera usai. Abdul Rakhman Baso yang bersuku Makassar dan Farid Makruf yang bersuku Madura, bak tumbu ketemu tutupnya. Satunya keturunan pelaut ulung, satunya keturunan sakera, sang petarung.
Pendekatan sosial kemasyarakatan begitu diutamakan dalam operasi. Para personel Operasi Madago Raya paham benar bagaimana langkah para komandannya sehingga dengan mudah menyesuaikan diri.
Akhir 2020, Operasi Tinombala berakhir. Namun para DPO masih terus bergerilya menebar teror. Operasi harus terus dilanjutkan. Suatu waktu, Abdul Rakhman Baso bertandang ke Kantor Polsek Pamona Selatan, ia melihat ada tulisan; Madago Raya. Ia pun bertanya apa artinya. Dijawab oleh anak buahnya; Baik hati. Lelaki asal Mandai, Maros, Sulawesi Selatan itu pun mengusulkan kepada jajarannya agar operasi selanjutnya diberi nama Operasi Madago Raya.
ADVERTISEMENT
Dia ingin semangat operasi ini lebih humanis. Menebarkan kebaikan hati. Farid Makruf pun sepakat. Maka jadilah 1 Januari 2021, Operasi Madago Raya digelar. Operasi penindakan dan operasi imbangan seiring sejalan.
Kepada para DPO teroris pun disampaikan imbauan. Mereka diminta menyerahkan diri ke Satgas, sebelum diambil tindakan hukum.
"Kami, Kapolda dan Danrem akan menjamin hak-haknya. Kami akan memperlakukan mereka secara baik-baik. Mereka mengikuti proses hukum yang adil lalu setelah bebas kembali ke masyarakat untuk dapat hidup layaknya yang lain," sebut Abdul Rakhman Baso.
Kepada para simpatisan dan keluarga DPO, Farid Makruf juga menyampaikan imbauan agar mereka berhenti mendukung aksi kelompok ini. Sayangnya, bak menggantang asap, para DPO teroris lebih memilih berhadapan dengan Satgas. Pada akhirnya, tindakan tegas terukur pun jadi pilihannya.
ADVERTISEMENT
Di luar itu, operasi imbangan yang dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 2018 dikenal dengan istilah soft approach atau pendekatan lunak terus berjalan. Operasi humanis digiatkan. Masyarakat mendapatkan bantuan sosial berupa bahan-bahan makanan pokok. Da'i TNI dan Polri digiatkan menyasar masyarakat hingga pelosok untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Literasi antiradikalisme digalakkan melalui Banua Sintuwu Maroso yang digagas bersama Universitas Sintuwu Maroso. Jalan dan jembatan serta penerangan listrik dibangun sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Fasilitas publik berupa masjid dan pusat layanan kesehatan didirikan.
Pasca Jumat Berdarah 2020 di Lembantongoa, Satgas pun bergerak cepat untuk melakukan recovery, baik mental maupun fisik.
Dimulai dari meluruskan silang sengkarut opini soal peristiwa itu kemudian diikuti dengan aksi trauma healing dan pembangunan kembali rumah-rumah warga yang dibakar kelompok MIT.
ADVERTISEMENT
Secara internal, para prajurit TNI dan Polri yang dinilai telah bekerja keras menyukseskan operasi diberi reward; Ada yang naik pangkat luar biasa dan ada pula yang disekolahkan.
Sungguh, semangat Madago Raya terbukti membawa kebaikan.
"Dan kebaikan-kebaikan itu akan membawa keberkahan buat diri dan lingkungan kita," sebut Farid Makruf pada satu waktu.
Selamat Panglima!. Insya Allah senantiasa diberi petunjuk dan lindungan oleh Allah SWT dalam menjalankan tugas. *(JB/AB)